Thursday, June 6, 2019

Berkunjung ke Bima, Kota Eksotis di Pulau Sumbawa


Perjalanan Idenesia kali ini membawa saya ke Bima, sebuah kota kecil di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Dari Jakarta, perjalanan ke Bima bisa ditempuh menggunakan pesawat terbang dalam waktu sekitar 5 jam, sudah termasuk waktu untuk transit di Bandara Ngurah Rai Bali.

Sesaat sebelum landing di Bandara M. Salahuddin Bima, sempatkan melihat ke jendela, karena kalian akan disuguhkan pemandangan menawan alam Bima. Ada gunung, bukit, sawah, pantai, lengkap semua.


Tidak jauh dari Bandara Salahuddin Bima, kalian bisa mampir ke Museum Asi Mbojo.


Museum ini dulunya adalah Istana Kesultanan Bima, yang dibangun tahun 1927 hingga 1929. Istana Kesultanan Bima ini beberapa kali mengalami perubahan fungsi, terutama setelah wafatnya Sultan Muhammad Salahuddin.

Baru di tahun 1986 Bupati Bima yang menjabat saat itu, Umar Harun, mengusulkan agar istana digunakan sebagai museum. Di dalam museum terdapat baju adat Bima, baju yang digunakan Sultan Bima. Ada pula alat pertanian, keris, benda pustaka, dan foto bersejarah.






Yang menarik dalam museum ini adalah adanya kamar Bung Karno. Jadi diceritakan di tahun 1950, Bung Karno pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Bima dan menginap di Istana Kesultanan Bima.

Menurut cerita dari bapak yang jaga museum, Bung Karno sendiri dan Sultan M. Salahuddin memiliki kedekatan. Bahkan katanya dulu, Bima termasuk daerah yang hampir menyandang predikat daerah istimewa. Ya karena masalah politik dan lain hal, makanya ngga jadi.








Dengan berkeliling museum, kalian akan melihat bagaimana peradaban masyarakat di Bima. Lengkap dengan silsilah kesultanan Bima dari pertama sampai terakhir, termasuk pula bagaimana asal nama Bima itu sendiri. Jangan takut nanya sama yang jaga ya, si bapak akan dengan senang hati ngasi tau.

Satu lagi yang harus ditaati sebelum masuk museum, yaitu buka alas kaki. Karena museum ini dulunya adalah istana, pengunjung pun patut menjaga kebersihan dan kesucian tempat. Ada beberapa kali kejadian lah yang dialami turis karena masih bandel. Ada baiknya kita percaya.

Setelah museum, lokasi selanjutnya yang harus dikunjungi adalah Uma Lengge. Apa itu?


Nah, Uma Lengge ini dulunya adalah rumah tinggal masyarakat Bima. Namun seiring perkembangan jaman, Uma Lengge ini sekarang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi oleh masyarakat.



Uma sendiri artinya rumah, dan Lengge artinya mengurucut. Jadi bentuk Uma Lengge ini mengerucut dibagian atapnya. Bangunan Uma Lengge ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu lantai pertama (bagian bawah) untuk menerima tamu. Lantai kedua untuk tempat tidur dan dapur. Sedangkan di lantai tiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan.

Sangat perlu untuk diketahui. Uma Lengge yang sekarang berfunsgi sebagai lumbung padi ini melambangkan kecerdasan masyarakat Bima dalam mengelola sumber daya alam, loh. Misalnya padi disimpan jauh dari rumah, agar supaya seandainya rumah mereka terbakar atau terkena bencana, mereka masih bisa menyelamatkan padi sebagai bahan makanan. Selanjutnya dari struktur bangunan. Uma Lengge ini terbuat dari kayu, ada yang beratap alang-alang dan seng. Dibuat sedemikian rupa agar tikus ngga bisa masuk untuk mencuri padi.


Jika beruntung dan sedang ada banyak turis, ada satu tarian yang digunakan untuk menyambut tamu yaitu ‘Tari Wura Bongi Manca’. Penari akan menaburkan beras kuning kepada tamu yang datang sebagai wujud penghormatan dan kemakmuran. Wow!


Waktu itu, disini saya juga mendapat kesempatan untuk melihat proses pembuatan makanan tradisional Bima. Cuma ngga sempet nyobain langsung, karena sibuk grabag-grubug untuk shooting.



Setelah melakukan wisata budaya di Uma Lengge, mari kita melihat wisata alam yang menggoda, yaitu Pantai. Pantai yang saya kunjungi namanya Pantai Lariti. Pantai Lariti ini letaknya di selatan Kabupaten Bima, yaitu di Desa Soro. Kondisi pantai yang masih sepi, membuat kalian bisa sepuasnya menikmati panorama pantai.



Yang terkenal di Pantai Lariti ini adalah hamparan pasir yang membelah laut. Keren ngga tuh? Jadi ada pulau gitu ngga jauh dari pantai. Sayang banget pas saya kesana air lautnya lagi pasang. Jadi ngga bisa lari-lari lucu gitu sambil difoto.

Ohya, jarak dari Kota Bima ke pantai ini lumayan jauh. Butuh waktu sekitar 1,5 jam sih kalo engga salah. Tapi kalian ngga bakal rugi sih. Karena selain pantai yang oke punya, perjalanan menuju pantai pemandangannya ngga kalah indah.




Satu lagi yang ngga bisa dilewatkan kalo ke Bima, beli oleh-oleh Tenun khas Bima. Lokasi yang saya kunjungi itu di Koperasi Nur Sakura, unit usaha milik ibu-ibu rumah tangga gitu. Jadi disini anggota koperasi adalah pengerajin tenun, yang nantinya hasil kain akan dijual. Ada banyak warna dan jenis tenun, cuma yang paling terkenal disini adalah motif zig-zag (bukan ziggi zagga) motif khas Bima.


Harganya terjangkau dan produknya ngga cuma kain doang. Dari kaos, tas sampe dompet juga ada.




Nah, yang unik itu justru si penenun. Ada beberapa penenun yang masih pake ‘rimpu’, kayak kerudung sarung gitu. Dulu sebelum ada jilbab, bu-ibu pakenya rimpu. Tapi karena udah ada hijab, mulai bergeser pemakaian rimpu ini. Tapi beberapa masih ada yang pake kok.



Kalo masih ada waktu, sempatkan melihat sunset yang indah di Pantai Kalaki. sunset disini indah banget.


Cuma sayang, masyarakat di Bima kurang peduli sama lingkungan. Masih banyak banget yang buang sampah sembarang, apalagi sampah plastik. Di beberapa pantai Bima juga udah kotor. Tidak elok.


Gue sendiri melihat langsung gimana warga buang sampat ke laut. Dengan tampang tidak berdosa, warung-warung dipinggir pantai itu buang sampah ke laut. Pas mau ambil hp buat foto, udah ilang tuh ibu-ibu. Sayang banget.

Karena waktu yang tidak banyak, gue ngga bisa mengunjungi tempat wisata Bima yang lain. Masih ada Gunung Tambora yang katanya butuh waktu sekitar 4 jam dari Kota Bima. Gunung Sanghyang, juga. Lain kali kalo ada waktu dan rejeki, pasti akan disinggahi.

Jadi posisi Kota Bima itu pas banget di teluk, di Pulau Sumbawa. Nah itu yang buat Kota Bima kayak dikelilingi pantai, kalian bisa liat gunung dari seberang pantai pula.

(sumber: google.com)

Semua di Bima indah, tak terkecuali langitnya. Super indah.


Sekian cerita gue kali ini, semoga membantu buat yang ingin melakukan perjalanan ke Bima. Yang gue sayangkan dari Bima ini adalah pengelolaan potensi wisata sih. Ada banyak yang bisa jadi tempat wisata, tapingga dimanfaatkan maksimal.  Tata ruang Kota Bima sendiri menurut gue tidak rapi. Mungkin saran ini bisa jadi bahan pertimbangan pemda setempat ya.

Jika kota Bima memiliki tata ruang yang baik, akses wisata yang memadai, dan bersih dari sampah platik, ya pasti akan ada banyak turis yang datang. Dan ini akan menguntungkan untuk masyarakat Bima pada umumnya.

Dah!