Diajak nonton Pai Kau, gue mikir ini film Cina atau Hongkong. Baca sinopsisnya biar gue bego-bego amat pun gue masih berasumsi ini film Cina. Setelah sampe
gedung bioskop, liat poster dengan jelas,
Oh
ini Film Indonesia…
Ini
film drama, iya. Tapi sesungguhnya adalah Thriller yang dibumbui drama, menurut
gue.
Dari
poster sudah nampak, bahwa ceritanya adalah soal pernikahan. Iya, prosesi
pernikahan Tionghoa.
Film
dibuka dengan ekstrim shoot yang membuat gue takjub. Keberanian sutradara
menempatkan gambar, bahkan dalam adegan awal kita sudah dibuat tertawa. Sangat
jelas apa yang dimaksud: sensualitas wanita. Ini yang menjadi kunci cerita
selanjutnya.
Siska
(Inike valentine) berniat balas dendam pada mantannya, Edy (Antony Xi) di hari
pernikahan Edy dan Lucy (Irina Chiu). Niat menggebunya untuk balas dendam tentu
saja ada alasannya. Bentuk pembalasan dendamnya dengan memutarkan CD (yang
sebenarnya gue ngga tau isinya apa, yang jelas bisa menghancurkan pernikahan
Edy dan Lucy). Pendek cerita, Siska menjadi Bridesmaid, dalam pernikahan mereka
karena Siska mengaku sebagai sepupu Edy.
(sumber: google.com)
Betapa
‘peran’ Bridesmaid sangat sukses dalam keberlangsungan cerita. Begitupun
terjadi kini, bagaimana Bridesmaid adalah gengsi yang menjadi keharusan.
Pertanyaan,
berhasilkah pembalasan dendam itu?
Harus nonton.
Harus nonton.
Setelah
tulisan ini terbit, gue pesimis film ini masih tayang di bioskop.
Dan
jika masih, kalian harus nonton. Ini film yang unik, dan berbeda. Tidak drama
menye-menye seperti Dilan, yang berhasil meraih 5.300.000 penonton lebih dalam
20 hari penayangannya.
Dalam
film ini beberapa kali ada adegan nakal yang boleh ditonton untuk usia 18 tahun
keatas.
Yang
paling gue suka dan membuat cerita film ini menarik adalah sebuah analogi Pai
Kau. Setelah gue searching, ternyata Pai Kau adalah sebuah permainan kartu
serupa domino adal Tiongkok.
Beberapa
kali muncul adegan permainan Pai Kau, seakan menegaskan sesuatu. Lagi-lagi gue
dibuat tak mengerti karena ternyata angka-angka yang muncul dalam kartu domino
itu memiliki simbol.
Dalam
cerita yang unik, ada banyak sekali kekurangan, misalnya acting tokoh yang
menurut gue tidak natural. Gue ngga ngerti apa memang karakter orang-orang
Tiongkok sekaku ini, atau sutradara yang tidak berhasil menggali dan
mengarahkan karakter pemainnya. Terlihat sekali sangat tidak natural, walau Lucy agak lumayan dan Edy-nya ganteng. Tapi
itu tidak cukup membantu.
Ayah Lucy, Koh Liem apalagi. Berperan sebagai seorang mafia, tidak membuat penonton
takut. Dialog sama anaknya ngga ada bedanya dialog sama rekan bisnis atau
musuhnya.
Yang
gue tangkep dari film ini adalah analogi dari Pai Kau itu sendiri, mirip dengan
sebuah pembalasan dendam. Kita tidak akan tau akhirnyanya akan seperti apa.
Kalo
aja sang sutradara, Sidi Saleh bisa lebih matang dan mampu mengeksplorasi peran
pemainnya, ini akan menjadi film yang mengagumkan dan mencuri perhatian publik.
(sumber: google.com)
Eh mungkin
juga tidak, karena kaum milenial sedang terbuai dengan pesona Dilan, sang panglima
tempur. Coba Dilan berantem sama Koh Liem, mafia kelas kakap. Tak akan ada proklamasi
cinta di akhir cerita Dilan. Haha.
Yang
mengejutkan lagi, adalah lagu ‘Aksi Kucing’ dari White Shoes and The Couple
Company yang hadir dalam film ini.
(sumber: google.com)
Sebaiknya
ditonton, agar kalian menjadi mantan yang bijak.