Tuesday, October 2, 2018

LAPER BAPER BARENG ARUNA


I’m back!
Akhirnya nulis lagi.

Kali ini gue mau bahas film yang baru aja gue tonton, Aruna dan Lidahnya. Penasarannya sama film setelah setelah cast filmnya dateng ke kantor beberapa hari lalu untuk promo film. Penasaran aja, soalnya director film si Edwin yang kemaren abis menang FFI di film Posesif yekan.

(google.com)

Oke kita bahas.

Buat yang belum nonton, trailernya bisa liat disini…


Aruna dan Lidahnya ini bercerita tentang, seorang cewek ahli wabah namanya Aruna (Dian Sastro) yang ditugaskan untuk memecahkan masalah flu burung yang menjangkit beberapa orang di sekitar empat kota. Ya semacam investigasi lah ya. Disini, Aruna ditemenin sama Bono (Nicholas Saputra) sahabat Aruna yang juga seorang chef. Dan ternyata sesampainya di lokasi, ada orang yang ikut campur tugas Aruna yang ngga lain adalah mantan rekan kerjanya dulu, Farish (Oka Antara). Dan ada satu tambahan sahabat Aruna lagi, namanya Nad (Hannah Al Rasyid) yang berprofesi sebagai kritikus makanan. Mulailah pertualangan mereka disini.

Aruna, Bono dan Nad, suka banget yang namanya icip-icip makanan. Jadi tugas kali ini mereka manfaatkan betul buat nyicipin makanan di kota-kota yang mereka singgahi. Bono bahkan udah buat list warung makan yang wajib dikunjungi.

Makanan demi makanan inilah yang mengantarkan cerita ini. Karena sebagaian besar adegan dilakukan saat mereka makan. Dijamin ngiler sih, apalagi sama Mie Pontianak kalo gue. Uh.

Yang Gue Suka?
Film ini jujur, dekat dan asik. Gue suka dialog-dialog dalam film ini, semuanya natural dan sederhana. Yang pasti sangat dekat dengan yaaa, pekerja milenial ibukota dengan segala problematikanya. Apalagi yang usia 25-30an gitu. Bercandaanya, semuanya dekat. Jujur gue ngga baca buku aslinya, tapi ceritanya menurut gue keren. Dan penulis naskahnya lebih keren, karena betapa sulitnya menerjemahkan teks ke visual film. Good job!

Semua karakternya hidup. Gue sebenernya ngga suka-suka banget sama Dian Sastro. Karena apa ya, karena menurut gue filmnya ngga banyak, dan sekalinya ada, perannya ngga signifikan menurut gue. Kalo disini sih Dian, manis banget. Kocak dan tolol. Gue ngga nyangka film ini sebegitu lucu. Dan emang pas diperankan oleh Dian.

Disamping Aruna, ada 3 tokoh yang menghidupi film ini. Ada Bono, Farish dan Nad. Mereka memberi kekuatan di masing-masing karakter. Kalo sering liat Nicholas serius terus di film, disini dia bisa jadi sahabat yang hangat sekaligus lucu. Dan Nad, ini film dia yang pertama (kalo engga salah) yang gue tonton. Dan, oke. Nah ini, Oka Antara. Gue suka banget. Yang membantu Dian bisa semanis itu ya Oka. Sok cool dan nyebelin disaat bersamaan. Pantes sih kalo dibilang, Aruna bisa ‘naksir-gemes’ sama ini orang. Aj komplit.

Edwin berhasil membuat semua karakternya kuat dan hidup. Ya kayak makanan aja, meski satu ada yang rasanya pahit, manis, asem atau pedes, tapi saling melengkapi.

Set, gambar dan semua elemen visual lumayan lah. Cukup memuaskan.

Ya, menurut gue lo bakal senyum-senyum sih sepanjang film. Sepanjang film, yakin gue. Ini bukan cerita cinta norak dan ngga pake drama.

Ditambah soundtrack-nya juga asik. Musik 90an yang diaransemen ulang.

Yang Gue Ngga Suka?
Gue terganggu sama dubbing dialog. Entah di lapangan audio ngga maksimal atau gimana, yang jelas banyak banget dubbingan dialog yang menurut gue ganggu. Keliatan banget gitu maksudnya.

Dan mungkin isu flu burung kali ya, agak ngga relevan di tahun ini. Mungkin dulu iya pas novel ini dibuat.

Selain itu ada shoot yang diambil mirip dalam waktu yang berdekatan. Jadi, eyaaa aja gitu. Haha

Yang pasti, gue suka film ini.  Gue suka beberapa aspek kehidupan yang digiring ke filosofi makanan. Ya, ngomongin budaya ngga usah juga yang berat-berat kali ya. Toh kuliner salah satu produk budaya. Mulai dari asal makanan itu, sampe kepada bagaimana menikmati makanan itu sendiri. Apa aja yang diobrolkan selama makan, dan bersama siapa makanan itu dinikmati. Gitu-gitulah. Film ini manis sebegitunya. Udah dibuat laper, baper lagi yekan. 

Buat yang belum nonton, segeralah ke bioskop selagi ada. Jangan sampe nunggu di TV tolong! Jangan misqin amat kalo jadi orang.

Closing statement gue adalah, ‘emang lidahnya Aruna kenapa ya?’ itu yang gue dapet jawabannya sampe akhir film. Haha.

Happy Watching.

Aruna dan Lidahnya: 8/10.