Showing posts with label ernest prakasa. Show all posts
Showing posts with label ernest prakasa. Show all posts

Monday, January 8, 2018

SUSAH SINYAL

Kasih sayang dinilai dari waktu.
Seberapa banyak kita meluangkan waktu,
Untuk mendengarkan,
Untuk bersama.


Mungkin kurang lebih itu pesan yang gue tanggap dari film koh ernest, Susah Sinyal. Seriusan, buat nulis ini sebenarnya malas minta ampun. Tapi untuk menggenapi trilogi review film koh ernest, gue harus. Lebay.

Nontonnya udah lama, bahkan sebelum tahun baru. Jadi banyak yang gue lupa nama tokohnya. Kita buat singkat dan general aja ya.

Singkat ceritanya itu, Ellen (Adinia Wirasti) seorang pengacara yang ngga punya waktu banyak bersama anaknya. Sibuk yekan, ngurusin masalah artis cerai. Sampe pada suatu kesempatan, dia akhirnya bisa berlibur bareng anaknya, Kiara (Aurora Ribero) ke Sumba. Sumba wujudnya surga, indah banget.

Koh ernest sendiri berperan sebagai partner sekaligus sahabat satu-satunya Ellen. Yang selalu ada, pas Ellen butuh. Termasuk nganterin Kiara beli kain di pasar. Dalihnya kan cina jago nawar.

Susah sinyal menurut gue tidak sebagus Cek Toko Sebelah. Tidak selucu CTS, iya. Tapi bukan berarti film ini jelek, engga. Pendekatannya berbeda. Kalo kemaren CTS ayah dan anak, sekarang ibu dan anak. Koh ernest juga dibantuk  mbak mei, istrinya kan buat cerita ini.

Keunikan koh ernest adalah membuat judul yang tidak mencakup garis besar film. ‘Susah Sinyal’ hanya sebagian potongan dialog, bukan generalisasi dari cerita. Ya mungkin karena susah sinyal itu mereka jadi semakin dekat. Gue ngga tau ini termasuk kekurangan apa engga. Tapi judulnya menjual. Ditambah promosi koh ernest yang sampe ada tour stand up kemana-mana, yang harusnya film ini lebih meledak dibanding CTS ya.  Atau koh ernest tau, dari segi cerita ini ngga bisa melawan CTS jadi dia butuh tour biar penonton makin penasaran. Gue juga ngga tau.

Beberapa elemen nampak kosong dan ngga dalam menurut gue. Cerita ibu dan anak kurang dramatis. Konflik tidak kompleks, terlalu sederhana. Dengan ada sinyal pun bisa terselesaikan. Tidak ada hubungan yang amat dalam dari Ellen dan Kiara. Atau actingnya Aurora kebanting sama Adinia, mungkin kali ya. Gue merasa konfliknya terlalu gampang terselesaikan. Beda pas gue nonton wonder. Ah beda kelas, sudahlah. Jadi kayak setiap karakter ada motivasi 'kenapa' yang kuat. Ini ngga ada di Susah Sinyal. Hubungan kedekatan yang kurang, kurang emosional.

Oh my god. Darius perannya terlalu sedikit. Padahal kan bisa jadi pemanis scene. Bapak-bapak ini masih aja ganteng udah punya anak banyak. Haha. Gue ingin Darius bisa lebih nakal sih disini. Dalam artian, peranan ke Ellen lebih banyak. Bukan cuma soal kerjaan, dan muncul pas di akhir.

Duet Abdur sama Arie Kriting, pecah sih. Pas. Walau ada beberapa part yang emang garing. Ditambah Ge Pamungkas dan Angie yang hadir sebagai pasangan norak. Ge ini emang jago acting, btw. Apa aslinya emang norak ya. haha. Satu lagi duet keren disini, adalah Aci sama Dodit. Pembantu rumah tangga yang tipe-tipe ngeselin, tapi bikin rame.

Salah satu yang gue suka lagi adalah, pemilihan musik. Soundtrack dari koh ernest emang selalu jenius. Enak, terngiang.

Keseluruhan, koh ernset emang lebih matang di film ini. Landscape Sumba menawan. Cuma cerita yang kurang lengkap dan kuat.


Ini menghibur? Iya. 7.3/10


Sunday, January 1, 2017

Cek Toko Sebelah, Ketawa dan Emosi Beradu

Happiest new year, everyone!

Oke, hari pertama di tahun baru ini gue buka dengan nonton Film Indonesia. Yes, karena gue cinta Film Indonesia. Udah penasaran sejak lama, karena gue juga nonton film koh  Ernest yang pertama kemarin 'Ngenest' gue jadi pengen tau kayak apa sih film keduanya.

and then...

Gue cerita sedikit, siapa aja pemain dan alur cerita Film Cek Toko Sebelah.


(Sumber: google.com)


Mirip seperti Ngenest, Cek Toko Sebelah juga mengangkat cerita soal keturunan etnis tionghoa yang hidup di Indonesia. Jika dalam Ngenest, cerita dan masalah 'fisik' dari keturunan etnis ini menjadi benang merahnya, tidak dalam Cek Toko Sebelah. Di film ini lebih kepada stigma bahwa 'orang cina' emang suka dagang. Seperti itulah kira-kira. 

Cerita dimulai dari Koh Afuk (Chew Kin Wah) yang memiliki sebuah toko sembako di Jakarta, udah ngga kuat lagi menjalankan tokonya karena kondisi fisik yang udah tua. Atas pertimbangannya, Koh Afuk mewariskan toko ini kepada sang anak Erwin (Ernest Prakasa). Erwin yang ingin berkarir dibidang lain, sempet galau untuk menerima. Ditambah Nathalie (Gisella Anastasia) yang ngga setuju kalo Erwin harus jagain toko.

Di sisi lain, Yohan (Dion Wiyoko) kakak dari Erwin, yang berprofesi jadi photografer awalnya ngga setuju dengan ide ini. Ia menganggap ayahnya, selalu pilih kasih. Berkat sang istri, Ayu (Adinia Wirasti) ia akhirnya bisa menerima.

Sebenarnya konflik terjadi ketika Erwin harus mencoba membahagiakan hati ayahnya dan setuju untuk jagain toko. Ditambah, masalah lain yang buat Koh Afuk akhirnya menjual toko yang udah dibangun bersama almarhum istrinya.

Penasaran? Elo harus nonton. Wajib.

Okay, setelah menonton keseluruhan film, ada beberapa hal yang menurut gue janggal. Pertama, adalah pemilihan judul film 'Cek Toko Sebelah' ini. Gue kira dengan judul itu, masalah yang dimunculkan adalah saingan antara satu toko dan toko yang lain. Ditambah Koh Afuk dan pemilik toko sebelah (kayaknya namanya Danan, gue lupa) yang beda secara budaya. Seperti saingan pelanggan, harga atau semacamnya. Tapi ini lebih kepada masalah keluarga. Okey, gue rasa judulnya hanya mewakili sebagian kecil dari keseluruhan cerita.

Ke dua adalah, gue agak kurang sreg sama adanya Gisel ada film ini. Bukan karna acting-nya, tapi cuma lebih kepada menurut gue Gisel dikenal dengan image cewek ramah yang murah senyum sekarang harus main antagonis. Jadi sok sweet-nya ngga dapet kayak Lala Karmela kemaren koh. Ini cukup subjektif sih, cuma gimana gitu ya. Haha. Beda sama mbak Asti yang emang cocok jadi apa aja. 

Satulagi, dari beberapa angle shoot close up yang diambil gue rasa ada yang kurang pas. Misalnya terlalu sering close up pas bagian dodit ngomong. Kenapa ngga dari samping, trus tiba-tiba di akhir kalimat Dodit noleh kesamping, arah kamera. Sepertinya akan jadi lucu. Mengingat Dodit acting-nya yang super absurd.

Tapi, diluar itu semua gue sangat menyarankan elo nonton film ini. Lucu banget. Kocak. Dan humor dan emosi lu bakal diaduk dalam satu waktu yang bersamaan. Misalnya kayak elo yang udah bersiap nangis mungkin, tapi ujungnya bakal ketawa. Bahkan lo mungkin ngga tau, air mata yang keluar itu karna lo nangis atau ketawa yang berlebihan.

Lucunya dimana sih?

Gini, ada banyak banget komik dan youtubers yang main di film ini. Ada Awwe, ada Dodit, Yuda Keling, Lian, Arafah, Adjis Doaibu, Hifdzi, Abdur, dan lo tau? Ada anak Pak Jokowi juga, Kaesang. Unpredictable. 

Gue akuin, koh Ernest sangat sangat detail menggarap film ini. Ngga cuma dialog, bahkan baju, poster dan semua macam properti juga mengandung kelucuan. Porsi konflik, drama dan humor juga pas banget. 

Bukan bandingin, dulu gue sempet nonton beberapa nonton filmnya Bang Raditya Dika, mulai dari Kambing Jantan, Cinta dalam Kardus, Cinta Brontosaurus, menurut gue dari segi cerita, guyonan, dan konflik, gue rasa koh Ernest lebih berhasil memadukan ini. Film comedy yang sama sekali ngga terasa garing kek kerupuk. 

Dan....koh Dion keren banget koh. Ngga cukup lo keliatan keren pas travelling, disini juga lo keliatan sangat keren. Dapet banget feelnya. Aku padamu koh...

Gue sangat amat gembira karena tadi studionya penuh. Gue yakin mereka semua nunggu karya koh Ernest. Dan sama seperti film sebelumnya, koh Ernest selalu menyelipkan behind the scene disela-sela credit title. Sebuah ide menarik, karena orang bakal nonton sampe creditnya bener-bener habis. Gue ngerasin koh, kerja di TV yang namanya mejeng di credit  itu bangganya luar biasa. Lebay. hahahha

Oya, lupa nyebutin diawal. Dalam film ini, Ernest bertugas selain menjadi pemeran utama, ia juga jadi penulis naskah sekaligus sutradara. Hebat.

Diluar itu semua, ada pesan-pesan yang nempel di otak gue setelah nonton film ini. Gue jadi rindu, bapak. Rindu keluarga di Bali. Apapun yang kita ingin raih di kota seberang, atau dimana pun, rumah adalah tempat kembali yang paling indah. Paling hangat. 

Okeh, 8/10 buat koh Ernest dan tim di film Cek Toko Sebelah ini. Ditunggu karya selanjutnya koh!



Saturday, January 23, 2016

Ngenest Ngga Berujung Ngenes

Akhirnya gue nonton Film Indonesia di bioskop, yeah! Terakhir nonton film dalam negeri itu, gue nonton Filosofi Kopi pas jaman kuliah. Walaupun nonton di hari Minggu dengan harga yang ‘agak’ mahal, tapi gue bangga. Gue ikut mengapresiasi hasil karya sineas Indonesia. Ngga mudah loh buat film. Cie gitu.

Udah pada nonton Film Ngenest?

Sumber: google.com

Nah, yang gue tonton itu Film Ngenest karya Ernest Prakasa. Ngenest udah tayang di bioskop sejak tanggal 30 Desember 2015 lalu. Film Ngenest ini berasal dari novel Ernest dengan judul yang sama. Rumah produksi yang mengerjakan film Ernest ini Starvision Plus. Bukan Sebelas Sinema loh ya. Haha.

Film Ngenest ini tuh secara umum bercerita tentang Koh Ernest-nya sendiri. Gimana seorang Ernest yang notabene terlahir dari keluarga Cina ngerasain beratnya hidup sebagai minoritas. Sedari kecil Ernest di bully sama temen-temennya yang pribumi. Dikatain ‘Cina’ gitu. Gue juga kaget film ini agak rasis, bahasanya vulgar banget kalo ngatain orang Cina. Gue kayak mikir, ‘emang segitunya banget’ ya. Sedih juga sih, di negara yang plural anak kecil dibiarkan terdidik untuk ngga menghargai perbedaan. Ceileh.

Nah, tapi pas SD Koh Ernest ketemu temen yang juga ‘Cina’ namanya Patrick. Patrick kecil diperanin sama Wilson, pas remaja digantiin Brandon Salim, gedenya Morgan Oey. Ganteng yak. Gue tadinya agak ngga yakin Morgan bisa berakting bagus. Masih inget Cinta Cenat-Cenut? Nah. Kalo Ernest kecil itu Marvel, pas remaja diganti sama Kevin Anggara, youtubers yang laik naik haji. Eh naik daun. Pas gedenya yah, Koh Ernest sendiri.

Dari SD ampe SMP Koh Ernest kena bully terus. Padahal dia udah nyoba temenan sama para pembully itu, tapi alhasil caranya gagal. Koh Ernest juga harus masuk SMA yang isinya ‘Cina’ semua berkat saran dari bapaknya. Nah pas kuliah, Koh Ernest akhirnya bisa tembus di Universitas Padjajaran Bandung.

Karena Koh Ernest punya pengalaman buruk tentang hidupnya terdahulu, doi punya tekat mau nikah sama pribumi. Dengan harapan, keturunannya kelak adalah seorang pribumi. Koh Ernest ngga mau kalo keturunannya ngerasain apa yang dia rasain dulu. Cita-cita yang agak aneh.

Di tahun ketiga Kokoh kuliah, doi kenalan sama yang namanya Meira. Mojang Sunda yang agamanya sama kayak Kokoh. Meira diperankan oleh Lala Karmela. Ketemunya juga lucu. Pas Kokoh mau batalin les Mandarin, tapi tiba-tiba Meira dateng mau daftar. Udah jatuh cinta pada pandangan pertama, Kokoh ngga jadi tuh batal les dan nyoba nyari kontaknya si Meira. Awalnya ayah Meira keberatan kalo anaknya deket sama Ernest. Usut punya usut, ayah Meira pernah bangkrut abis ditipu sama temennya yang orang Cina juga. Tapi itu ngga berlangsung lama.

Singkatnya, mereka udah pacaran 5 tahun dan akhirnya memilih buat nikah. Ternyata konflik ngga selesai pas mereka nikah. Soalnya pas nikah pun, Kokoh diribetkan dengan orang tuanya yang pengen ini-itu. Serba Cina lah pokoknya.

Kokoh takut punya anak. Kokoh takut kalo anaknya nanti mirip kayak Kokoh. Ketakutan inilah yang buat Kokoh menunda-nunda punya anak. Padahal istrinya ngebet banget pengen punya anak. Miris yah, gue ngga pernah mikir ternyata mereka (kaum sebangsa Kokoh) punya ketakutan kayak gitu. Atau mungkin itu cuma Koh Ernest doang. Kelanjutannya kalian bisa nonton dibioskop terdekat.

Serunya disini, banyak stand up komedi yang juga ikut nimbrung. Kayak Arie Kriting, Lolox, Ge Pamungkas, Awwe, Adjis Doa Ibu, sama satulagi komik favorit gue, Acho. Acho perannya disini jadi dokter kandungan. Asli kocak banget.

Namanya juga film komedi yah, ngga semua yang mereka anggep lucu, lucu di gue. Jadi di awal yang penonton udah ketawa ngakak, gue diem aja. Gue cekikikan, mereka biasa aja. Huft. Tapi overall, tontonan komedi yang dibuat sama Koh Ernest cukup menghibur.

Gue yakin sih, walaupun ini cerita Koh Ernest sendiri tapi ngga semuanya real. Dan itu semua disesuaikan dengan kebutuhan penonton dan kondisi sekarang. Maksudnya apah? Iya, Kokoh mencoba membuat lawakan yang seger. Ngga ngetren di jaman dia dulu tapi jaman sekarang. Anak dulu sama anak sekarang kan beda. Kalo gue, adalah anak dulu yang hidup dijaman sekarang. Lah kok gitu? Iya, gue ngga bisa menyamai betapa sosialitanya anak jaman sekarang. Haha.

Tapi gue kecewa Koh sama ending film ini. Klise Koh. Kayak FTV banget. Semua keluarga ngumpul pas akhirnya Meira ngelahirin anak. Kalo gue sutradara ya Koh, gue cukupkan filmnya itu pas anak Kokoh lahir. Pas dia nangis. Biar nanti kalo film ini sukses Kokoh bisa bikin sekuelnya. Kan penonton masih bertanya-tanya tuh. Haha. Khayalan gue doang itu Koh.

Tapi tenang, film ini mampu menghibur siapa aja yang lagi dirundung kegundahan. Cukup mengaduk emosi, padahal bakal tau endingnya kayak gimana. Hehe.



Yang bikin gue seneng, pas credit title Koh Ernet masukin behind the scene. Jadi orang ngga pada pergi sebelum credit abis. Di behind the scene juga dikenalin siapa dop nyah, produser, kameraman, dll. Sebuah apresiasi lah buat mereka yang kerja di belakang layar sampe film ini jadi. Eh ada penampilan spesial juga dari the overtune.


Pesan yang gue dapet dari film ini adalah gue harus nyari pasangan orang bule, biar nanti anak gue kayak Cinta Laura. Lah. Pokoknya jangan malu atas siapa kita, dari manapun kita berasal, keturunan apapun kita, bahagia itu datang dari diri kita bukan orang lain. Toh orang lain yang ngebully belum tentu sebahagia kayak kita yang dibully. Toh, kalo jadi beda itu lebih asik. Asiknya lagi, walaupun Kokoh keturunan Cina yang ngga bisa bahasa Mandarin, Kokoh ngga se-ngenes kayak Raditya Dika di film-filmnya yang susah cari pacar. Iya kah Koh? Haha.


7.5/10 deh Koh buat Film Ngenest. Yeah!