Saturday, March 18, 2017

Ziarah, Menelisik Cinta dalam Sejarah

Jika kemarin ‘Istirahatlah kata-kata’ mengangkat soal tokoh yang terlibat langsung dalam sejarah kelam bangsa, berbeda dengan Ziarah. Ia memilih objek lain, pelan-pelan menyusuri sejarah, hingga pada sebuah jawaban.

Saya berpikir lama untuk menulis ulasan film ini. Saya takut, tulisan saya yang tidak seberapa ini justru membuat mereka yang ingin menonton Ziarah menjadi ‘takut’.

Mengapa? Karena Ziarah sangat sangat sangat filosofi, begitu dekat dan nyata. Setelah menonton akan muncul pertanyaan, ‘apakah kisah ini benar-benar ada?’. Jika iya, bahkan tidak ada satupun orang yang sanggup menyeka air mata. Saya sama sekali tidak menangis selama film diputar, tapi hati saya meringis.

Sutradara jenius yang berhasil meracik Ziarah adalah BW Purba Negara. Ia kelahiran Yogya, pantas saja Ziarah begitu kental dengan budaya. Ziarah adalah film pertama yang saya tonton hasil karya Mas BW.

 (sumber: google.com)

Ziarah bercerita tentang perjalanan Mba Sri (Ponco Sutiyem) yang mencari makam asli mendiang suaminya, Prawiro. Sebelumnya ia mempercayai bahwa gundukan tanah dengan bambu runcing dan bendera merah putih diatasnya adalah makam sang suami. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang veteran tentara yang kemudian bercerita tentang kisah akhir hidup Prawiro. Meski usianya sudah menginjak 95 tahun, ia dengan tekad yang kuat ingin mencari makam asli sang suami. Maka perjalanan pun dimulai, menyusuri sejarah.

Mbah Sri berpisah dengan suaminya, sejak terjadi Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta. Prawiro ikut berperang untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. Dan setelah itu, suaminya tidak pernah kembali. Mba Sri memilih untuk tidak menikah lagi. Mba Sri tinggal bersama seorang cucunya.

Ziarah mengajak kita memahami kesimpangsiuran sejarah. Dan yang terpenting, Ziarah mengajarkan kita untuk berdamai dengan masa lalu. Begitu pula dengan perjalanan Mbah Sri yang menziarahi masa lalu dan menemukan sebuah jawaban.

Adegan dalam Film Ziarah
(sumber: google.com)

Dari yang saya ketahui, hampir semua pemeran di film ini adalah mereka yang sebelumnya tidak pernah terjun ke dunia akting. Justru aktingnya sangat alami, dan apa adanya. Kesederhaan adegan dalam film, membuat Ziarah lebih terlihat sebagai film dokumenter bukan menjadi drama.

Dari Ziarah, saya sendiri belajar. Belajar berdamai dengan diri sendiri dan juga masa lalu. Bahwa kesetiaan yang paling dalam adalah mengikhlaskan.

9/10 buat Mas BW, apik tenan karyane mas.


No comments:

Post a Comment