I’m
back!
Akhirnya
nulis lagi.
Kali
ini gue mau bahas film yang baru aja gue tonton, Aruna dan Lidahnya.
Penasarannya sama film setelah setelah cast
filmnya dateng ke kantor beberapa hari lalu untuk promo film. Penasaran
aja, soalnya director film si Edwin yang kemaren abis menang FFI di film
Posesif yekan.
(google.com)
Oke
kita bahas.
Buat
yang belum nonton, trailernya bisa liat disini…
Aruna
dan Lidahnya ini bercerita tentang, seorang cewek ahli wabah namanya Aruna
(Dian Sastro) yang ditugaskan untuk memecahkan masalah flu burung yang
menjangkit beberapa orang di sekitar empat kota. Ya semacam investigasi lah ya.
Disini, Aruna ditemenin sama Bono (Nicholas Saputra) sahabat Aruna yang juga
seorang chef. Dan ternyata sesampainya di lokasi, ada orang yang ikut campur
tugas Aruna yang ngga lain adalah mantan rekan kerjanya dulu, Farish (Oka
Antara). Dan ada satu tambahan sahabat Aruna lagi, namanya Nad (Hannah Al
Rasyid) yang berprofesi sebagai kritikus makanan. Mulailah pertualangan mereka
disini.
Aruna,
Bono dan Nad, suka banget yang namanya icip-icip
makanan. Jadi tugas kali ini mereka manfaatkan betul buat nyicipin makanan di
kota-kota yang mereka singgahi. Bono bahkan udah buat list warung makan yang
wajib dikunjungi.
Makanan
demi makanan inilah yang mengantarkan cerita ini. Karena sebagaian besar adegan
dilakukan saat mereka makan. Dijamin ngiler sih, apalagi sama Mie Pontianak
kalo gue. Uh.
Yang
Gue Suka?
Film
ini jujur, dekat dan asik. Gue suka dialog-dialog dalam film ini, semuanya
natural dan sederhana. Yang pasti sangat dekat dengan yaaa, pekerja milenial
ibukota dengan segala problematikanya. Apalagi yang usia 25-30an gitu.
Bercandaanya, semuanya dekat. Jujur gue ngga baca buku aslinya, tapi ceritanya
menurut gue keren. Dan penulis naskahnya lebih keren, karena betapa sulitnya
menerjemahkan teks ke visual film. Good job!
Semua
karakternya hidup. Gue sebenernya ngga suka-suka banget sama Dian Sastro.
Karena apa ya, karena menurut gue filmnya ngga banyak, dan sekalinya ada,
perannya ngga signifikan menurut gue. Kalo disini sih Dian, manis banget. Kocak
dan tolol. Gue ngga nyangka film ini sebegitu lucu. Dan emang pas diperankan
oleh Dian.
Disamping
Aruna, ada 3 tokoh yang menghidupi film ini. Ada Bono, Farish dan Nad. Mereka
memberi kekuatan di masing-masing karakter. Kalo sering liat Nicholas serius
terus di film, disini dia bisa jadi sahabat yang hangat sekaligus lucu. Dan
Nad, ini film dia yang pertama (kalo engga salah) yang gue tonton. Dan, oke.
Nah ini, Oka Antara. Gue suka banget. Yang membantu Dian bisa semanis itu ya
Oka. Sok cool dan nyebelin disaat bersamaan. Pantes sih kalo dibilang, Aruna
bisa ‘naksir-gemes’ sama ini orang. Aj komplit.
Edwin
berhasil membuat semua karakternya kuat dan hidup. Ya kayak makanan aja, meski
satu ada yang rasanya pahit, manis, asem atau pedes, tapi saling melengkapi.
Set,
gambar dan semua elemen visual lumayan lah. Cukup memuaskan.
Ya,
menurut gue lo bakal senyum-senyum sih sepanjang film. Sepanjang film, yakin
gue. Ini bukan cerita cinta norak dan ngga pake drama.
Ditambah soundtrack-nya juga asik. Musik 90an yang diaransemen ulang.
Ditambah soundtrack-nya juga asik. Musik 90an yang diaransemen ulang.
Yang Gue Ngga Suka?
Gue
terganggu sama dubbing dialog. Entah di lapangan audio ngga maksimal atau
gimana, yang jelas banyak banget dubbingan dialog yang menurut gue ganggu. Keliatan
banget gitu maksudnya.
Dan mungkin
isu flu burung kali ya, agak ngga relevan di tahun ini. Mungkin dulu iya pas
novel ini dibuat.
Selain
itu ada shoot yang diambil mirip
dalam waktu yang berdekatan. Jadi, eyaaa aja gitu. Haha
Yang pasti, gue suka film ini. Gue suka beberapa aspek kehidupan yang
digiring ke filosofi makanan. Ya, ngomongin budaya ngga usah juga yang
berat-berat kali ya. Toh kuliner salah satu produk budaya. Mulai dari asal
makanan itu, sampe kepada bagaimana menikmati makanan itu sendiri. Apa aja yang
diobrolkan selama makan, dan bersama siapa makanan itu dinikmati. Gitu-gitulah. Film ini manis sebegitunya. Udah dibuat laper, baper lagi yekan.
Buat
yang belum nonton, segeralah ke bioskop selagi ada. Jangan sampe nunggu di TV
tolong! Jangan misqin amat kalo jadi orang.
Closing statement gue adalah, ‘emang
lidahnya Aruna kenapa ya?’ itu yang gue dapet jawabannya sampe akhir film.
Haha.
Happy
Watching.
Aruna
dan Lidahnya: 8/10.