Cuma mau curhat
rasanya Nyepi di rantuan.
Ketika semua (orang
hindu di Bali) pada sibuk mengabadikan
gambar ogoh dalam
story instragram,
Apalah gue yang cuma
jadi viewers mereka.
Sebenernya bukan masalah besar,
tidak melakukan Catur Brata Penyepian di rumah, di Bali. Cuma yang buat
meringis adalah, ketika gue berada pada lingkungan yang baru dan banyak orang
pengen tau Nyepi itu apa.
Maksudnya?
Nah, dulu banyak temen kuliah gue
yang nanya soal Nyepi, hanya di tahun pertama. Tahun berikutnya, mereka cuma
ngucapin (kalo inget). Jadi tidak setiap tahun gue harus jelasin makna Nyepi
itu apa. Nah, ketika gue pindah ke lingkungan yang baru, jelas banyak orang
baru yang juga memiliki rasa penasaran yang sama soal Nyepi. Ini yang kadang bikin
gregetan hingga berujung pada homesick.
Dari setiap pertanyaan mereka,
gue jadi lebih ingin tahu makna Nyepi biar keliatan kayak pemeluk agama yang
teguh. Tapi, pertanyaan mereka justru memunculkan kegalauan buat gue, “apakah
keputusan gue ngga balik pas Nyepi itu salah?”. Begitu terus setiap ada yang
nanya.
Cuma pas dipikir-pikir lagi,
belum tentu mereka yang me-Nyepi di tempat yang lebih ‘kerasa’, taat melaksanakan
pantangan Nyepi dibanding orang yang berada dirantauan, kayak gue.
Beberapa hari yang lalu, gue
pernah nanya ini ke temen, yang juga orang Hindu, dan sedari kecil tinggal di
luar Bali.
“Lo Nyepi puasa gak?”
“Puasa”
“setiap Nyepi?”
“iya”
Gue yang sudah menjalani Nyepi selama
24 tahun engga pernah tuh yang namanya puasa. Betapa mereka sangat ‘tahan’ atas
terpaan godaan yang jauh berkali-kali lipat lebih banyak daripada mereka yang
tinggal di Bali.
Untuk konsep berpuasa pada saat
Nyepi sendiri, yang gue tau dalam pelaksaan Nyepi dikenal dengan istilah Catur
Barata Penyepian. Catur Brata penyepian, disebut juga dengan empat pantangan
yang harus dijalankan saat melaksanakan Hari Raya Nyepi. Keempat itu adalah:
- Amati Karya, tidak berkerja
- Amati Lelungan, tidak bepergian
- Amati Lelanguan, tidak mencari hiburan
- Amati Geni, tidak menyalakan api (secara implisit ini tentu melarang untuk memasak, sehingga umat berpuasa)
Ada juga yang punya pemahaman
kalo puasa itu bukan kewajiban, melainkan pilihan. Tapi dari portal berita
Hindu yang gue baca, dikatakan untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar
spritual, maka dilakukan upawasa, mona, dhyana dan arcana.
Apa itu?
Upawasa artinya dengan niat suci
melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam untuk penyucian diri. Kata
upawasa dalam Bahasa Sanskerta artinya kembali suci. Mona artinya berdiam diri,
tidak bicara sama sekali selama 24 jam. Dhyana, yaitu melakukan pemusatan
pikiran kepada Tuhan untuk mencapai keheningan. Dan Arcana, yaitu melakukan
persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di
rumah.
Oke, tercerahkan.
Menurut gue yang dangkal ilmu
agama, Nyepi itu soal diri dan alam semesta. Bagaimana melepaskan sifat ‘buruk’
dalam diri. Mengembalikan ingatan tentang kesalahan yang telah dilakukan, berdamai dengan itu,
berjanji untuk tidak mengulangi. Sehingga di tahun baru, tahun baru saka, kita
lahir kembali (secara niskala) menjadi pribadi yang lebih baik.
Perwujudan sifat jahat yang
mempengaruhi manusia juga dilambangkan dengan ogoh-ogoh. Patung raksasa besar,
yang dibuat bersama-sama dalam satu banjar. Melambangkan bagaimana sifat
raksasa, serakah, angkuh dan lainnya mempengaruhi manusia. Itu kenapa setelah
euporia selesai, ogoh-ogoh harus dibakar. Filosofinya menghilangkan semua sifat
buruk itu.
Dan yang paling penting, bagaimana
membayar kebaikan alam yang telah diberikan yang Maha Kuasa. Saat Nyepi, semua
jalan di Bali dan semua tempat sepi, dihentikan segala kegiatan. Alam bisa
bernafas. Penelitian yang dilakukan BMKG, menunjukan dampak positif dengan
adanya perayaan Nyepi. Yakni berkurangnya gas karbon dioksida sebanyak 50
persen.
Artinya menyelamatkan bumi (secara
global) dari ancaman global warming. Ketika
semua Negara begitu gencarnya melaksanakan earth
hour, kami (orang hindu di Bali) bahkan telah melaksanakan ini selama
ribuan tahun. Tidak ada paksaan bagi kami untuk melakukan ini. Karena sebagai
umat Hindu kami percaya, apa yang Tuhan berikan harus kami jaga.
Nyepi bukan lagi hanya menjadi
urusan kami dengan Tuhan kami, tapi dengan alam kami. Tuhan kami mengajarkan,
bahwa yang perlu di bela adalah alam kami.
Balik lagi soal Nyepi di rantuan…
Nyepi di rumah (Bali) atau di
rantauan tentu aja ngga bisa dibandingin, karena tentu saja kondisinya berbeda.
Yang terpenting adalah melaksanakan Nyepi degan sepenuh hati. Nah.