Saturday, December 19, 2015

Nayla




Keisengan setelah beribadah mampir ke Gramedia, berbuah gue akhirnya beli beberapa buku diskonan yang harga cukup murah. Buku lama sih, cuman lumayan dapet 10.000, kan lagi kan. Buku yang gue beli itu ada 3 macam, tapi salah satu bukunya, buku mbak Djenar Maesa Ayu yang judulnya, ‘T(w)ITIT!’. Buku terbitan tahun 2012, tapi masih enak dibaca sampe sekarang.

Gue tau Mbak Djenar itu seorang penulis, sutradara juga, pernah denger judul tulisannya ‘Mereka Bilang, Saya Monyet’, tapi gue sama sekali belum pernah baca buku karya Mbak Djenar. Duh, sedih. Maka dari itu, di momen diskonan ini, gue pengen mengenal Mbak Djenar lebih jauh lewat bukunya.

T(w)ITIT! adalah buku kumpulan cerpen yang terbit di tahun 2012, dan sudah mencapai cetakan ketiga. Buku ini berisikan 99 halaman pas, dengan 11 judul cerpen di dalamnya. Gue sendiri cuma butuh waktu sekitar sejam untuk menghabiskan membacanya. Untung cuma 10 ribu, ada perasaan gitu. Haha.

Dari semua cerita pendek yang ada dalam buku ini menceritakan tokoh dengan nama yang sama, yaitu Nayla. Awalnya gue sempet mikir, kenapa ngga judulnya Nayla aja. Soalnya kesemua cerita dinamai Nayla. Tapi kalo gitu, jadi ngga seru dong. Iya toh Mbak?

Bahasa yang dipake Mbak Djenar itu apik tenan, sastra banget lah. Banyak kalimat yang memiliki akhiran yang sama. Pengucapan yang sama. Padu. Gue awalnya ngira, cerita satu ke cerita lainnya itu nyambung. Soalnya masih saru dengan nama tokoh yang sama. Ditambah Mbak Djenar ini pinter sekali buat ending, ngga terduga. Bisa juga dia nyambung ke cerita berikutnya, bisa juga engga. Bingung dan penasaran jadi satu. Kok kayak sikapmu, padaku? *elaah.

Oya, dari nama tokoh Nayla ini sudah jelas cerita yang diangkat seputar wanita. Ada beberapa cerpen yang membuat gue tersentuh. Misalnya judulnya, ‘Nayla’, eh pas banget Nayla judul cerpennya. Dalam cerpennya itu diceritakan seorang anak yang bernama Nayla, yang saat berusia 7 tahun setengah, harus kehilangan sosok ayahnya. Ayah Nayla adalah seorang pegawai di kantor, yang dipecat karena ketauan melakukan maksiat di tempat kerjanya. Kemudian sang ayah kabur dari rumah, hingga akhirnya ayahnya jatuh miskin gara-gara berjudi dan memilih menceraikan istrinya, ibu Nayla.

Uniknya, Mbak Djenar mengangkat yang bersalah dimata Nayla tidak seperti kebanyak orang. Biasanya kan pasti cowok yang salah. Itu hukum alam. Haha. Tapi disini, menurut Nayla yang salah adalah ibunya sendiri. Kenapa? Karena penampilan ibunya yang dia anggap sangat tidak pantas menjadi ibu rumah tangga.
“….Suami mana yang tak akan jemu jika setiap hari menemukan istrinya berpenampilan tak ubahnya babu”.
Kejam sih, ya mau bagaimana lagi, begitu keadannya. Ini sempat membuat gue mikir, berat sekali tugas ibu rumah tangga. Mengurus rumah tangga, merawat anak, selalu terlihat cantik seperti apa yang suami mau.

Akhirnya Nayla harus menerima keadaan dimana ia dan ibunya kekurangan uang tanpa nafkah dari ayahnya. Mulailah masa sulit-sulit itu. Yang membuat gue geram, Nayla jadi semakin kesal dengan ibunya.

Kekesalan Nayla memudar ketika, sang ibu mampu memberikan nayla sedikit rejeki untuk hidupnya sehari-hari. Dengan apa? Kini ibu Nayla mulai bersolek, mempercantik penampilan, untuk menjual diri. Miris.

Nayla menyadari tidak ada yang harus ia tuntut lagi. Bahkan rok sekolah merahnya sudah diatas tumit. Nayla tidak ingin membebani ibunya dengan membeli rok baru. Toh sebentar lagi ia akan naik SMP. Nayla juga tidak ingin ibunya tau, jika ia ditegur guru karena rok seragamnya sudah diatas tumit sehingga bisa menimbulkan nafsu.

Dilanjutkan, ibu Nayla menerima selembar surat di tangannya. Matanya basah, saat petugas mengatakan bahwa anaknya harus tinggal semalam demi menuntaskan pemeriksaan atas kasus pemerkosaan yang dialaminya dalam angkutan umum, karena keterangan saksi mengenai rok Nayla yang di atas tumit harus benar-benar diusut demi terlaksananya keadilan dalam penegakan hukum.

Gue sendiri tertegun. Bingung harus merespon apa. Seorang anak SD yang harus menerima hukuman atas ke-tau-diri-an  dari kondisi keluarganya. Kerelaan sang ibu yang harus membiayai anaknya harus dibayar dengan itu. Hidup memang tak lucu.

Itu baru satu dari banyak cerita haru yang disajikan Mbak Djenar. Ada 10 cerita lagi yang mampu menganduk emosi.

Gue sendiri baru ‘nggeh’ kalo Nayla ini sama sekali tidak nyambung antara satu cerita dengan cerita lainnya di cerpen ketiga. Saking membingungkannya. Hehe. Kadang, gue juga agak terganggu dengan sajak yang muncul di setiap cerpen ini. Indah sih, tiap kalimat berakhiran kata atau pengucapan yang sama, tapi kadang agak janggal juga arti kalimatnya.

Tapi isi dari cerita-cerita ini ada yang mengandung kritikan. Terutama seperti judulnya, T(w)ITIT! yang menyerukan bahwa status twitter seseorang kadang diterima oleh orang yang salah.


Kumpulan cerpen dari Mbak Djenar lumayan jadi bahan begadang, padahal harus kerja hari di minggu. Gue jadi tertarik buat baca novel Mbak Djenar yang lain. Semoga dapet diskonan lagi. Hehe.

Production Development Program (PDP) Part 2

Lama ya jeda dari part 1 ke part 2, ini sangat tidak disengaja. Semua karna jadwal gue ‘agak’ padet. Kenapa agak? Ya, gue belom mau sombong. Hahha.

Oke, gue bakal lanjutin tahapan seleksi Production Development Program (PDP) di Metro TV yang pernah gue ikutin. Tahap psikotes udah gue jelasin postingan sebelumnya, sekarang kita lanjut ke tahap berikutnya. Pas tahap seleksi kemaren, untuk lolos ke tahap selanjutnya gue dikasi tau beberapa menit setelah menyelesaikan tes psikotes. Iya beberapa menit doang. Bahkan ada yang belom selesai. Jadi tiap kita selesai ngerjain soal psikotes langsung dinilai oleh staff HRD. Gue juga kaget kenapa cepet banget.

Interview User
Apa sih interview user? Ini menurut gue yah, interview user itu pelamar akan di wawancarai oleh kepala divisi yang membidangi bagian yang dia pilih. Kayak kemaren gue di Metro TV, gue diwawancari oleh tiga orang Executive Producer. Secara bergantian, bahkan berebutan mereka akan bertanya.

Kemaren sih gue bingung mereka siapa, gue cuma dikasi tau sama staff HRD kalo tahap selanjutnya adalah interview user. Gue ngga sempet nanya, usernya siapa dan menjabat sebagai apa. Boro-boro, kenal temen yang duduk sebelah aja udah syukur. Haha. Waktu itu dari sekitar 50 orang yang ikut psikotes, setengahnya masuk ke tahap ini. Kita disuruh nunggu dalam suatu ruangan, baru dipanggil satu-persatu.

Ini gue ngga sepenuhnya inget apa yang ditanya ya, gue cuma inget beberapa pertanyaan yang mungkin nanti bisa membantu kalian mempersiapkan diri sebelum di wawancara.

Pas masuk ruangan, ada tiga orang user yang mempersilahkan gue duduk. Posisinya kayak sidang skripsi deh, cuma kita duduk ngga berdiri. Nah, kalian disuruh memperkenalkan diri, jurusan, dan asal kampus. Jangan lupa jawab dengan tegas, singkat dan pake senyum. Biar keliatan ramah gitu, walaupun yang nanyain judes minta ampun.

Setelah itu mereka akan bergantian nanya sesuai cv lo. Kemaren gue ditanya pengalaman organisasi selama di kampus, pengalaman kerja yang berhubungan dengan produksi program tv atau film, kenapa gue memilih departemen produksi, apa yang kamu ketahui tentang Production Development Program di Metro TV. Gue lupa sisanya apa, yang jelas yang ditanya user itu berhubungan dengan skill dan pengalaman di bidang Broadcasting. Entah itu dari tugas-tugas kuliah atau diluar tugas. User ingin tahu kemampuan kita dibidang produksi, apa yang kita tau mengenai program ini, biar ngga terkesan asal pilih, dan terutama pengalaman kita.

Selain itu, beberapa temen gue juga ada yang ditanya tanggapan mereka mengenai program yang tayang di Metro TV. Apa kelebihan dan kekurangan program. User juga katany sempet nanya soal inovasi program yang akan kita kasi. Mewakili anak muda, kita akan ditanya program seperti apa sih yang kita pengen, tapi tetep satu visi sama Metro TV. Program seperti apa yang kita pengen hadir di Metro TV dan kenapa. Kurang lebih seperti itu.
Setelah memberi pertanyaan, mereka mempersilahkan gue untuk bertanya. Gue menanyakan beberapa pertanyaan soal job desk gue nantinya dan jenjang karir dari program yang gue ikuti. Pas dikasi waktu bertanya gue saranin, lo harus nanya. Kenapa? Biar lo keliatan antusias dan pengen masuk. Ketimbangan elu cuma iya-iya aja.

Seberapa takut dan groginya elu, jangan liatin di depan user. Kemaren pas gue mau interview mules terus rasanya. Tapi pas selesai pengenalan nama, gue lebih plong dan bisa jawab pertanyaan dari user. Soalnya kalo lo keliatan gugup, user akan makin memojokkan ditambah jawaban yang kita kasi ngga akan memuaskan. Kalo kata temen gue, ‘lemesin-lemesin aja’ gitu.

Setelah interview user, sorenya gue langsung di SMS lolos ke tahap selanjutnya. Tahap selanjutnya itu dilaksanakan dua hari kemudian.

Interview Asesor
Sebenernya gue kurang paham juga penyebutan maksud penyebutan ‘asesor’ dalam tahap ini. Yang jelas, interview asesor adalah tahap wawancara oleh psikolog. Pada tahap ini yang menjadi topik pertanyaan adalah ‘diri’ kita sendiri. Psikolog atau asesor ingin tau siapa diri kita, dan ingin kita tau siapa sebenarnya diri kita. Pertanyaannya juga menurut gue bikin gue mikir, ‘masa iya gue kayak gitu’, ‘oh iya ya gue kayak gitu’.

Awalnya asesor menginstruksikan kita untuk duduk, lalu mempersilahkan kita mengenalkan diri kita. Selanjutnya asesor bertanya seperti ini, “Siapa sih Ni Wayan Primayanti ini?”. Gue sempet bingung nerima pertanyaan macam itu. Sampe gue mikir, ‘siapa ya gue’. Yak, bisa langsung dijawab, kata dia. Mulailah gue menjelaskan, asal gue, kedua orang tua gue, perjalan gue dari kecil sampe sekarang, kesukaan gue apa, beberapa pengalaman di duina broadcasting, kegiatan gue sehari-hari. Trus di asesor, bilang gini, “iya apa lagi. Saya belum nangkep siapa sih kamu ini’ gitu. Jadi gue jelasin lagi tentang diri gue. Pokoknya sebanyak-banyaknya sampe dia bilang cukup, atau kita kehabisan omongan mau bilang apa.

Kemudian dia bacain karakter gue, berdasar tes psikolog yang gue jawab kemaren. Gitulah pokoknya gue. Trus dia nanya, ‘apa bener kamu seperti itu?’. Itu sih yang buat gue bingung. ‘emang gue gitu ya’. Pas gue mikir dalem-dalem, ada benernya juga sih. Akhirnya gue jawab aja sekenan, sebisanya gue ngasih alesan. Soalnya kata temen-temen dan senior gue. Dalam tahap asesor ini kita harus jawab jujur. Mereka lebih tau kapan kita menyembunyikan sesuatu, kapan kita bohong atau sebaliknya.

Berikutnya, gue ditanya soal sifat buruk dan sifat baik gue. Pada saat nerangin sifat buruk, si asesor justru semakin antusias buat nanya. ‘kenapa kamu bisa memiliki sifat seperti itu’, ‘bagaimana selama ini kamu menyikapi diri kamu sendiri’, ‘bagaimana reaksi teman-teman kamu, yang tau sifat kamu itu’, ‘apakah kamu sendiri tidak berusaha untuk merubah sifat itu’, ‘jika iya, sudah sampe tahap mana’, ‘kamu tidak takut nantinya sifat kamu itu bisa menghalangi kamu saat bekerja nanti’, ‘bagaimana bila rekan kerja kamu yang baru tidak mau menerima sifat kamu itu’. Buset deh banyak bener pertanyaannya, gue ampe capek jelasinnya.  Makanya apa yang gue bilang diawal tadi, gue jadi mikir, ‘oh gue kayak gini ya’, ‘oh segitu besarnya pengaruh sifat gue di lingkungan’ seperti itulah  kira-kira.

Banyak deh pertanyaan yang menyangkut tentang kepribadian. Termasuk nanti kita disuruh cerita mengenai pengalaman buruk yang pernah kita laluin apa, sampe rencana kita beberapa tahun kedepan. Gue berasa curhat ke orang yang baru gue kenal. Begitulah. Hahha

Tapi pada saat wawancara asesor ini, gue udah ngerasa down. Gue ngrasa dari sifat-sifat buruk tadi, belum pantes buat masuk dunia kerja. Jadi ngerasa aja, ‘oh gue segitu salahnya ya’ gitu. Makanya gue udah ngga terlalu berharap lolos tadinya disini. Eh kepanggil. Jadi gue belum bisa ngerubah sifat-sifat itu. Hehe.

Pengumuman masuk ke tahap selanjutnya dikasi tau kira-kira 2 hari setelah Interview Asesor.

Interview Panel
Yang dimaksud interview panel disini adalah, peserta atau calon karyawan diwawancarai oleh staff HRD atau justru Manager HRD-nya langsung. Kemaren gue harusnya diwawancara langsung oleh Manager HRD, namun pas saat interview panel udah ditentuin dan mendadak Manager ada keperluan jadilah diganti oleh asistennya. Tapi pas gue ngira tahap panel udah beres, eh ternyata ini cuma jebakan semata. Interview sesungguhnya beberapa hari setelah interview hari itu. Jadi kita dipanggil lagi buat interview panel sama Manager HRD Metro TV.

Interview panel itu kondisinya, dalam ruangan ada Manager HRD dan 4 orang calon karyawan. Nanti kita dikasi pertanyaan dan bergilir menjawab sesuai arahan yang dikasi tau. Deg-degan juga sih diwawancara kayak gini. Biasanya kan kita diwawancara sendiri, jadi kalo ngga bisa jawab ya sendiri dan si pewawancara aja yang tau. Eh kalo ini, kalo ngga bisa jawab temen sendiri juga tau, kan malu. Mereka juga mikir hal yang sama pasti. Hahha.

Pokoknya dalam interview panel ini pertanyaannya random banget. Gue itu ditanya soal, ‘kenapa pengen kerja di Jakarta’, ‘kenapa kamu milih jurusan ilmu komunikasi’, ‘kenapa pengen masuk brodcasting’, ‘kenapa sih mau di Metro TV’, ‘jelasin dong prestasi yang udah kamu tulis di CV’, ‘pengalaman oraganisasi kamu apa aja’, trus kan gue nulis tuh di CV skill yang gue punya, kayak news writing, feature writing, dan lain-lain itu. Nah beliau nanya, ‘dari semua kelebihan kamu, yang kamu ngga bisa apa’, gitu. Awalnya gue bingung. Tapi akhrinya gue kasi argumen aja gini pak,….itu. pokoknya jangan sampe kita keliatan cengok. Soalnya pengelaman temen gue, kan katanya kalo udah lolos tahap ini kemungkinan besar kita pasti lolos tahap berikutnya, karena gugup pas jawab dan ngga bisa ngomong apa-apa, jadilah dia yang ngga lolos. Mungkin emang belum rejeki kali ya.

Ditanya juga soal, ‘apa sih yang kamu tau dari program PDP ini’, ‘nantinya kamu pengen seperti apa’,’tugas-tugas yang kamu tau dari program ini apa aja’, seperti itu deh pokoknya. Nah setelah kita jawab masing-masing, barulah beliau jelasin maksud program ini sampe nantinya akan jadi seperti apa. Makanya di part 1 kemaren gue bisa jelasin, itu kurang lebih penjelasan yang gue tangkep dari Manager HRD-nya langsung.

Intinya persiapkan diri kamu sebaik mungkin, banyak doa, kuatkan mental, jangan sampe jawaban temen sebelah elo mempengaruhi jawaban elo, atau lo cuma bilang sama kayak dia pak. Nanti pasti ditanya lagi, ‘sama kayak gimana maksud kamu’, gitu. Kasi jawaban sejelas-jelasnya, dengan suara yang jelas juga. Bagaimana pun rupa yang ngewawancara jangan takut. Takut itu cuma sama Tuhan Yang Maha Esa, cie gitu. Hahha.

Pengumuman lolos interview panel dikasi tau kira-kira 2-3 hari setelah interview.

Medical Check Up
Medical Check Up atau medcek adalah tahap akhir dari serangkaian tahap seleksi ini. Kalo kata staff HRD kemaren sih, kalo kamu udah masuk tahap ini kemungkinan besar kamu lolos dan keterima jadi karyawan Metro TV. Kecuali kalo elo menginap penyakit menular sejenis HIV, idih jauh-jauh.
Beberapa hari sebelum medcek elo bakal dikasi surat pengentar buat ke laboratoriumnya, kalo gue kemaren sih si Prodia deket Metro TV Kebun Jeruk juga. Mereka semacam kerjasama gitu. Soalnya secara berkala, karyawan disini nantinya juga dicek tiap 6 bulan sekali kalo ngga salah. Untuk antisipasi penyakit berbahaya gitu.

Sebelum medcek, HRD akan ngingetin elo buat puasa 10 jam sebelum medcek. Kita dilarang makan, tapi engga dilarang minum. Pas nyampe dilokasi, kita dikasi form yang harus diisi mengenai data diri dan riwayat kesehatan. Pertanyaannya banyak banget, lumayan bikin pusing. ‘apakah kamu pernah menderita inilah, itulah’ gitu pokoknya.

Rangkian medcek ini, ada tes urin, cek darah, rontgen paru-paru, sama tes fisik. Tes fisik itu meliputi, tes mata, telinga, hidung, tangan, kaki dan lain-lain. Nanti elo juga bakal dikasi pilihan mau diperiksa payudara dan anus engga. Kalo yang ini ngga wajib sih. Hasil tes ini langsung dikirim ke kantor. Dan kita tinggal nunggu panggilan diterima atau engga.

Beberapa hari kemudian, akhirnya gue di telpon hrd dan disuruh buat tanda tangan kontrak ke kantor. Sebelum tanda tangan kontrak, ada beberapa syarat yang harus dipenuhin, seperti membuat npwp, buat rekening bank ini, termasuk surat kontrak yang harus di tanda tangan orang tua diatas materai, dan ijazah juga dikumpulkan. Setelah lengkap semua barulah kita dikasi resmi masuk kerja di tanggal berapa.

Oya, pas pembagian kontrak beberapa temen gue juga ada yang disuruh medcek ulang, alesannya sih gue ngga tau pasti. Yang jelas pasti ada beberapa masalah mengenai kesehatan ini. Saran sih ya, sebelum medcek jangan mengkonsumsi obat apapaun, soalnya berpengaruh ke hasil urin. Terus jangan begadang dan kecapean. Ngga tau sih ngaruhnya dimana. Yang penting kalo kata hrd-nya mah, jangan aja. Haha.

Waktu itu pas udah terkumpul semua, sekitar tanggal 17 Oktober gitu kita disuruh mulai kerja tanggal 2 November. Lumayan lah liburan itu gue balik ke Bali, sambil nyiapin kebaya buat wisuda. Hahha.

Begitulah kira-kira rangkain proses yang gue ikutin sampe akhirnya diterima di Metro TV. Nyari kerja itu sebenernya jodoh-jodohan, soalnya kita ngga bisa maksa biar dapet kerja disini dengan (mungkin) IPK kita yang gede minta ampun. Atau dengan prestasi yang luar biasa. Soalnya pasti ada beberapa pertimbangan perusahaan, apakah orang ini layak atau tidak layak masuk ke perusahaan ini.


Pokoknya mah yang penting, doa, berusaha dan restu orang tua. Tetap semangat dan salam super. *eeh

Sunday, December 13, 2015

Hormones: Jika Cinta, Katakan.

Sabtu siang itu paling enak nonton film romantis Thailand, sambil nghayal malam minggu bakal pergi sama siapa. Lah kok nghayal? Ya, nghayal aja dulu.

Kali ini gue lagi-lagi nonton film romantis Thailand yang udah rilis bertahun-tahun yang lalu, tepatnya 20 Maret 2008. Hormones, film buah tangan sutradara Sungyos Sugmakanan ini bergendre romantik komedi. Ada banyak aktor dan aktris Thailand yang terlibat dalam film ini, salah satunya Chantawit Thanasewee pria ganteng yang main di Film Thailand ATM. Pasti tau kan? Mukanya bego ngegemesin.

Oke, jadi awalnya gue sempet bingung nonton film Hormones ini. Soalnya adegannya lompat dengan pemain yang berbeda-beda. Baru sekitar 20 menit gue nonton, baru ngerti ternyata ada 4 kisah yang beda di film ini. Kalo di Indonesia kayak film Rectoverso-nya Dee Lestari. Ada empat cerita yang jadi satu film. Mungkin gara-gara itu, durasi film ini cukup panjang, sampe 2 jam. Tapi percaya deh, lo ngga bakal bosen karena tiap kisahnya itu unik.

Begini…

Kisah pertama, menceritakan dua remaja laki-laki yang udah sahabatan lama, yaitu Pu (Charlie Trairat) dan Mai (Sirachuch Chienthaworn). Dua cowok ganteng ini sering banget bersaing, di sekolah maupun di luar sekolah. Konfliknya itu dateng ketika, Pu dan Mai ketemu temen lama mereka, Nana (Ungsumalynn Sirapatsakmetha). Mereka sempet ngga mengenali Nana soalnya dulu Nana gendut, tapi sekarang jadi cantik dan langsing. Gue iri.

Awalnya mereka sama-sama ngga ngaku kalo suka sama Nana. Katanya bukap tipenya. Gengsi. Tapi akhirnya mereka berdua kepergok pas mau ke kafe milik Nana. Alhasil, terjadilah persaingan sengit disini. Karena berdua ngaku suka sama Nana, mereka menyusun strategi biar ngapelnya ngga bentrok. Siapa di hari ganjil, siapa di hari genap gue lupa. Yang pasti mereka gantian ngajak Nana jalan. Enaknya direbutin.

Gue lupa, si Nana ini sekolah di Bangkok dan balik ke kampungnya buat liburan. Makanya bisa ketemu Pu sama Mai. Nah yang mereka rebutin disini adalah siapa yang tau nomer hape Nana duluan, dia yang menang. Jadi pas Mai atau Pu ngajak Nana jalan, gombalan-gombalannya kocak banget tapi ujung-ujungnya tetep minta nomer hape. Lucu pokoknya.

Sampe suatu ketika, mereka sama-sama boong udah tau nomer Nana. Si Pu apalagi, sampe buka loker Nana biar menang dari Mai. Tapi ketauan sama Nana. Dan jengjeng…mereka ngga brani ngedeketin Nana lagi. Pu sama Mai ngga brani ngobrol. Dan gitulah. Pu sms mai bilang kalo dia udah rela, si Mai sama Nana abis itu Pu matiin hp sampe masuk sekolah, kan tadinya mereka libur tuh. Si Mai juga sms yang sama ke Pu, bilang kalo dia ngrasa bersalah gitu.

Hari pertama masuk, barulah mereka buka hp dan  baru baca pesan masing-masing. Ternyata ngga ada yang pergi sama Nana. Mereka berdua lari ke rumah Nana, takut kalo Nana udah balik ke Bangkok. Eh bener ternyata. Tapi mamanya Nana ngasi mereka kartu nama yang di robek gtiu. Satu buat Pu satu buat Mai. Ngerti kan maksud Nana apa?

Yang bikin kesel itu endingnya. Beuh gregetan.








Yak, kisah kedua itu dari cowok kutu buku, Jo (Ratchu Surachalas) yang lagi naksir sama cewek paling cantik di sekolah, yaitu C (Chutima Teepanat). Ya namanya emang C doang. Hahha. Awalnya temen-temen Jo uda ngasi tau kalo C itu susah dideketin. Tapi Jo tetep kekeuh bikin deket sama si C. Alhasil, Jo memberanikan diri nelpon C buat ngajak kencan. Mereka jalan bareng, makan, sampe nonton bareng. Sampe akhirnya si Jo dateng ke rumah C buat nembak. Nembaknya lucu banget pake tulisan di kertas gitu. Nah si Jo bilang, kalo dia suka liat C, suka jalan sama C sampe bilang kalo dia suka sama C. Pas udah selesai ngomong gitu, si Jo langsung pergi. Ceritanya jadi sok misterius gitu, tanpa denger jawaban si C. Belom jauh, di C ngejer Jo, terus bilang, ‘Kamu ngga usah ngelakuin ini lagi, aku ngga suka’. Beuh sakitnya.

Gue ngiranya si C bakal suka, soalnya liat respon dan mimik mukanya yang welcome banget pas jalan sama Jo. Ini yang disebut PHP, sakit yah. Sakit banget. Mulailah hidup di Jo luntang lantung ngga karuan. Mabuk bareng temen-temennya. Sampe akhirnyan Jo nganter neneknya ke makam kakek Jo. Pulang dari situ Jo mampir ke pasar buat beliin C kado. Eh taunya pas udah di kasi ke C. Jo malah diusir. Heran kenapa tetep di kejar sih. Yang nonton gregetan.

Usaha Jo ngga cukup berhenti disitu. Pas ulang taun C, Jo buat murah di kertas yang ditempel di tembok sekolahnya. Gede banget. Jo buat semaleman biar paginya bisa diliat anak-anak. Tapi besoknya, gambar itu ilang. Ngga tau siapa yang nyabut. Bahkan, sebelum dilihat sama C. Sedih ya.

Tapi pas Jo makin putus asa, C ternyata mulai ada perasaan. Harus nonton kelanjutannya. Harus.




Selanjutnya, kisah ketiga, ada gadis remaja yang namanya Oh Lek (Focus Jirakul) yang ngefans banget sama penyanyi dan artis Taiwan Didi (Lu Ting Wei). Ini sangat nyata sama yang terjadi sekarang. Kenapa? Karna gue ngeliat anak jaman sekarang, itu sangat tergila-gila sama artis idolanya sampe beli tiket nonton berjuta-juta. Hafal semua lagu, sampe ke kisah hidup si artis. Termasuk gue sih. Cuma, gue ngga freak banget. Hai, G-Dragon oppa. Hehe

Nah si Oh Lek ini sampe ikut les bahasa Mandarin biar bisa nyanyiin lagu-lagunya si Didi. Beli kaset yang untuk ukuran siswa sekolah itu mahal banget. Sampe tergila-gila sama patung Didi. Oh Lek sengaja beli biar bisa diliat di kamarnya. Bisa dia pandangin setiap hari. Ngeri juga sih. Kalo si Didi punya istri ngga sampe segitunya sih kayaknya. Yaiyalah, orang ada Didi tiap tidur disampingnya. Gimana sih, gue. Hahha.

Sampe suatu ketika, si Oh Lek ini tersinggung sama omongan temen-temen kakaknya, yang bilang si Oh Lek udah kayak orang gila. Suka sama orang yang ngga mungkin di gapai lah ibaratnya. Buatlah si Oh Lek ini video lagunya si Didi sama surat, terus dia kirim langsung ke Didi.

Dan ternyata surat itu dibaca sama Didi, sampe semesta menjodohkan mereka buat ketemu. Gue sendiri ngrasa agak drama sih. Maksudnya kemungkinan kayak gini kecil banget. Tapi ya gimana, penonton pasti juga menunggu cerita yang bahagia kan?

Eits, emang beneran bahagia? Gimana kalo pas ketemu Didi, Oh Lek malah berubah, ya kan? Hahha




Terakhir itu ada kisah yang paling epik dari Hern (Chantawit Thanasewee) dan pacarnya Nuan (Thaniya Ummaritchoti). Hern udah pacaran sama Nuan hampir 3 tahun. Tapi mereka langgeng-langgeng aja. Lempem gitu kisah asmaranya. Sampe suatu ketika si Nuan harus pergi buat produksi program radio gitu kalo ngga salah. Bisa gitu. Haha. Pokoknya pergi jauh lah. Padahal pas nganter Nuan, Hern keliatan sedih banget. Eh ternyata pas ditinggal, Hern kebalik, jadi bahagia banget. ‘kebebasan’ katanya.

Mulailah di Hern jalan bareng temen-temen cowoknya, main futsal, mabok sampe nonton film bokep. Nah si Hern ini suka banget sama film bokep Jepang gitu. Muka si hern ngedukung sih, bego-bego ngegemesin gitu.

Sampe suatu ketika, doi janji buat nyusul ke tempat cewenya kerja. Soalnya dia pengen ngerayain anniversary hubungan mereka berdua. Tapi pas di kereta, Hern dapet temen duduk cewek Jepang, Aoi (Sora Aoi) yang seksi banget. Beuh, tersalurkanlah hasyarat si Hern selama ini. Ditambah si cewek Jepang ini ramah banget.

Singkatnya Hern ngga jadi ke tempat tujuannya awal, justru ikut liburan sama Aoi. Berdualah mereka. Sering banget Aoi pake baju seksi yang buat Hern ngga karuan sampe lupa sama pacarnya. Sampe pas malam purnama, kenapa purnama? Soalnya bulannya bulat sempurna, yang harusnya Hern ngerayain tanggal jadiannya bareng Nuan ditunda karna si Hern bilang lagi ada masalah jadi ngga bisa dateng tepat waktu. Oke, bisa diterima.

Tapi, malam itu justru dirayain Hern sam Aoi. Dan khayalan gue pun terjadi. Heh. Yah gitu deh pokonya. Di pantai yang sepi, mereka berhubungan seks. Eits, belum berjalan Hern tiba-tiba keinget Nuan. Yah kecewa. Pas Hern buka hape, lo tau? Ternyata si Nuan nelpon dan terhubung ke Hern tapi pas di hern berhubungan sama Aoi. Jadi desahannya didenger sama Nuan. Begitulah frontalnya. Hahha.

Kalo itu terjadi sama cowok lo gimana? Kalo gue sih, kalo gue sih aduh belom punya cowok. Jadi bingung jawan apa. Hahha




Tadinya gue kira, perkisah ini ada titik temunya, eh ternyata emang pisah sampe akhir. Menurut gue film ini cukup memberi gambaran, dan buat kita nginget-nginget lagi gimana dulu pas masa sekolah kita suka sama orang, gimana kita jatuh cinta, gimana kita jadi fans yang cinta mati sama idol, gimana kita di phpin orang yang kita suka, sampe yang udah punya pacar juga bisa ngerasa bosen. Dan harus ‘nakal’ dulu baru inget lagi sama pacar. Itu semua perlu.

Pas awal kisah di Jo, doi lagi baca novel trus bilang, ‘Jika kamu mencintai seseorang, katakan saja. Nyatakan  dengan keras. Jika tidak, kesempatanmu akan pergi ditiup angin’. Mungkin ini yang jadi motivasi buat Jo deketin C. ngga ada yang salah dengan perasaan. Itu anugerah. Kita ngga bisa memilih kenapa kita harus suka sama orang itu. Kalo kata gombalnya sih, ‘cinta tanpa alasan’.

Terus dua sahabat, Pu sama Mai yang gencar ngedektin Nana. Gombalan dan usaha mereka itu alami banget. Deket sama apa yang kita liat sehari-hari. Bahkan lo dulu kalo deketin cewek juga gitu. Hahha. Rasanya sahabat sendiri juga suka sama orang yang kita taksir. Mengalah atau mau menang. Begitu lah. Kadang kita merindukan kisah cinta, yang orang dewasa bilang ini ‘cinta monyet’.

Ini gue kutip dari lagu Didi yang dinyanyiin Oh Lek pas lagi galau. Sebenernya lagunya ngga harus ke idola yang ngga mungkin digapai sih. Tapi lebih ke suka sama orang, tapi dianya…ah sudahlah.

Apa kabar?
Aku..
Aku menyayangi ibuku.
Apa ibumu mencintaimu?
Apa ibumu sehat?
Kamu menyayangi ibumu, apa ibumu juga sayang?

Apakah jantungmu sehat?
Apakah hatimu sehat?
Apakah hatimu sehat?
-----------------------------------------------------------------------------


Dapatkah kau mendengarku? Melihat kehadiranku?
Apakah kau tahu aku menunggumu?
Menunggu lama untuk melihat indahnya matamu
Menghangatkan perasaanku

Ku gunakan hatiku tuk bilang aku cinta padamu
Benar-benar mencintaimu
Mendengar bayang dirimu
Merasakanmu, menunggumu


Begitulah kira-kira. Sangat menyayat hati. Tapi gue masih heran sih. Ada orang yang sampe ngefans sama orang, dan ngga bisa bedain itu kagum apa cinta.

Film ini emang butuh waktu lama buat ngerti, terutama buat kalian yang ngga tau plot ceritanya yang berpindah-pindah. Membingungkan. Pokoknya menit-menit awal itu bingung. Lah bisa nyambung kesini, ini siapa, gitu-gitu deh pokoknya. Tapi setelah itu jadi nagih. Nagih? Jadi gini, di satu kisah lagi seru nih ceritanya eh di cut trus pindah ke plot lain. Kan kesel ya.

Masalah durasi yang agak lama ini nih sebenarnya ada beberapa adegan yang bikin duh kelamaan, tapi buat kalian yang sangat menikmati gue rasa engga. Pas lah. Soalnya kemaren gue nontonya di kejar waktu. Jadi beberapa bagian harus gue percepat.

Gue sih ngga ngerti kenapa judulnya hormones. Tapi dari hasil searching gue, judulnya aslinya itu “Pit Thoem Yai Hua Chai Wawun” yang kalo diterjemahin pake bahasa inggris, artinya jadi “restless hearts during school break”. Coba cari di google artinya apa. Hahha.

Buat info aja, ternyata di Thailand Hormones dibuatkan series yang tayang di TV. Dan series Horomones ini udah jadi sampe 3 season. gokil ngga tuh? berarti emang bagus kan ceritanya.


Semoga kisah romantis komedi ini bisa memberi kesegaran buat malam minggu yang buram. Termasuk gue. Pokoknya ceritanya ringan, aktornya ganteng, dan deket sama apa yang kita alamin tiap hari. Rating dari gue 8/10 buat Hormones.





Saturday, December 5, 2015

Production Development Program (PDP) Part 1

Selama kurang lebih 2 bulan nganggur, setelah sidang akademik, akhirnya gue keterima di salah satu stasiun televisi nasional. Semenjak masuk kuliah dan milih konsentrasi broadcasting, gue udah pengen bisa kerja di TV. Di tambah tugas-tugas kuliah yang mempersiapkan gu (dan mahasiswa lain) buat siap kerja di media. Dan tepat tanggal 2 November 2015, gue mulai kerja di Metro TV.

Sebelum gue masuk dan jadi karyawan resmi, gue ikut beberapa tahap seleksi yang lumayan merepotkan, karena gue harus bolak-balik Bandung-Jakarta. Tapi itu ngga sia-sia, karena akhirnya gue keterima. Selama masa seleksi itu, gue nyoba browsing soal tahap-tahap seleksi di Metro TV. Baca-baca blog orang yang dikit banget referensinya. Padahal sharing pengelaman di blog lumayan membantu persiapan sebelum kita ikut seleksi nyari kerja. Nah sekarang, karena kemaren gue terbantu dengan pengalaman orang yang ditulis di blog, walau cuma sedikit, gue mau bagi cerita bagaimana proses dan tahap-tahap seleksi ‘Production Development Program (PDP)’ di Metro TV.

Apa sih PDP itu?
PDP atau Production Development Program adalah suatu program yang dipersiapkan untuk mendidik karyawan baru di bidang atau divisi produksi. Program ini itu setara dengan Management Training  di perusahaan biasa, cuma istilahnya beda. Fokus PDP ini adalah keahlian di bidang memproduksi sebuah program televisi. Ya, diharapkan nantinya pelamar yang terpilih program ini adalah calon-calon produser di masa depan. Yang lolos program PDP ini memang dipersiapkan oleh Metro TV menjadi seorang produser. Maka dari itu bekal ilmu sebelum terjung langsung sangat diperlukan.

Kenapa harus ada pelatihan dulu, ngga langsung kerja?
Jadi untuk tahap seleksi di Metro TV, apabila ingin langsung jadi karyawan dengan masa kontrak 1 tahun, bukan Development Program namanya,  tapi jalur reguler. Kenapa dibedakan, itu tergantung kebutuhan perusahaan. Kalo di PDP ini, kita dilatih biar bisa multitasking. Karena menurut Metro, banyak produser yang berasal dari satu bidang. Jadi saat dia jadi pimpinan, dia ngga paham bidang lain. Fungsi pelatihan atau training ini adalah agar karyawan tau semua bidang tugas saat jadi produser nanti.

Gimana sih proses masuknya?
Jadi gini,
Gue awalnya ikut jobfair  yang ada di Gelora Bung Karno (GBK) karena sebelumnya gue dapet info kalo disana banyak perusahaan media yang buka stand. Kalo mau ikut jobfair saran gue, jangan asal ikut. Lumayan kan duit buat bayar, cari dulu perusahaan apa bakal dateng kesitu. Jika menurut lo ngga ada perusahaan yang lo mau, mending ngga usah ikut. Jangan terlalu memaksa, kecuali kalo lo emang mau sekedar nyoba-nyoba aja. Mending lo masukin lamaran yang banyak via lowongan online, kan banyak tuh kayak job street atau yang lain. Soalnya temen gue juga ada yang kepanggil dari situ. Semakin banyak lo masukin, semakin besar peluang lo. Cuma kemaren, gue kurang beruntung. Karena lamaran gue via online ngga ada yang dipanggil.

Nah, pas di GBK gue kumpulin CV ke stand Metro TV. Gue sertain juga, rekap nilai, foto sama fotokopi KTP. Gue belum wisuda, jadi belum dapet ijazah. Bawa itu aja cukup kok. Gue masukin juga tuh ke media lain, kayak RCTI, MNC, SCTV dan lain-lain. Setelah gue rasa semua perusahaan yang gue cari udah gue masukin, pulang lah gue. Itu udah sore dan gue mau langsung ke Bandung. Nekad sih gue ikut jobfair ke Jakarta sendiri. Gue juga udah biasa ngurus apa-apa sendiri. Hehhe. Oya, saran gue, soal CV, mending lo buat yang paling menarik dan kreatif. Bagusnya cuma satu halaman aja. Ringkas dan padat, ngga usah bertele. Kenapa? Pihak HRD juga bisa cepet nangkep siapa elu dari apa yang ada di CV lo, gitu.

Di stand Metro TV, cuma ada lowongan buat Journalist Development Program (JDP) sama Metro TV Management Development Program (MMDP). Gue pengen banget daftar JDP, tapi syaratnya tinggi banget. Gue harus punya skor toefl diatas 550 sama jelas penampilan yang menarik. Karena dua itu ngga terpenuhi gue nulis lah MMDP. Padahal gue ngga tau itu sebenernya apa, seengaknya gue nyoba. Pikir gue pas itu.

Habis dari GBK gue langsung ke travel, di daerah Sarinah. Karena gue nyampe pool travel kecepetan, gue nunggu sambil makan di KFC deket situ. Pas gue mau jalan ke travel, sekitar 6. Ada sms masuk.

Jeng..jengg…

Metro TV.

Gue disuruh ke Metro TV, untuk ikut psikotes, 2 hari lagi. Dengan pertimbangan yang matang biar ngga bolak-balik, gue milih nginep di kos temen. Akhirnya tiket travel gue hangus.

Saat tes tiba, gue pake baju rapi, baju yang sama pas gue ikut jobfair. Gue ngeliat orang yang dateng, pada pake baju yang agak santai. Sebelumnya gue pernah ikut tes media juga selain Metro, gue nangkep kalo tes media emang agak sante ngga terlalu kaku harus pake rok atau flat shoes gtu. Mending lo dateng ke tempat tes setengah jam sebelum tes dimulai, jadi lo bisa lebih sante dan punya banyak kenalan. Jangan sama sekali kaku sama orang baru. Nantinya lo bakal nanya-nanya masalah pengemuman ke dia. Bila perlu langsung minta kontak.

Jam 8.30 pas, kita disuruh ke ruangan tes. Waktu itu ada sekitar 50 orang yang ikut psikotes. Setelah diruangan, kita disuruh ngisi form dan absensi. Nah di form itu gue tulislah MMDP jadi pilihan pertama dan JDP jadi pilihan kedua. Yang gue tau waktu itu cuma dua program itu.

Tes Psikotest
Di masing-masing perusahaan biasanya beda tahap seleksi rekrutmennya. Di Metro TV, tahap awal seleksi yaitu Psikotest. Apa aja sih psikotesnya?

1. Tes Logika Penalaran
Tes ini terdiri dari deret bentuk gambar.  Katanya dalam tes ini yang diukur kemampuan memahami pola-pola atau kecenderungan tertentu. Kemaren gue itu dikasi waktu yang amat sangat singkat, jadi butuh konsentrasi sama ketelitian. Kalo lo susah mikir apa deret selanjutnya, mending lo lewatin biar ngga ke habisan waktu buat jawab soal selanjutnya. Intinya jangan buang-buang waktu.


 Sumber: google.com

2. Tes Kraepelin/Pauli
Kalo gue sih bilangnya ini tes koran. Soalnya bentuknya kayak halaman koran. Jadi ada banyak angka berderet dari atas ke bawah, dalam bentuk-bentuk lajur. Nah, kita diminta jumlahin angka di satu deret, kemudian nulis hasil penjumlahan tepat diantara dua angka yang kita jumlahin. Nanti tiap deretnya atau lajurnya kita bakal dikasi waktu untuk menjumlah. Gue sih kemaren memulai penjumlahannya dari bawah ke atas. Soalnya ada juga yang jumlah dari atas ke bawah. Ngga ngerti sih bedanya apa, tapi cara jawabnya sama. Untuk tiap lajur, waktunya sama, misalnya 1 menit. Gue sebelum di Metro, pernah ikut psikotes di media cetak nasional, pas itu gue belum tau cara jawab yang bener. Jadi dari awal gue udah antusias banget ngejawab soal ini, soalnya gue ngrasa ada kemampuan lebih di penjumlahan. Tapi setelah psikotes disana gue ngga lolos. Tes ini bukan satunya-satunya faktor penentu sih, tapi cukup dipertimbangkan.

Dari hasil searchingan gue di internet, akhirnya gue paham jawab tes koran ini ngga Cuma butuh kecepatan. Tapi stabilisasi. Hahhaa. Jadi angka yang udah kalian jumlahin tiap lajurnya dianjurkan stabil alias satu kolom dengan kolom yang lain ngga terlalu jauh beda jaraknya. Soalnya di awal elo pasti cepet kan ngerjainnya masih ada banyak tenaga, dan mendekati akhir kalian pasti kecapean dan makin sedikit angka yang di jumlah. Padahal dalam tes ini yang menjadi penilaian penting adalah kemampuan mengendalikan emosi dan bisa bekerja di bawah tekanan. Kebayangkan kalo hasil tes kalian grafiknya itu naik turun tiap lajurnya.

 Sumber: google.com

3. Tes Wartegg
Tes ini itu, tes yang paling unik menurut gue. Kenapa? Karena kita dikasi selembar kertas yang udah ada 8 kolom berisi bentuk-bentuk gambar tertentu, kayak titik, garis melengkung, garis lurus, ada kayak kurva juga. Nah dari gambar yang udah ada itu, kita diinstruksikan meneruskan gambar. Terus, untuk urutan gambar kita dibolehkan ngacak. Nanti setelah kita selesai gambar, ditulis keterangan gambar mana yang paling disukai, tidak disukai, paling mudah dan paling susah. Paham kan?

Dari tips-tips yang uda gue baca di internet, urutan gambar boleh acak tapi disarankan ngga terlalu acak. Misal, dimulai dari kolom, 1,2,3,4 dilanjut nomer 8,7,6,5. Kalo kalian gambarnya urut banget, kita dinilai orang yang kaku. Terlalu konservatif. Nah kebalikannya kalo gambar kita acak banget, kita dinilai orang yang terlalu kreatif.

Dari tes ini, bisa diliat karakter sesorang, misalnya kemauan, tekad, kelincahan, kemampuan beradaptasi, menyelesaikan maslah, kebijaksanaan, dan lain-lain. Ini beberapa hasil pencarian gue di internet mengenai  maksud tiap-tiap bentuk di kotak tes wartegg.

 Sumber: google.com

Kotak 1: titik hitam menunjukan kelincahan. Disarankan untuk menggambar makhluk hidup kayak serangga, laba-laba atau kupu-kupu.

Kotak 2: berbentuk s terbalik, yang menggambarkan kebebasan. Disarankan untuk menggambar burung terbang.

Kotak 3: ada tiga garis lurus yang berbeda tinggi, menggambarkan kemauan dan tekad untuk selalu memperbaiki diri. Disarankan untuk menggambar pagar, tiang listrik atau tangga.

Kotak 4: kotak hitam kecil di sudut kanan atas, menunjukan pribadi yang kokoh. Disarankan untuk menggambar bangunan atau konstruksi beton yang menunjukkan kekuatan.

Kotak 5: dua garis di sudut kiri bawah, menggambarkan ketepatan memecahkan masalah. Disarankan menggambar objek yang memliki kecepatan dan ketepatan, seperti balap motor atau mobil.

Kotak 6: dua garis membentuk segi empat, menunjukan kesederhanaan tapi tetap menyuguhkan realitas. Disarankan menggambar kamera, televisi atau komputer.

Kotak 7: titik kurva menunjukan garis yang diproses secara sembarang, harus diperlakukan secara hati-hati. Disarankan menggambar ulat, ular atau lain-lain.

Kotak 8: garis melengkung menunjukan kebesaran dan kebijaksanaan. Disarankan menggambar makhluk hidup yang besar dan menunjukkan kewibawaan, seperti gajah.

Sebenernya, saran-saran tadi tergantung pertimbangan kalian. Soalnya, semakin kreatif gambar yang kalian buat di kolom kotak, katanya semakin tinggi skor yang diperoleh. Gitu.

4. Draw A Man Test (DAM)
Dalam tes ini, kita disuruh menggambar seseorang, kemudian mendeskripsikan usia, nama, jenis kelamin dan kegiatan orang tersebut. Katanya sih, tes ini digunakan untuk mengukur tanggung jawab, kepercayaan diri, kestabilan dan ketahanan kerja.

Disarankan untuk menggambar orang secara utuh, mulai dari ujung kepala sampe kaki. Termasuk detail muka kayak hidung, mulut sama telinga. Dan gambar orang tersebut, sedang melakukan aktifitas. Misalnya pedagang, nelayan, petani atau lain-lain.

5. Menggambar Pohon
Di tes ini kita disuruh menggambar sebuah pohon, dengan kriteria: berkambium, bercabang dan berbuah. Dan ngga dibolehin gambar phpn bambu, pisang, sama jenis rumput-rumputan.

Gue sendiri ngga pinter gambar, tapi dari yang gue baca yang dinilai itu bukan bagus ngganya gambar yang kita bikin, tapi ketepatan pemilihan pohon yang kita gambar. Kan banyak tuh syarat gambarnya, ngga boleh ini itu. Ditambah kita disarankan gambar detail setiap komponen pohon. Misalnya bentuk daun, batang, akar bahkan alur pohon. Bahkan penambahan rumput, atau tumbuhan liar di pohon yang kita gambar ada artinya. Nah kalo itu gue kurang paham. hehe

6. Edwards Personal Preference Schedule (EPPS)
EPPS ini terdiri dari pilihan jawaban yang paling mencermikan siapa kita. Katanya, tes ini dipake mengetahui seberapa besar motivasi, kebutuhan, dan motif seseorang. Yang kurang paham, misalnya tes nya kayak gini:
A. Saya suka memuji orang yang saya kagumi
B. Saya ingin merasa bebas untuk melakukan apa yang saya kehendaki

Dari dua pernyataan itu, kita disuruh pilih salah satu yang mana sangat mencerminkan diri kita. Dan kalo ngga ada dari pernyataan yang sesuai dengan diri kita, kita tetep disuruh pilih jawaban yang paling mendekati.

Kalo tes ini mah, yang dibutuhin menurut gue cuma kejujuran aja. Biar nantinya hrd bisa ngeliat elo itu orangnya kayak gimana. Jangan mencoba menjadi orang lain atau biar jawaban lo terlihat bagus. Soalnya balik lagi ke masing-masing perushaan pengen cari orang yang seperti apa. Kan tiap divisi atau pekerjaan yang kita ambil butuh karakter yang beda-beda kan.


Oke, buat seleksi tahap 1 Production Develompment Program (PDP) di Metro TV gue cukupkan dulu. Semoga bisa membantu. Dan gue sambung lagi nanti di part berikutnya. J

Thursday, December 3, 2015

Akhirnya Sarjana!

28 Agustus 2015 lalu, akhirnya gue resmi menyandang gelar Sarjana Komunikasi. Keragu-raguan di awal memilih kuliah di Bandung, derita mahasiswa rantauan, dan mengerikannya sidang skripsi akhirnya terbayar. Gue lulus di waktu yang tepat. Yeah!

Inget banget pas mau tamat SMA, bingung mau kuliah dimana. Kenapa? Soalnya Universitas yang gue pengen beserta jurusannya ngga mau menerima gue sebagai mahasiswanya. Emang ngga jodoh sih. Gue sampe bela-belain ke Surabaya sendiri buat tes. Tapi apadaya, segala daya dan upaya dikerahkan gue belum cukup beruntung untuk ke terima. Atas saran mama, gue nyoba daftar di Universitas Telkom Bandung (dulunya Institut Manajemen Telkom). Gue ngga tau itu perguruan tinggi macam apa. Tapi dari cerita yang gue denger-denger, nanti kalo tamat dari situ gampang dapet kerja. Bisa langsung kerja di Telkom dan lain-lain. Mempertimbangkan segala kemungkinan, dan karena gue takut nganggur satu tahun, gue milih untuk nyoba.

Yang gue pilih waktu itu, jurusan Ilmu Komunikasi sama Teknik Industri. Pas gue milih itu, gue ngga ngerti sebenernya itu jurusan apa. Tapi, dua jurusan itu familiar banget di telinga gue. Gue ikut jalur seleksi JPAN, yang cuma ngumpulin nilai rapot. Ngga banyak berharap, soalnya ini bisa dibilang bukan pilihan gue.

Dan akhirnya…

Gue masuk. Keterima di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Telkom Bandung. Semua orang ngucapin selamet, dan gue masih ngga ngerti apa ini pantes di selametin. Kan gue ngga ke terima di kampus yang gue pengen. Atas asaran, guru, temen-temen SMA gue akhirnya gue ambil kesempatan yang ngga semua orang bisa dapetin. Dan sampe sekarang gue ngrasa beruntung banget, gue ngga ke terima di Teknik Insdustri. Beuhh, gue anak IPA yang sepertinya ngga punya bakat dibidang itu.

Awal masuk Telkom, sebenernya ngga susah cuma gue ngerasain yang namanya homesick. Jauh dari orang tua, dan temen-temen yang dulu sering gue ajak jalan di Bali. Yah, itu cuma jalan 2 bulan doang. Sisanya, ternyata jadi anak rantauan itu asik. Apa-apa sendiri. Ngatur duit sendiri. Sampe sakit pun diurus sendiri. Sedih sih. Tapi, buktinya gue bisa bertahan, berarti ngga seberat yang gue pikir di awal.

Semester 1 dan 2 gue dapet matakuliah dasar. Beberapa matakuliah itu bikin gue tertarik pengen kerja di Media. Akhirnya, pas semester 3, gue milih konsentrasi Broadcasting. Saat itu, gue sangat sangat tertarik yang namanya kerja di Media. Gue juga aktif ikut UKM Jurnalistik yang pas SMA gue sama sekali ngga paham. Gue menikmati apa yang gue jalanin. Gue sempet berpikir, cita-cita gue itu sewaktu-waktu bisa berubah tergantung takdir Tuhan.

Pas SD gue pengen jadi Dokter Kandungan. Kenapa? Soalnya waktu itu gue dapet informasi bahwa dokter kandungan perempuan itu jarang. Tergeraklah gue untuk rajin belajar dan siapa tau bisa jadi dokter kandungan. Sampe pas itu, gue inget gue bacain karangan untuk acara perpisahan yang judulnya ‘cita-citaku’ gue bikin Dokter Kandungan. Hahhaaa

Masuk SMP, cita-cita gue berubah. Gue pengen jadi seorang arsitek. Kenapa? Karena pas SMP gue suka nghayal, bentuk rumah, desain interior dan segala macem properti bangunan. Gue sampe punya buku lukis yang isinya gambar rumah yang gue bikin. Dan ampe sekarang gue masih suka nghayal gimana rumah gue di masa depan. Gue masih suka gambar-gambar interior rumah. Dan searching home décor di google. Kenapa cita-cita ini pupus, karena gue sadar, kalo gue ngga ada bakat gambar.

Cita-cita gue berubah lagi pas SMA. Kelas dua SMA gue pengen jadi seorang Analisis Medis? Kenapa? Karena pas itu, gue punya nenek yang menderita penyakit kanker. Dan sekarang dia udah bahagia di surga. Nenek gue terlambat tau penyakitnya. Pas udah stadium akhir, gue sering nemenin di rumah sakit. Gue liat nenek sering di cek lab, di ambil darah, dan sebagainya. Nah, gue tertariklah disitu. Pengen menganalisis penyakit yang di derita orang. Tapi apa daya, gue daftar di Universitas Airlangga, dan ngga ke terima. Sedih? Iyalah. Pas itu gue inget banget ngga pengen kuliah rasanya. Ngga pengen ngomong sama siapa-siapa. Dan akhirnya gue nerima saran mamah buat masuk di Telkom.

Balik lagi ke Telkom. Setelah kuliah disini, dan masuk konsentrasi Broadcasting gue banyak belajar soal produksi program tv, reportase, naskah berita dan program televisi, manajemen program siaran, jurnalistik media, dan lain-lain. Asik banget, bisa ketemu orang-orang baru pas produksi film dokumenter. Tau ini-itu pas liputan. Jalan-jalan kesana-sini pas produksi program tv. Dan gue mantap memutuskan untuk masuk media.

Eeh, ntar dulu. Boro-boro masuk kerja. Skripsi gue aja belom kelar. Semester 6 gue ambil yang namanya proposal seminar. Akhirnya gue tau gimana rasanya, ditanya ‘udah bab berapa’ itu sakit banget. Gue harus bolak-balik ketemu dosen pembimbing, revisi, nyari data, analisis. Riweuh banget. Karna skripsi gue kualitatif, jadi prosesnya agak rumit dan lama. Sebenernya sih bisa cepet, gue nya aja yang agak susah ngumpilin mood buat nulis skripsi.

Gue sidang seminar itu pas banget sama ulang taun gue ke 22, tanggal 31 Maret 2015 kemaren. Anugerah iya. Sempet dikerjain juga sama pembimbing dan penguji. Eeeeh, rasanya itu kesel seneng jadi satu. Satu tahap terlewati. Sekarang tinggal skripsi. What? Tinggal skripsi?

Lagi-lagi ngga segampang itu ternyata. Gue butuh waktu yang lama buat analisis 20 berita reklamasi dari 2 media cetak yang berbeda. Revisi dan revisi terus. Gue udah mulai jarang ke kampus, karna kalo ngampus cuma pas bimbingan aja. Mulai jarang ketemu temen-temen. Mulai lah ngerasain yang sebenernya mahasiswa itu emang hidup sendiri-sendiri. Yang lama ya ditinggal, yang cepet ya duluan. Kita ngga bisa maksa mereka buat nungguin kita, atau gue yang harus nungguin mereka. Ya gitu. Semua sibuk dengan urusan masing-masing. Tempat ketemu yang pas yaitu di Perpustakan.

Akhirnya gue daftar sidang skripsi, dan jadwal sidang gue di tanggal 2 Agustus 2015. Mulailah ngerasain gimana deg-degannya menuju waktu sidang yang semakin deket. Panik ngga jelas. Ngga nafsu makan. Bengong, takut, tapi pengen cepet-cepet. Semuanya jadi satu.

Tepat di tanggal 2 Agustus 2015, gue lulus sidang skripsi dengan nilai AB. Dan dengan revisi yang uwo bangetlah pokoknya. Gue cukup bersyukur sih, walau salah satu penguji gue perfeksionisnya minta ampun, jadi gue banyak belajar. Gue makin tau dan makin paham. Disini gue juga mau ngucapin terimaksih yang sebesar-besar dan sedalam-dalamnya buat dua pembimbing gue yang super keren. Pak Rana dan Bu Reni. Pak Rana yang selalu mau gue nganggu di sela-sela kegiatannya jadi PR Universitas Telkom yang super sibuk. Yang mau ngarahin gue, dari ngga tau apa-apa sampe skripsi ini beres. Yang mau direpotkan sampe harus ketemu malem-malem buat minjem buku. Yang udah mau jelasin berkali-kali dan gue ngga ngerti-ngerti. Yang nyindirnya nyelekit banget tapi malah gue terpacu biar bisa cepet lulus. Makasi bapak, makasi atas semua bimbingannya, waktu dan tenaganya. Makasi atas pulsanya yang selalu ngingetin kalo di tv atau di di koran lagi ada berita reklamasi. Makasi uda percaya kalo saya bisa ngadepin penguji. Makasi dikasi makanan pas lagi bimbingan. Makasi atas semuanya pak. Jadi terharu. Hehehe.

Setelah yudisium dan sidang akademik, akhirnya surat kelulusan gue resmi keluar di tanggal 28 Agustus 2015. Mulailah di masa jadi penggangguran itu ngga enak.

Kosan udah habis di akhir bulan Agustus, dan gue ngga berani minta uang lagi sama orang tua buat bayar kosan. Gue ngrasa, tanggung jawab mereka selesai ngebiayain gue pas gue lulus. Jadi lah gue numpang di kontrakan ade gue. Iya, adek gue masuk Telkom juga jurusan Manajemen. Di kontrakan yang isinya cowo semua, gue cewe sendiri. Apa mau di kata.

Kadang nyesel juga kenapa gue lulus, soalnya diem di kosan ngga ada kegiatan apa-apa itu ngga rasanya ngga enak. Gue yang dulu biasanya, lebih banyak di kampus, sekarang cuma ngabisin waktu nonton film di kosan. Gabut tingkat dewa. Pas itu gue masukin lamaran-lamaran ke media, cetak, online sama tv. Gue pengen kerja di Jakarta. Pengen ngerasain kata orang Jakarta itu keras. Hahha. Nagih kan jadi anak rantauan.

Beberapa kali sempet interview, dan gagal. Dan kemudian kepanggil lagi, dan di PHP-in. Dan daftar lagi, dan akhrinya gue lanjut ke tahap seleksi ampe akhir di Metro TV. Jeng, jengg, tanggal 15 Oktober gue terima kontrak di Metro TV di Production Development Program. Dan masuk pertanggal 2 November 2015. Seneng iya, bahagia iya, bangga sama diri sendiri iya, tapi ada rasa sedih ninggalin Bandung. Dapet kerja dimana itu gue akuin emang jodoh-jodohan. Gue ada nyoba berkali-kali sampe akhirnya dapet disini. Kalo kalian cuma tau, gue daftar dan langsung keterima, itu salah. Gue juga ngerasain yang namanya kena php, kecewa, capeknya harus bolak-balik Jakarta-Bandung. Berdiri di Trans Jakarta 3 jam, eh ternyata salah jalan. Dan masih banyak lagi. Yang penting sih, kita harus menikmati setiap prosesnya. Orang tua aja biayain kalian kuliah sampe tamat ngga pernah ngeluh. Setiap awal bulan kalian telpon, minta duit dikirm, trus setelah itu kalian ngga pernah nelpon lagi, mereka ngga pernah ngeluh. Kalo gue sih mikirnya itu.

Harapan gue juga tercapai, bisa kerja sebelum wisuda. Gue emang ngga bisa balikin pengorbanan besar orang tua membiayai sekolah gue dari kecil sampe segede ini. Tapi pas nama gue dipanggil, pake toga, dan dapet nilai yang memuaskan, gue rasa gue udah buat mereka bangga.

Ngga ada kata yang cukup menggambarkan gimana berterimakasihnya gue, bersyukurnya, bahagianya bisa jadi anak mereka. Ini belom apa-apa, bahkan hidup dan perjuangan baru aja di mulai. Tapi, rasanya menjadi sarjana itu luar biasanya leganya. Lihat mama bapak senyum bahagia itu..beuh.

Cukup dulu untuk cerita kali ini. Gue cuma sharing masa-masa kuliah yang ngga bisa dilupain. Yang ternyata ngomong lulus ngga segampang kalo dijalani. Ini gue sertakan beberapa foto yang ngeliatin betapa bahagia lulus itu.


Satu dari fase kehidupan tercapai. Perjalanan masih panjang. Belom seberapa dan belom apa-apa. Semangat!

Wisuda Telkom University, 28 November 2015


Sidang Skripsi, 2 Agustus 2015

Sidang Seminar, 31 Maret 2015

Friday, November 20, 2015

Gimana Rasanya kalo Film Kita Ditonton?

Jaman SMA, gue pernah ikut ngumpul di aula nonton film yang dibuat sama temen gue sendiri. Gue inget banget, ada tiga film yang di puter waktu itu. Kesemuanya adalah film dokumenter. Asing banget denger kata ‘dokumenter’. Ya gimana, gue bukan penggiat film waktu itu. Film-film karya temen gue itu akan di lombakan, di tingkat nasional. Keren kan? Trus gue bayangin, gimana ya rasanya film yang kita buat di tonton orang banyak dan dapet tepuk tangan.

Wah, bangganya minta ampun.

Tapi besoknya gue lupa, gue pernah nghayalin itu.

Sekarang, setelah masuk di jurusan Ilmu Komunikasi, gue banyak belajar tentang produksi program acara, termasuk film. Dari sinilah gue beberapa kali membuat film, ya..cuma tugas kampus biasa. Lama-kelamaan gue jadi suka nonton film. Dan lingkungan mendukung itu. Gue sadar memproduksi film sangat tidak mudah. Dan punya pengalaman buat beberapa film apalagi hanya tugas kuliah, belum bisa bikin kita disebut film maker. Apalagi pengetahuan film gue yang sangat amat masih cetek.

Pernah dateng ke salah satu diskusi film, itupun karna gue diminta tolong hadir soalnya film yang kita garap menang di salah satu kompetisi film nasional. Waktu itu turut hadir, Mas Harris, sutradara film Surat Untuk Tuhan. Mas Harris bilang, buat film itu pekerjan yang paling menyenangkan. Kenapa? Karena di setiap kalian memproduksi film, kalian belajar banyak hal baru. Misalnya saja, saat produksi film A, kalian pasti riset, nyari tau, bahkan harus tau banyak tentang apa yang akan kalian sampaikan pada penonton nantinya. Setelah itu kalian buat film B, di film B kalian juga menjadi orang baru lagi. Mencari tau dan menjadi tau.

Ini sangat masuk akal.

Saat terlibat langsung dalam produksi film dokumenter ‘Longser’ gue belajar banyak soal teater tradisional Sunda yang mulai ditinggalkan. Munculnya pembaharuan, dengan adanya Longser gaul agar supaya budaya ‘Longser’ tidak hilang di jaman modern. Setelah itu, gue ikut jadi kru film Opor Operan. Gue belajar tentang budaya Sunda (lagi) yang dimana saat lebaran menukar makanan. Ini adalah bentuk tradisi tradisional yang masih ada sampe sekarang. Setiap film yang kalian buat, ada hal baru yang harus dipelajari. Setiap film yang kalian tonton ada pengetahuan baru yang kalian dapat. Gue bukan pengamat film, kritikus film, atau wartawan majalah film kayak temen gue. Gue cuma penikmat film, ya suka film karena memang suka.

Sekarang, khayalan yang pernah mampir di otak gue jadi nyata. Salah satu film kami (Sebelas Sinema) yang berjudul ‘Opor Operan’ dan ‘Ojo Sok-sokan’ akan di puter di Blitz BEC di Bandung. Sebuah kebanggan atas kerja keras tim dan semangat yang terus menyala. Opor Operan sempat meraih Best Editing dan Best Skenario di ajang BCA Shovia 2015, beberapa minggu yang lalu. Dan kami memutuskan film ini harus ditonton. Kepuasan yang terbesar bagi pembuat film bukan saat filmnya mendapat penghargaan, karna itu cuma bonus, tapi film lo bisa di tonton. Kepuasan yang tak ternilai harganya.


Mengalami proses panjang dari pra produksi, produksi hingga pasca produksi, kami yang tergabung dalam kru film masih membawa semangat yang sama. Semangat untuk terus berkarya, dan semoga film kami dapat menginspirasi. 

Opor Operan
Menceritakan tradisi masyarakat Sunda, yang sebelum lebaran saling menukar makanan, Opor. Setting film di daerah Cisarua (ke arah Lembang naik lagi atau bisa lewat Cimahi). Disutradari oleh Mustafa dan skenario dari Ryan Sindu Pradana. Film ini sangat kuat akan nilai budaya masyarakat Sunda.




Ojo Sok-sokan
Masih ngga jauh-jauh dari budaya, Ojo Sok-sokan menceritan bagaimana seharusnya kita bangga menggunakan bahasa daerah. Sepele namun dampaknya besar. Bahasa adalah alat berkomunikasi. Bahasa adalah refleksi diri. Jangan malu berbahasa daerah, cuma karena kalian ingin terlihat keren. Kali ini skenario ditulis oleh Wiwid Septiyardi, dan masih disutradarai oleh Mustafa.

Dan gue? Nonton film penuhnya. Liat di credit gue sebagai apa. Biasakan nonton film sampe credit titlenya abis ya. :))







Datang dan Saksikan!