Setelah
kurang lebih 5 bulan di program IDEnesia, program soal seni, budaya dan
tradisi. Program yang dimana gue, bisa jalan-jalan ke beberapa tempat di
Indonesia, untuk melihat tradisi dan kehidupan masyarakat, gue lewatkan sia-sia
tanpa ditulis. Okay, mulai hari ini gue berjanji dengan diri gue sendiri,
kemana pun gue pergi untuk liputan, akan gue ceritakan di blog ini. Tolong
diingatkan ya, netijen budiman. Haha.
Nah,
yang sekarang gue akan ceritain itu soal perjalanan IDEnesia ke Jember seminggu
yang lalu. Bukan soal Kota Jember, tapi komunitas yang cukup unik di kecamatan
Ledokombo Kabupaten Jember.
Namanya,
Kampung Wisata Belajar Tanoker Ledokomo.
Jadi,
gue jelasin sedikit soal kampung belajar ini berdasarkan hasil wawancara gue
dengan penggagasnya. Awal mula keberadaan kampung wisata belajar ini karena
Bapak Suporahardjo dan istrinya,
harus balik ke Jember. Mereka tadinya tinggal di Jakarta, tapi karena Ibu dari
Pak Supo sakit, jadilah harus balik ke Jember, tepatnya di Ledokombo. Halaman di
rumah Pak Supo luas banget, jadi kadang-kadang beberapa anak tetangga sering
main ke rumahnya. Disana dulunya juga ada kebon kopi. Agar anak Pak Supo betah tinggal di desa kecil
ini, Pak Supo ngajarin mereka main Egrang. Sebuah permaianan tradisonal dengan
memakai media bambu. Dilihatlah yekan sama tetangga-tetangga, jadilah Pak Supo
buatin anak-anak yang mau ikutan main Egrang. Sesederhana itu awalnya. Nah katanya
juga, ternyata di desa Ledokombo ini, banyak orang-orang tua jadi buruh migran
ke luar negeri. Jadilah si anak-anak cuma dirawat sama kakek-nenek mereka. Makanya,
main ke rumah tetangga itu udah biasa.
Makin
lama, makin banyak anak yang dateng ke rumah Pak Supo dan minta diajarin main
Egrang. Sampe-sampe suatu ketika Pak Supo ngadain lomba Egrang di tahun 2010
yang jumlahnya sekitar 30 peserta. Inilah cikal bakal festival Egrang yang
terkenal itu di Jember, kalo kalian tahu. Pak Suporahadjo lah penggagasnya. Dan
baru-baru ini, dari kementrian pariwisata menganugerahi penghargaan salah satu Tokoh
Pancasila (kalo gue ngga salah) atas jasanya menggerakkan anak-anak untuk
pelestarian kegiatan kebudayaan dan juga karena belio seorang Sosialpreneur.
(sumber: tanoker.org)
(sumber: tanoker.org)
(sumber: tanoker.org)
Mengalami
berbagai proses dan perkembangan, disini bukan cuma ada Egrang, tapi juga
permainan tradisional yang lain, termasuk juga belajar menari tapi pake Egrang
juga. Gimana tuh. Haha. Pokoknya anak-anak disini keren banget. Kata Pak Supo,
merekalah yang membuat gerakan tarian sendiri, ngajarin Egrang ke anak-anak
lain yang baru masuk. Ngga ada guru sama sekali. Pak Supo pernah bilang, ‘disini
anak-anak bisa berkreasi sendiri, mau ngapain silakan. Saya hanya mengawasi dan
menyediakan tempat’.
(sumber: tanoker.org)
(sumber: tanoker.org)
Dipojokan
tempat ini juga ada Perpustakaan dengan berbagai koleksi buku, mulai dari
komik, ensiklopedi, sama buku resep masakan. Ada juga kolam renang di belakang
halamannya, dulu sebelum kolam renangnya berbayar kayak sekarang. Pak Supo
mewajibkan anak-anak yang mau renang, harus membaca buku dulu baru boleh
renang. Nah, karena sekarang peminatnya banyak, jadi untuk biaya perawatan Pak
Supo membebankan biaya, baik untuk yang mau renang atau yang ikut berbagai
kegiatan di Kampung Wisata Belajar ini. Ngga mahal kok, untuk informasi lengkapnya
kalian bisa buka www.tanoker.org. Disana lengkap ada jenis kegiatan hingga
pembayarannya.
Sadar
akan potensi wisata yang muncul, dengan adanya kegiatan budaya di Kampung
Wisata Belajar Tanoker ini, beberapa rumah di sekitar lokasi membuka
penginapan. Karena kadang ada juga lho, wisatawan luar negeri yang dateng
berkunjung dan menginap di lokasi ini beberapa hari. Bahkan para ibu-ibu juga
siaga masak, kalo misal ada group yang dateng. Pokoknya keren dah ah.
Ada juga
barang kerajinan, yang dibuat oleh mantan ibu-ibu migran. Jadi ibu-ibu yang
udah ngga mau keluar negeri lagi cari kerja, mereka buat segala jenis kerajinan
buat oleh-oleh wisatawan. Kata Pak Supo penghasilannya lumayan, mulai 600 ribu
sampe jutaan perbulan.
Pas gue
masuk sini dengan tim, itu sambutannya hangat banget. Gue dikasi topi janur
ala-ala gitu. Wajib dipake kalo main ke Tanoker, katanya. Liat anak-anak
belajar tari sambil main Egrang. Terus ada yang sibuk di perpustakaan, dan
setelah kegiatan itu mereka cebar-cebur di kolam renang. Pak Sapo mah cuma
ketawa dipinggir kolam sambil liatin anak-anak. Kadang si bapak juga ngajarin
renang.
Beda
sama di kota yang anak-anaknya pada main gadget semua. Kalo disini anak-anaknya
menikmati waktu ya sebagai anak-anak beneran. Nyobain main Egrang, ngga takut
jatuh. Ohya, tiap bulan disini juga ada kegiatan kayak outbond gitu. Lokasinya ngga
jauh dari kampung wisata ini. Kegiatannya juga ngga kalah seru, ada pasar
lumpur, bertani, susur sungai, tanocraft, malam tanpa lampu dan masih banyak
lagi.
Gimana
udah tertarik belum buat ikut kegiatannya?
Ngga
cuma anak-anak loh ya, kalo misal kalian group gitu bisa diatur juga untuk
kegiatannya. Kalo gue sih tertarik buat dateng lagi pas Festival Egrangnya
nanti.
Oya,
ada hal penting kata Pak Supo. Egrang ini sebenernya bagus banget buat melatih
anak-anak. Melatih emosi, teamwork, dan keseimbangan. Mereka yang udah bisa
main Egrang, punya rasa percaya diri yang lebih besar. Selain tentunya sehat
fisiknya ya. Karena belajar berdiri aja bikin capek lo, gimana kalo jalan. Apalagi
nari, wooh.
Nah,
ada fakta penting soal Egrang. Kalian tau ngga darimana asalnya? Jember?
Indonesia? Yang jawab iya, kalian salah besar.
Ternyata
Egrang itu ngga cuma ada di Indonesia, tapi di berbagai belahan dunia. Cuma nama
dan jenis Egrangnya beda. Ada yang dari bambu atau besi, atau bentuknya juga
beda. Ada yang dipegang tangan, ada juga di kaki doang. Jadi siapa yang mau
klaim, ya engga bisa.
Okay,
sekian dulu dari gue di Tanoker kali ini. Jangan lupa kalo ada rejeki lebih
bisa mampir-mampir kesini. Ngga ada ruginya deh.