Sunday, December 25, 2016

Kejutan di Film 'May Who?'

Di dunia ini tak ada yang adil, 
ada yang tinggi,
ada yang rendah.
Semua punya standarnya.
Termasuk di sekolah.

Murid-murid dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok,
paling bawah ada mereka yang biasa-biasa saja.
Diatasnya adalah mereka yang nakal,
tidak berbuat apa-apa, tapi mencari masalah.
Kemudian, adalah group rajin,
mereka yang sering menggunakan bahasa yang sulit dipahami.
Urutan ketiga adalah atletik,
mereka yang memiliki kekuatan super.
Kedua, adalah group cantik.
Masing-masing dari mereka memiliki banyak followers.
Urutan pertama adalah mereka yang memiliki keunikan tersendiri.

Dan yang paling atas adalah, ia yang jago segala-galanya.

Mereka yang tidak memiliki banyak, masuk ke group yang sama dengan ku.



Panjang ya pengantarnya.... Hahaha
Kurang lebih seperti itu, prolog dari Film Thailand May Who yang gue tonton beberapa hari lalu. May Who atau dalam bahasa Tagalognya May Nai Fai Rang Frer bercerita tentang romansa remaja beserta problematika yang ada didalamnya. Sutradara May Who, adalah Chayanop Boonprakob yang ternyata juga menyutradarai film populer di Thailand, SuckSeed. Film dengan genre romantic comedy ini diperankan oleh Sutatta "PunPun" Udomsilp (May), Bank Thiti Mahayotaruk (Pong), Tor Thanapob Leeratanakajorn (Fame).


(sumber: google.com)


Cerita berawal dari siswa laki-laki (gue ngga tau ini SMP atau SMA) bernama Pong yang mengganggap dirinya tidak masuk dalam satupun group (kelompok pergaulan) di sekolah. Itu karena dia tidak memiliki bakat apa-apa. Tidak memiliki wajah yang tampan, ataupun prestasi di sekolah. Yang menarik, Pong naksir sama Ming, cewek populer pemandu sorak. Pong yang hobi gambar, buat ilustrasi kayak komik gitu yang isinya agak mesum. Tanpa sengaja, buku gambar Pong sampai di tangan Ming. Hancurlah sudah semuanya.


Setelah ditelusuri, yang menyebarkan buku Pong adalah May. 

Konon di Thailand, May adalah nama yang paling umum. Di sekolah pasti ada saja yang bernama May anu atau May itu. Kalo di Indonesia, kayak Ayu kali ya, atau Agus buat cowok. Hahha. Nama lengkap May, adalah May Nhai. kalo bahasa inggris May Nhai berarti "May Who" yang artinya "May siapa?" atau "May yang mana?"

Disni, dari yang gue baca, sutradara pengen bilang tokoh utamanya bukan sosok penting di sekolahnya, Sebuah sekolah dengan kurikulum Jepang-Thailand. Uniknya lagi, May punya kekuatan super, yaitu bisa mengaliri listrik kalo detak jantungnya tinggi. Pong lah yang pertama kali tau, pas mereka bertengkar. Karena inilah mereka jadi deket, dan tentunya saling bantu buat dapeting pasangan idaman masing-masing.

Tapi menurut gue, cerita ini mudah ditebak. Muncul benih-benih cinta di antara mereka berdua. Melihat ceritanya yang cuma gitu aja, emang ngga ada yang istimewa dari May Who. Tapi yang menarik adalah, kekuatan super May yang nantinya bakal menghalangi dia jatuh cinta, dan cuma Pong yang bisa bantu.

Gimana ceritanya? Mending nonton aja. Gue yakin kali bakal tertawa atau terharu di tiap scene nya. Ditambah Pong, menurut gue cakep banget, dibanding Fame yang keliatan dewasa dan maco. Bank Thiti Mahayotaruk berhasil memerankan Pong, sebagai karakter remaja yang sedang jatuh cintah, yang lucu tanpa dibuat-buat. Yang koplak dan apa ya...pokoknya lucu deh. Rasanya pengen dipacarin. Loh.

Sebagai bonus, sang sutradara juga menyelipkan animasi sesuai kartun yang digambar Pong. Jadi lo akan dibawa di dunia nyata dan dunia khayalan Pong. Seru!

Beberapa kali nonton film Thailand, gue rasa yang membuat Thailand unggul dalam filmnya adalah idenya yang luar biasa, ditambah cerita Thailand yang khas. Ditiap filmnya selalu ada kesegaran, selalu ada yang namanya kejutan, dan yang pasti membuat ketagihan. Gue sama sekali ngga ilfeel sama cara bicaranya yang aneh, gue fokus sama cerita dan visual yang ditawarkan.

Dan kalian pasti setuju, kalo selain film, iklan Thailand juga bikin mewek kan? Bener kan?
Yaps, mereka ngga cuma menjual produk, tapi nilai produk itu sendiri. Bayangin aja iklan obat muka bisa dibuatin film. Iklan asuransi udah kayak short movie, atau film dokumenter.

Balik lagi ke May Who?, yang jelas film ini sangat recommended. Nggak kayak FTV yang konfliknya tiap episode sama gitu-gitu aja. Ini jauh lebih seru. 7.8/10 buat Who Who? Yeah!



Tuesday, December 20, 2016

Ketika Kota di Serang Zombie...

Setelah menahan beberapa bulan, akhirnya gue menyerah. Gue ngga bisa melewatkan untuk tidak me-review film Train to Busan. Film ini terlalu bagus jika harus dilewatkan dalam bentuk tulisan dan dibagi kepada semua penonton, ngga melulu mereka yang fanatik sama film Korea.

Oke, gue mulai.

Gue kenal Drama Korea sejak kelas 5 SD, dan mulai benar-benar suka tahun kedua kuliah. Semua waktu luang yang ada, gue habiskan untuk nontonin oppa-oppa ganteng, termasuk tingkah konyol mereka di variety show. Kenapa gue suka Korea? Ini ngga cuma soal wajah cakep hasil oplasan. Tapi memang cerita mereka yang orisinil dan beda sama drama atau series lain. Termasuk sinetron Indonesia. Yeah, sinetron yang bisa tayang seumur hidup sampe season tak terhingga. Tapi Train to Busan, menurut gue, tanpa melebihkan-lebihkan ke-keren-an aksi Gong Yoo, dari segi cerita, visual, pesan dan porsi drama yang tidak berlebihan memang harus menerima pujian. Bahkan, dunia hollywood sana mau memproduksi ulang film ini, tapi tentunya dengan kondisi yang disesuakan. Dengan capaian jumlah penonton hingga 10 juta, di minggu kedua penayangannya jauh diatas Warkop DKI Reborn, elo masih mau gengsi nonton Film Korea?

Train to Busan, sebuah film bergenre action, suspense, thriller yang disutradarai oleh Yeon Sang-Ho juga sekaligus sebagai penulis naskah bersama Park Joo-Suk. Seperti yang udah gue bilang tadi, Train to Busan dibintangi oleh aktor populer Gong-Yoo. Ngga main-main film ini diputar pertama kali di Festival Film Cannes 2016 lalu, serta meraih penghargaan di the 20th Fantasia International Film Festival. 

Film ini bercerita tentang seorang anak bernama Soon An (Kim So Ahn) yang ikut bertemu ibunya di Busan. Ayah Soon An - Seok Wok (Gong Yoo) memiliki masalah dengan istrinya yang membuat ia tinggal terpisah. Masalah muncul ketika Gong Yoo dan Soon An yang berada dalam kereta menuju Busan dengan penumpang lain, harus menerima kenyataan bahwa ada seorang penumpang yang telah terjangkit virus aneh dan berbahaya masuk ke dalam kereta. Virus itu yang membuat ia menjadi zombi lalu memangsa penumpang lainnya. 

Ada banyak sekali adegan berbahaya, tragis, bahkan dramatis di dalam kereta. Bahkan saking banyaknya gue ngga bisa sebut satu-satu. bagaimana aksi heroik Sang Hwa (Ma Dong Seok) yang harus merelekan dirinya digigit dan terinfeksi demi menyelamatkan penumpang yang lain, sementara sang istri sedang hamil tua. Bagaimana adegan dramatis Young Gook (Choi Woo Sik) yang harus akhirnya juga harus menjadi zombie karena orang yang ia cintai terinfeksi. Dan tentu saja masih banyak lagi.

Gue pernah sesekali nonton film zombie versi barat tapi ngga semenyentuh ini. Apa ya, emosianal penonton bener-bener diaduk dalam setiap adegannya. Alurnya pas menurut gue, diawal kita disuguhkan hiburan dari beberapa candaan anak SMA, hingga di tengah film penononton bahkan tidak dibiarkan bernafas saat mereka menembus lorong demi lorong untuk menyelamatkan orang yang mereka kasihi. Bahkan sampai akhir film pun, saya yakin anda akan dibuat menangis. Walau gue sendiri ngga nangis, karena terlalu gengsi untuk mengeluarkan air mata diantara riuh orang bisokop. Haha.

Film ini menyuratkan kasih sayang ayah kepada anak perempuannya, bagaimana dia harus membayar waktu yang selama ini ia gunakan untuk bekerja. Action, thriller, drama lengkap ada dalam film ini. Inilah berbedaan budaya ketika film digarap. Mungkin jika orang barat membuat film zombie, tidak akan ada kisah dramatis seperti orang timur. Sentuhan-sentuhan keluarga, 'rasa', dan banyak kata yang tidak bisa diungkapkan, ada dalam film ini. Ditambah visual yang begitu ciamik. 

Bahkan setelah keluar dari bioskop gue parno kalo-kalo disamping gue ada zombie yang siap gigit. Lebay sih, tapi apa mau dikata. Hahaha. Dan gue searching, dulu keberadaan zombie itu dikatakan pernah ada dibelahan bumi mana gue lupa. Mereka adalah orang mati yang kemudian bangkit lalu menyebarkan virus berbahaya.

Yang kurang dalam film ini cuma satu, kenapa pemeran utama harus mati di akhir. Terlalu sayang...Huft. 

Setelah lo nonton film ini, cepat ambil hp dan hubungi keluarga lo lalu katakan, kalo kalian sayang mereka. Ini memang terlalu bodoh. Tapi gue cukup yakin, seberapa banyak waktu yang tidak mereka habiskan untuk elo tapi bekerja, adalah demi lo juga. Ngga sedikit orang tua atau bahkan anak, gengsi berucap sayang. 

Oke gue kasi dua jempol untuk Train to Busan, dan rating 9/10. Daebak!

eh kabarnya, akan ada sequel dari fim ini yang akan diperankan oleh Kim Jong Ki. Tapi gue rasa ngga akan sebagus yang pertama. Yoih, tungguin aja.

Thursday, December 15, 2016

Headshot, Drama Film Laga

Hai universe, I'm Back!


Yeah, I'm Back.
Lama banget ya gue ngga bersua di blog. Kalo ibarat rumah, ini blog udah penuh sama sarang laba-laba. Sebenernya sih ngga karena sibuk-sibuk banget, emang gue-nya yang mulai males nulis. Kebiasan yang baik ilang, karena suguhan oppa-oppa Korea yang gantengnya dewa. Gue lebih sering nontonin drama dan internetan ngga jelas ketimbang nulis. Dan sekarang itu ngga boleh lagi. Nggak!

Kali ini gue bakal review film yang udah gue tonton sekitar 3 hari yang lalu. Temen gue maksa gue nulis, soalnya dia gregetan dengerin curhatan gue di watsap betapa errgh-nya ini film. Okay, gue bakal coba sedikit mengupas film ini. Dan semoga gaya tulisan gue ngga berubah. Hahha.

Senin, 12 Desember lalu gue dan temen-temen kuliah gue ketemuan. Kebetulan kita pada libur (eh gue ngga libur) dan akhirnya kita sepakat nonton film.
Dan.......
Film yang kita tonton adalah, Headshot.

Yeah, Headshot yang pemainnya udah dikenal banget aktor spesial film laga. Iko Uwais. Pertama liat posternya di bioskop, gue kagum. Ada banyak tulisan nominasi ataupun penghargaan Headshot. Dan penghargaannya lebih banyak di luar negeri. Wow. Ada Festival Film di Paris, Toronto, dan masih banyak yang sampe gue ngga inget. Melihat sambutan yang baik itu, otomatis dong gue makin makin penasaran sama ini film. And then...


(Sumber: google.com)

Okay, gue bakal jelasin dulu. Apasih film Headshot dan siapa aja sih pemainnya?

Headshot adalah sebuah film dengan genre action, yang sutradaranya dikenal dengan Mo Brothers, yaitu Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel. Rilis tanggal 8 Desember 2016, ngga main-main film ini dibintangi sama Iko Uwais (abdi/Ishmael), Chelsea Islan (Ailin), Julie Estelle (Rika), Zack Lee (Tano), Sunny (Lee), David Hendrawan (Tejo), Very Tri Yulisman (Besi), Ganindra Bimo, dan masih banyak lagi. Dan gue dapet info, Headshot adalah film pertama dari rumah produksi Screenplay Production dan Infinite Frameworks Studios. Proses syutingnya sendiri, berlangsung 45 hari di Batam. 

Ekspektasi gue tinggi sama film ini, melihat dua film Iko sebelumnya sangat sukses, ditambah deretan prestasi yang udah diraih ini film bahkan sebelum penayangannya di Indonesia.

Dzeengg, sekitar 2 menit pemutaran film ini gue langsung bisa ngambil kesimpulan kalo ini film jelek dari segi cerita dan logika. But sorry to say. Film yang bagus menurut gue adalah film yang mampu meraih perhatian penontonnya di 15 menit awal pemutaran. Dan Headshot sama sekali ngga membuat perhatian gue teralihkan.

Film ini bercerita soal pria yang awalnya tidak diketahui namanya (Iko Uwais) yang terbangun dari koma yang panjang. Dan selama si cowo koma, ia dirawat oleh Ailin (Chelsea Islan) yang notabene adalah dokter. Kondisi si pria ditemukan sekarat pertama kali oleh seorang nelayan sekitar pantai. Dramanya muncul ketika pria ini, akhirnya dinamai Ishmael hilang ingatan. 

Ishmael dan Ailin langsung dekat. Cepet banget menurut gue, walaupun ini terjadi di film. Sambil si Ishmael mencari siapa dirinya, seorang tahanan penjara atas kasus narkoba (menurut gue) lepas. Lepasnya pun sangat tidak wajar dan tidak masuk akal. Ini yang gue bilang adegan awalnya udah bikin ngakak. Kok ya bisa, gampang banget polisi dibunuh saat ada kunjungan rutin ke lapas, trus dengan gampangnya mereka tembak-tembakan trus udah mati. gitu aja. Ngga ada yang namanya pengawalan ketat. Seakan untuk keluar dari penjara ngga ada tantangan yang berarti. Ya walaupun pada akhirnya semua napi mati ketembak kecuali si Lee ini.

Aduhh mak, gue yang ngga pernah di penjara pun tau kok ya gitu amat ya.

okey, cerita berlanjut ke tindakan kejahatan Lee hingga akhirnya membawa di bertemu dengan Ishmael yang ternyata nama sebenarnya adalah Abdi. Dan ternyata Lee adalah ayah angkat Abdi. Abdi berhianat karena udah muak menjadi boneka yang tugasnya melakukan kejahatan. Akibatnya di ditembak, tercebur ke laut dan lupa ingatan. Begitulah kira-kira.

Kelucuan dalam film ini berlanjut ketika Ganindra Bimo nongol. Ini orang kocak parah. Walaupun aktingnya sangat serius dalam keadaan genting, gue sama sekali ngga liat sangarnya Bimo dimananya. Kupingnya ditembak, pergi ke rumah sakit bikin teror ke dokter Ailin. Semua gue liat lucu. 

Selanjutnya adalah adegan di bis yang menurut gue ngga penting. Semua penumpang di Bis ditembak, cuma buat nyari Abdi. Dokter Airin dan seorang gadis kecil pun disandera, agar supaya si Abdi menyerahkan diri. 

Singkat cerita, Abdi udah sampe di basecamp lokasi penyenderaan dengan bantuan share location. Heloooo, sejak kapan di hutan belantara ada sinyal. Okey kita anggap ada. Karena Telkomsel udah menyasar seluruh pelosok Indonesia.

Disini Abdi berhasil membunuh 4 teman baiknya dulu, termasuk Rika (Julie Estele). Juli seksi abis disini. Ini sih yang membuat film ini mahal. Heran kenapa bisa lolos sensor. Banyangin aja, si Juli harus jungkir balik ngelawan Iko pake tangtop item press body. Kalo ada yang bilang, 'gue ngga nggeh loh prim itu keliatan anunya, atau apanya. Gue fokus sama silatnya' itu boong. Mereka boong. 

Dan akhirnya, Abdi melawan 'ayah angkat'nya sendiri, dengan sangat tragis, lalu hujan turun. Adegan selanjutnya, Ishmael bangun dari tempat tidur di sebuah rumah sakit disampingnya ada Chelsea Islan. 

Yeaaah, good untuk drama FTV nya.

Jujur kalo menurut gue, cerita Headshot sangat cetek, dangkal, ringan, dan drama abis. Ini sama aja kayak FTV yang ditambah adegan silat. Terlalu banyak 'anjing' yang keluar yang menurut sangat tidak lucu. Iko sangat tidak cocok beradegan romantis. Plis. Mas Iko lebih baik beradengan sangar dibanding harus manis-manis dan sok romantis. Ngga banget. Ngga cocok. Ngga pantes. 

Adegan yang lain pun terasa konyol, saat Iko berantem di kantor polisi. Iko diserang oleh musuh, dan musuhnya lainnya ngidupin lampu. Setalah mati, baru musuh yang ngidupin lampu dateng. aaah. gimana ngga gregetan ini nontonya. 

Keanehannya sampe ke bolong bajunya Iko pas berantem. jaitan kepala, make up Chelsea yang gue liat berubah-ubah. 

Yang gue heran adalah kok ya bisa film kayak ini dapet banyak penghargaan ya. 

ya, disamping minus yang banyak tadi, yang bagus sih emang adegan silat dan banyak adegan sadis yang cukup berani. Visual gambar juga cukup bagus, kamera moving sepanjang adegan berantem yang buat penonton bisa melihat dari banyak sisi. Atau justru pusing, entahlah.

Kalo gue bandingin sama The Raid 1 dan 2, ini mah jauh di bawah. Bahkan levelnya pun dan target penontonnya beda. Ini film sangat ringan dan bisa dinikmati siapa aja.

Menurut gue (menurut gue loh ya) ini sebuah kemunduran film laga Indonesia. Ini yang terjadi ketika film laga 'dipaksa' dibungkus dengan drama cinta. Mas Iko, ngga usah beradegan romantis dan sok manis juga udah keren kok. Gue cuma sayang aja, ini film yang udah banyak dinanti tapi ngga sesuai ekspektasi.

Dan lagi-lagi gue bilang, ini murni menurut gue loh ya. Tanpa ada tekanan ataupun paksaan. Gue ngga berpura-pura suka cuma demi menaikkan derajat film negeri. Ini kritik membangun untuk lebih baik kedepannya. Gue sendiri pecinta film Indonesia. 

So, rating dari gue 6/10. Maaf Mas Iko, kamu ngga cocok jadi cowok melankolis.