Sutradara : Garth Davis
Skenario : Luke Davies, berdasarkan buku karya Saroo Brierley
Pemain : Dev Patel, Nicole Kidman, Sunny Pawar, Abhishek Bharate, Ronney
Mara
Beruntung saya diberi kesempatan
untuk menonton Film Lion yang diputar secara gratis di Bioskop XXI Senayan City
beberapa pekan lalu oleh Kedubes Australia, dalam Festival Sinema
Autralia-Indonesia.
Saya sudah kesemsem pengen nonton Lion, sejak lihat trailer-nya di youtube.
Ditambah yang main adalah Dev Patel. Sekali lagi, DEV PATEL. Menurut gue, dia
adalah salah satu aktor India yang potensial. Udah sering melanglang buana di Hollywood.
Lion adalah sebuah film yang bercerita
tentang kisah nyata seorang anak di India yang hilang, kemudian di adopsi oleh
sepasang suami-istri di Australia. Lion berhasil menyambet 6 nominasi Academy
Awards, yakni Film terbaik, Aktris dan
Aktor pendukung terbaik, Sinematografi terbaik, dan Skenario adaptasi cerita
terbaik. Wow!
Saroo (Sunny Pawar), seorang anak
berusia 5 tahun yang harus menghadapi berbagai terpaan penderitaan. Saroo harus
kehilangan sang kakak di stasiun, saat ia memaksa untuk ikut bekerja bersama
Guddu (Abhishek Bharate). Ibu Saroo hanya seorang pembantu, jadi Guddu bekerja
serabutan untuk membantu menghidupi keluarga. Saroo kemudian masuk dalam kereta
dan terbawa 1.600 kilometer, menuju Kolkata dari kampung halamannya di Madhya
Pradesh. Ini terjadi di sekitar tahun 1986.
Lion sendiri diangkat dari sebuah
buku berjudul, A Long Way Home yang ditulis oleh Saroo Brierley berdasarkan
pengalaman hidupnya. Saat kehilangan Guddu, Saroo harus merasakan menjadi
gelandangan, bagaimana kejamnya waktu malam di India. Bagaimana anak-anak
diperbudak, di jual-beli, hingga mendapat kekerasan. Saroo sendiri pernah hamper
dijual, oleh seorang laki-laki yang ia kira baik sebelumnya.
Saroo kemudian masuk ke dalam
yayasan yatim piatu. Dibanding anak-anak yang lain, Saroo beruntung. Ia
kemudian diadopsi oleh sepasang suami istri di Australia. Tak hanya Saroo,
orang tua angkat Saroo juga mengadopsi anak laki-laki yang juga orang India.
Saat Saroo tumbuh dewasa, ia
pikiran mengenai dari mana ia berasal mulai muncul. Bahkan bayangan mengenai
sosok sang kakak, Gaddu seakan begitu nyata. Saroo akhirnya membulatkan niatnya
untuk serius mencari tempat ia berasal di India. Dengan bantuan google earth, Saroo menghabiskan waktu
selama 6 tahun untuk mencari darimana ia berasal. Ia tidak tahu daerah
tempatnya tinggal, tidak bisa berbahasa India, bahkan nama Ibu nya sendiri.
Saat ia kecil, ia hanya memanggil Ami, yang artinya Ibu.
Setelah yakin, Saroo memutuskan
untuk pergi ke India dan mencari tempat darimana dulu ia berasal. Cerita ini
begitu haru. Hampir semua orang yang berada di studio bioskop saya lihat
mengusap air mata (terkecuali gue).
Masing-masing kalian pasti
bertanya, kenapa diberi judul Lion. Saat melihat trailernya saya juga
penasaran, apa hubungan film ini dengan judulnya sendiri. Di akhir film kalian
akan tau. Saroo dalam Bahasa India harusnya dibaca Sheruu, namun Saroo kecil
mengeja namanya Saro, yang berarti Singa dalam Bahasa India. Kurang lebih
begitu. karena sudah menonton semingguan yang lalu, jadi saya sendiri agak
lupa.
Lion, sebuah film biografi yang
menurut saya tidak membosankan. Lion hadir dari sebuah realita hidup di
Indonesia. Dimana banyak terjadi krimininalisasi terhadap anak-anak,
perdagangan manusia, penelantaran, yang semua berasal dari tingkat ekonomi yang
rendah. Saya sendiri terkagum-kagum dengan sinematografi yang luar biasa dari
film ini. Begitu indah, bahkan untuk situasi yang menyedihkan. Pantas jika
masuk dalam nominasi Oscar.
Cerita Saroo sendiri tidak dibuat
banyak darama, natural apa adanya. Beda halnya dengan di Indonesia yang
biasanya bumbu drama pasti jadi pelaris film biografi. Cerita yang runut,
dengan para actor yang luar biasa. Selain Dev Patel, Sunny begitu apik memaikan
Saroo. Begitu lincah, begitu kuat, begitu menyedihkan. Bahkan, menurut Saroo
asli, Saroo kecil atau Sunny Pawar kita telah menjadi seorang bintang cilik
yang luar biasa. Dia bahkan telah main film lagi. Ah, semoga kelak dia bisa
melebihi Dev Patel. Banyak artis dan aktor India menurut saya hanya jago
dikandang.
Oya, dalam film ini juga dibumbui
ciri khas film Bollywood, yaitu berdialog sembari bernyanyi. Lucu. Ini yang
dinamakan kolaborasi budaya.
Ceritanya begitu lengkap. Tidak ada
adegan yang sia-sia, ditambah sinematografi apik. Cuma seorang Dev Patel
menurut saya terlalu ganteng untuk berperan dalam film ini. Haha sangat
subjektif.
Sebelum lupa, ada yang begitu
menempel di ingatan saya setelah menonton film ini. Itu adalah alasan ibu
angkat Saroo mengangkat anak. Karena saat di film, Saroo menanyakan ini pada
ibunya. Kenapa ia harus mengangkat anak, apa karena dia tidak bisa punya anak. Kurang
lebih begini jawaban sang ibu,
Aku sudah memutuskan ini dengan laki-laki yang mencintaiku. Aku menerima
dia karena dia menghargai dan menghormati keputusanku. Aku bukannya tidak bisa
memiliki, aku bisa, kalau aku mau. Tapi aku tidak akan memberi dunia ini beban
yang lebih, dengan menambah jumlah manusia. Aku akan merawat manusia yang
justru yang membutuhkan orang tua. Memberikan kalian kesempatan untuk merasakan
kasih saying, jauh leboh baik. Dan aku sangat mencintai kalian.
Begitu kurang lebih, cuplikan
dialognya. Kalo gue sendiri sih terenyuh. Gimana dengan kalian?
Semasih film ini di bioskop, saya
sarankan untuk ditonton. Karena Garth Davis memperlihatkan pada dunia, bahwa
setiap anak memiliki hak untuk hidup layak. Film ini juga bekerja sama dengan
asosiasi orang hilang di Indonesia. Semacam gerakan social untuk menyelamatkan
anak-anak di India. 8.5/10 untuk Lion. Tetaplah Mengaung seperti Singa, Saroo!
Saat Saroo berada di yayasan yatim piatu
Saroo pertama kali bertemu orang tua angkatnya di Australia
Dialog bersama the real Mr. Saroo, jadi kisah nyata ini beneran Nyata.
gue ngga nonton sendiri loh ya, cuma yang di foto maunya satu. *ngeles*
catatan:
gue memfoto cuma sedikit, karena temen sebalah gue ngatain gue kampung. Huft!
So, enjoy Lion guys!
No comments:
Post a Comment