Saturday, April 15, 2017

Program Baru, Ilmu Baru

Banyak yang bilang kerja jadi seorang broadcaster (kerennya gituh) adalah hal yang mengasyikan. Kalo itu sebuah pertanyaan dan ditujukan ke gue, gue jawab iya.

Walau masih terbilang baru di dunia tv, gue menikmati apapun yang gue kerjakan. Menjadi seorang kru produksi di TV berita. Kru produksi loh ya, bukan reporter. Karena sering liputan banyak yang salah kaprah.

Jadi kalo di Metro TV, mungkin juga sama tv-tv pada umumnya, jadi kru produksi juga memungkin elo untuk liputan, pokoknya sesuai program yang di dapat. Kalo program studio, ya banyak kerjaannya di studio. Kalo program dokumenter a.k.a jalan-jalan ya banyak diluar untuk liputan. Jadi posisi kru produksi bisa bergeser menjadi seorang reporter, bisa juga riset, bisa juga lightingman, audioman, atau pembantu umum yang sigap di lapangan bila dibutuhkan.

Capek? Ya capek. Tidur aja mah kalo engga mau capek. Enak? Ya enak. Apapun ya lo kerjain sesuai passion itu nikmat. Berkeluh kesah, pasti ada. Namanya juga manusia.

Gue sih masih dibilang sangat belum apa-apa, dibanding mereka yang udah kerja di tv berbelas-belas bahkan berpuluh-puluh tahun. Kalo kata produser gue, mereka yang kerja di TV ngga akan kaya secara finansial, cuma passion yang kencintaan mereka yang buat betah. Ya, lingkungan juga harus mendukung sih.

Gue sendiri, gue akui gue belajar banyak. Kenal orang baru setiap saat akan liputan (walaupun gue bukan reporter lapangan yang jago abis), ngobrol sama narasumber, tau hal-hal baru, kenal karakter orang. Bisa dibilang gue itu banyak belajar, dibanding kerja. Bonus dari belajar sekaligus bekerja gue adalah, sesekali bisa liputan ke luar kota, melihat Indonesia. Yeah, MELIHAT INDONESIA.

Ini kenapa memilih kerjaan sesuai passion itu penting, menurut gue. Karena kalo kerja aja lo berasa berat, berasa dipaksa, gimana untuk urusan yang lain.

Nah yang pengen gue ceritain disini adalah tugas gue sekarang yang jadi seorang kru produksi di program dokumenter seni di Metro TV. Sedang tahap persiapan yang matang. Tayangnya pun masih menjadi kejutan.

Yang seru disini adalah gue bertemu banyak seniman keren-keren di Indonesia, yang bahkan kreativitasnya udah buat gue geleng-geleng. Seniman yang berkarya dengan hati, akal dan dan tentu saja logika.

Seorang seniman nyentrik, bahkan pernah bilang ke gue. TV di Indonesia itu kebanyakan berita politik, gimana ngga kering itu otak. Makanya butuh program seni.

Ada benernya juga. Tayangan TV berita yang isinya berita pilkada, sering bikin alis mengkerut, muka semakin kusut. Butuh yang seger, kayak program seni sebagai hiburan, selain pengetahuan.

Gue ngga mengkatagorikan sinetron sebagai hiburan loh ya. Itu menurut gue, pembodahan massal. Terlalu banyak dramatisasi, yang menumbuhkan bibit-bibit generasi alay.

Tapi kita emang ngga bisa boong, disitulah pendapatan iklan tv paling banyak. Ya itu tuntutan pasar, apa mau dikata. Toh ada juga progam tv yang ngasi edukasi, ngga juga ditonton. Rating paling rendah. Bertahan mungkin karena idealisme si pemiliki tv.

Tapi gue ngga bahas itu. Yang gue pengen bahas adalah cerita seniman yang sempat gue liput. Sayang kalo mereka yang luar biasa itu, cuma sekelebat tayang di TV. Dengan gue sendiri nulis, mungkin bisa menggiring ke perspektif baru, orang awam melihat seni dari seniman itu sendiri. Apalagi ngga semua hal bisa tayang di tv, mungkin hal menarik bisa gue tulis disini.

Ini kuote yang gue kutip dari Charles Bukowski, “Seorang intelektual adalah orang yang mengatakan hal sederhana dengan cara yang sulit, seorang seniman adalah orang yang mengatakan hal yang sulit dengan cara sederhana”. Kebayangkan kalo ini bumi isinya orang pinter semua, pabeliut.


Okey, postingan soal seniman-seniman hebat yang udah gue liput akan gue post di postingan selanjutnya. Ini cuma intro dulu aja, kali-kali nulis isinya basa-basi doang. Haha

No comments:

Post a Comment