Hai universe, I'm Back!
Yeah, I'm Back.
Lama banget ya gue ngga bersua di blog. Kalo ibarat rumah, ini blog udah penuh sama sarang laba-laba. Sebenernya sih ngga karena sibuk-sibuk banget, emang gue-nya yang mulai males nulis. Kebiasan yang baik ilang, karena suguhan oppa-oppa Korea yang gantengnya dewa. Gue lebih sering nontonin drama dan internetan ngga jelas ketimbang nulis. Dan sekarang itu ngga boleh lagi. Nggak!
Kali ini gue bakal review film yang udah gue tonton sekitar 3 hari yang lalu. Temen gue maksa gue nulis, soalnya dia gregetan dengerin curhatan gue di watsap betapa errgh-nya ini film. Okay, gue bakal coba sedikit mengupas film ini. Dan semoga gaya tulisan gue ngga berubah. Hahha.
Senin, 12 Desember lalu gue dan temen-temen kuliah gue ketemuan. Kebetulan kita pada libur (eh gue ngga libur) dan akhirnya kita sepakat nonton film.
Dan.......
Film yang kita tonton adalah, Headshot.
Yeah, Headshot yang pemainnya udah dikenal banget aktor spesial film laga. Iko Uwais. Pertama liat posternya di bioskop, gue kagum. Ada banyak tulisan nominasi ataupun penghargaan Headshot. Dan penghargaannya lebih banyak di luar negeri. Wow. Ada Festival Film di Paris, Toronto, dan masih banyak yang sampe gue ngga inget. Melihat sambutan yang baik itu, otomatis dong gue makin makin penasaran sama ini film. And then...
(Sumber: google.com)
Okay, gue bakal jelasin dulu. Apasih film Headshot dan siapa aja sih pemainnya?
Headshot adalah sebuah film dengan genre action, yang sutradaranya dikenal dengan Mo Brothers, yaitu Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel. Rilis tanggal 8 Desember 2016, ngga main-main film ini dibintangi sama Iko Uwais (abdi/Ishmael), Chelsea Islan (Ailin), Julie Estelle (Rika), Zack Lee (Tano), Sunny (Lee), David Hendrawan (Tejo), Very Tri Yulisman (Besi), Ganindra Bimo, dan masih banyak lagi. Dan gue dapet info, Headshot adalah film pertama dari rumah produksi Screenplay Production dan Infinite Frameworks Studios. Proses syutingnya sendiri, berlangsung 45 hari di Batam.
Ekspektasi gue tinggi sama film ini, melihat dua film Iko sebelumnya sangat sukses, ditambah deretan prestasi yang udah diraih ini film bahkan sebelum penayangannya di Indonesia.
Dzeengg, sekitar 2 menit pemutaran film ini gue langsung bisa ngambil kesimpulan kalo ini film jelek dari segi cerita dan logika. But sorry to say. Film yang bagus menurut gue adalah film yang mampu meraih perhatian penontonnya di 15 menit awal pemutaran. Dan Headshot sama sekali ngga membuat perhatian gue teralihkan.
Film ini bercerita soal pria yang awalnya tidak diketahui namanya (Iko Uwais) yang terbangun dari koma yang panjang. Dan selama si cowo koma, ia dirawat oleh Ailin (Chelsea Islan) yang notabene adalah dokter. Kondisi si pria ditemukan sekarat pertama kali oleh seorang nelayan sekitar pantai. Dramanya muncul ketika pria ini, akhirnya dinamai Ishmael hilang ingatan.
Ishmael dan Ailin langsung dekat. Cepet banget menurut gue, walaupun ini terjadi di film. Sambil si Ishmael mencari siapa dirinya, seorang tahanan penjara atas kasus narkoba (menurut gue) lepas. Lepasnya pun sangat tidak wajar dan tidak masuk akal. Ini yang gue bilang adegan awalnya udah bikin ngakak. Kok ya bisa, gampang banget polisi dibunuh saat ada kunjungan rutin ke lapas, trus dengan gampangnya mereka tembak-tembakan trus udah mati. gitu aja. Ngga ada yang namanya pengawalan ketat. Seakan untuk keluar dari penjara ngga ada tantangan yang berarti. Ya walaupun pada akhirnya semua napi mati ketembak kecuali si Lee ini.
Aduhh mak, gue yang ngga pernah di penjara pun tau kok ya gitu amat ya.
okey, cerita berlanjut ke tindakan kejahatan Lee hingga akhirnya membawa di bertemu dengan Ishmael yang ternyata nama sebenarnya adalah Abdi. Dan ternyata Lee adalah ayah angkat Abdi. Abdi berhianat karena udah muak menjadi boneka yang tugasnya melakukan kejahatan. Akibatnya di ditembak, tercebur ke laut dan lupa ingatan. Begitulah kira-kira.
Kelucuan dalam film ini berlanjut ketika Ganindra Bimo nongol. Ini orang kocak parah. Walaupun aktingnya sangat serius dalam keadaan genting, gue sama sekali ngga liat sangarnya Bimo dimananya. Kupingnya ditembak, pergi ke rumah sakit bikin teror ke dokter Ailin. Semua gue liat lucu.
Selanjutnya adalah adegan di bis yang menurut gue ngga penting. Semua penumpang di Bis ditembak, cuma buat nyari Abdi. Dokter Airin dan seorang gadis kecil pun disandera, agar supaya si Abdi menyerahkan diri.
Singkat cerita, Abdi udah sampe di basecamp lokasi penyenderaan dengan bantuan share location. Heloooo, sejak kapan di hutan belantara ada sinyal. Okey kita anggap ada. Karena Telkomsel udah menyasar seluruh pelosok Indonesia.
Disini Abdi berhasil membunuh 4 teman baiknya dulu, termasuk Rika (Julie Estele). Juli seksi abis disini. Ini sih yang membuat film ini mahal. Heran kenapa bisa lolos sensor. Banyangin aja, si Juli harus jungkir balik ngelawan Iko pake tangtop item press body. Kalo ada yang bilang, 'gue ngga nggeh loh prim itu keliatan anunya, atau apanya. Gue fokus sama silatnya' itu boong. Mereka boong.
Dan akhirnya, Abdi melawan 'ayah angkat'nya sendiri, dengan sangat tragis, lalu hujan turun. Adegan selanjutnya, Ishmael bangun dari tempat tidur di sebuah rumah sakit disampingnya ada Chelsea Islan.
Yeaaah, good untuk drama FTV nya.
Jujur kalo menurut gue, cerita Headshot sangat cetek, dangkal, ringan, dan drama abis. Ini sama aja kayak FTV yang ditambah adegan silat. Terlalu banyak 'anjing' yang keluar yang menurut sangat tidak lucu. Iko sangat tidak cocok beradegan romantis. Plis. Mas Iko lebih baik beradengan sangar dibanding harus manis-manis dan sok romantis. Ngga banget. Ngga cocok. Ngga pantes.
Adegan yang lain pun terasa konyol, saat Iko berantem di kantor polisi. Iko diserang oleh musuh, dan musuhnya lainnya ngidupin lampu. Setalah mati, baru musuh yang ngidupin lampu dateng. aaah. gimana ngga gregetan ini nontonya.
Keanehannya sampe ke bolong bajunya Iko pas berantem. jaitan kepala, make up Chelsea yang gue liat berubah-ubah.
Yang gue heran adalah kok ya bisa film kayak ini dapet banyak penghargaan ya.
ya, disamping minus yang banyak tadi, yang bagus sih emang adegan silat dan banyak adegan sadis yang cukup berani. Visual gambar juga cukup bagus, kamera moving sepanjang adegan berantem yang buat penonton bisa melihat dari banyak sisi. Atau justru pusing, entahlah.
Kalo gue bandingin sama The Raid 1 dan 2, ini mah jauh di bawah. Bahkan levelnya pun dan target penontonnya beda. Ini film sangat ringan dan bisa dinikmati siapa aja.
Menurut gue (menurut gue loh ya) ini sebuah kemunduran film laga Indonesia. Ini yang terjadi ketika film laga 'dipaksa' dibungkus dengan drama cinta. Mas Iko, ngga usah beradegan romantis dan sok manis juga udah keren kok. Gue cuma sayang aja, ini film yang udah banyak dinanti tapi ngga sesuai ekspektasi.
Dan lagi-lagi gue bilang, ini murni menurut gue loh ya. Tanpa ada tekanan ataupun paksaan. Gue ngga berpura-pura suka cuma demi menaikkan derajat film negeri. Ini kritik membangun untuk lebih baik kedepannya. Gue sendiri pecinta film Indonesia.
So, rating dari gue 6/10. Maaf Mas Iko, kamu ngga cocok jadi cowok melankolis.
No comments:
Post a Comment