Perjalanan Idenesia kali ini membawa saya ke
Bima, sebuah kota kecil di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Dari
Jakarta, perjalanan ke Bima bisa ditempuh menggunakan pesawat terbang dalam
waktu sekitar 5 jam, sudah termasuk waktu untuk transit di Bandara Ngurah Rai
Bali.
Sesaat
sebelum landing di Bandara M.
Salahuddin Bima, sempatkan melihat ke jendela, karena kalian akan disuguhkan
pemandangan menawan alam Bima. Ada gunung, bukit, sawah, pantai, lengkap semua.
Tidak
jauh dari Bandara Salahuddin Bima, kalian bisa mampir ke Museum Asi Mbojo.
Museum
ini dulunya adalah Istana Kesultanan Bima, yang dibangun tahun 1927 hingga
1929. Istana Kesultanan Bima ini beberapa kali mengalami perubahan fungsi,
terutama setelah wafatnya Sultan Muhammad Salahuddin.
Baru
di tahun 1986 Bupati Bima yang menjabat saat itu, Umar Harun, mengusulkan agar
istana digunakan sebagai museum. Di dalam museum terdapat baju adat Bima, baju
yang digunakan Sultan Bima. Ada pula alat pertanian, keris, benda pustaka, dan
foto bersejarah.
Yang
menarik dalam museum ini adalah adanya kamar Bung Karno. Jadi diceritakan di
tahun 1950, Bung Karno pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Bima dan
menginap di Istana Kesultanan Bima.
Menurut
cerita dari bapak yang jaga museum, Bung Karno sendiri dan Sultan M. Salahuddin
memiliki kedekatan. Bahkan katanya dulu, Bima termasuk daerah yang hampir
menyandang predikat daerah istimewa. Ya karena masalah politik dan lain hal,
makanya ngga jadi.
Dengan
berkeliling museum, kalian akan melihat bagaimana peradaban masyarakat di Bima.
Lengkap dengan silsilah kesultanan Bima dari pertama sampai terakhir, termasuk
pula bagaimana asal nama Bima itu sendiri. Jangan takut nanya sama yang jaga
ya, si bapak akan dengan senang hati ngasi tau.
Satu
lagi yang harus ditaati sebelum masuk museum, yaitu buka alas kaki. Karena
museum ini dulunya adalah istana, pengunjung pun patut menjaga kebersihan dan
kesucian tempat. Ada beberapa kali kejadian lah yang dialami turis karena masih
bandel. Ada baiknya kita percaya.
Setelah
museum, lokasi selanjutnya yang harus dikunjungi adalah Uma Lengge. Apa itu?
Nah,
Uma Lengge ini dulunya adalah rumah tinggal masyarakat Bima. Namun seiring
perkembangan jaman, Uma Lengge ini sekarang digunakan sebagai tempat
penyimpanan padi oleh masyarakat.
Uma
sendiri artinya rumah, dan Lengge artinya mengurucut. Jadi bentuk Uma Lengge
ini mengerucut dibagian atapnya. Bangunan Uma Lengge ini dibagi menjadi 3
bagian, yaitu lantai pertama (bagian bawah) untuk menerima tamu. Lantai kedua
untuk tempat tidur dan dapur. Sedangkan di lantai tiga digunakan untuk
menyimpan bahan makanan.
Sangat
perlu untuk diketahui. Uma Lengge yang sekarang berfunsgi sebagai lumbung padi
ini melambangkan kecerdasan masyarakat Bima dalam mengelola sumber daya alam,
loh. Misalnya padi disimpan jauh dari rumah, agar supaya seandainya rumah
mereka terbakar atau terkena bencana, mereka masih bisa menyelamatkan padi
sebagai bahan makanan. Selanjutnya dari struktur bangunan. Uma Lengge ini
terbuat dari kayu, ada yang beratap alang-alang dan seng. Dibuat sedemikian
rupa agar tikus ngga bisa masuk untuk mencuri padi.
Jika
beruntung dan sedang ada banyak turis, ada satu tarian yang digunakan untuk
menyambut tamu yaitu ‘Tari Wura Bongi Manca’. Penari akan menaburkan beras
kuning kepada tamu yang datang sebagai wujud penghormatan dan kemakmuran. Wow!
Waktu
itu, disini saya juga mendapat kesempatan untuk melihat proses pembuatan
makanan tradisional Bima. Cuma ngga sempet nyobain langsung, karena sibuk grabag-grubug untuk shooting.
Setelah
melakukan wisata budaya di Uma Lengge, mari kita melihat wisata alam yang
menggoda, yaitu Pantai. Pantai yang saya kunjungi namanya Pantai Lariti. Pantai
Lariti ini letaknya di selatan Kabupaten Bima, yaitu di Desa Soro. Kondisi
pantai yang masih sepi, membuat kalian bisa sepuasnya menikmati panorama
pantai.
Yang
terkenal di Pantai Lariti ini adalah hamparan pasir yang membelah laut. Keren ngga
tuh? Jadi ada pulau gitu ngga jauh dari pantai. Sayang banget pas saya kesana
air lautnya lagi pasang. Jadi ngga bisa lari-lari lucu gitu sambil difoto.
Ohya,
jarak dari Kota Bima ke pantai ini lumayan jauh. Butuh waktu sekitar 1,5 jam
sih kalo engga salah. Tapi kalian ngga bakal rugi sih. Karena selain pantai
yang oke punya, perjalanan menuju pantai pemandangannya ngga kalah indah.
Satu
lagi yang ngga bisa dilewatkan kalo ke Bima, beli oleh-oleh Tenun khas Bima. Lokasi
yang saya kunjungi itu di Koperasi Nur Sakura, unit usaha milik ibu-ibu rumah
tangga gitu. Jadi disini anggota koperasi adalah pengerajin tenun, yang
nantinya hasil kain akan dijual. Ada banyak warna dan jenis tenun, cuma yang
paling terkenal disini adalah motif zig-zag (bukan ziggi zagga) motif khas Bima.
Harganya
terjangkau dan produknya ngga cuma kain doang. Dari kaos, tas sampe dompet juga
ada.
Nah,
yang unik itu justru si penenun. Ada beberapa penenun yang masih pake ‘rimpu’,
kayak kerudung sarung gitu. Dulu sebelum ada jilbab, bu-ibu pakenya rimpu. Tapi
karena udah ada hijab, mulai bergeser pemakaian rimpu ini. Tapi beberapa masih
ada yang pake kok.
Kalo
masih ada waktu, sempatkan melihat sunset yang indah di Pantai Kalaki. sunset disini indah banget.
Cuma
sayang, masyarakat di Bima kurang peduli sama lingkungan. Masih banyak banget
yang buang sampah sembarang, apalagi sampah plastik. Di beberapa pantai Bima
juga udah kotor. Tidak elok.
Gue
sendiri melihat langsung gimana warga buang sampat ke laut. Dengan tampang
tidak berdosa, warung-warung dipinggir pantai itu buang sampah ke laut. Pas mau
ambil hp buat foto, udah ilang tuh ibu-ibu. Sayang banget.
Karena
waktu yang tidak banyak, gue ngga bisa mengunjungi tempat wisata Bima yang
lain. Masih ada Gunung Tambora yang katanya butuh waktu sekitar 4 jam dari Kota
Bima. Gunung Sanghyang, juga. Lain kali kalo ada waktu dan rejeki, pasti akan
disinggahi.
Jadi
posisi Kota Bima itu pas banget di teluk, di Pulau Sumbawa. Nah itu yang buat
Kota Bima kayak dikelilingi pantai, kalian bisa liat gunung dari seberang
pantai pula.
(sumber: google.com)
Semua
di Bima indah, tak terkecuali langitnya. Super indah.
Sekian
cerita gue kali ini, semoga membantu buat yang ingin melakukan perjalanan ke
Bima. Yang gue sayangkan dari Bima ini adalah pengelolaan potensi wisata sih. Ada
banyak yang bisa jadi tempat wisata, tapingga dimanfaatkan maksimal. Tata ruang Kota Bima sendiri menurut gue tidak
rapi. Mungkin saran ini bisa jadi bahan pertimbangan pemda setempat ya.
Jika
kota Bima memiliki tata ruang yang baik, akses wisata yang memadai, dan bersih
dari sampah platik, ya pasti akan ada banyak turis yang datang. Dan ini akan
menguntungkan untuk masyarakat Bima pada umumnya.
Dah!