Dengan senang hati gue akan bercerita
soal kesempatan menonton Film Setan Jawa karya-nya Mas Garin Nugroho beberapa waktu lalu dalam rangka ARTJOG di
Sanatorium Sanata Dharma, Yogyakarta. Ini salah satu dari keuntungan dari
sekian banyak hal, kerja di media. Yeah.
Tidak berlama-lama, Flm Setan
Jawa karya Mas Garin ini merupakan
perayaan 35 tahun belio berkarya. Bukan cuma film, 35 tahun eksistensi Garin
juga menghasilkan sebuah buku soal sinema Indonesia, berjudul “Krisis dan
Paradoks Film Indonesia (1910-2013)” dan instlasi seni di ARTJOG dengan judul
Air Mata Dali.
Ngomong-ngomong soal Setan Jawa, gue
sangat kagum.
(sumber: google.com)
Terimakasih Mas Garin, telah memberikan pengalaman menyaksikan sinema yang luar
biasa buat saya. Ini baru pertama kalinya gue nonton film hitam putih, dengan
music gambelan secara live. Film bisu tanpa dialog, namun dikuatkan dengan
nyanyian sinden yang menurut gue luar biasa. Lagi-lagi, terimakasih Mas Garin. Pantes tiket nonton film ini
sangat mahal, karena yang kita tonton bukan film biasa, tapi karya seni yang
luar biasa.
Cerita sedikit soal Setan Jawa,
film ini mengisahkan tragedi cinta dan kemanusian, dengan latar waktu abad ke
20. Era kolonial ini ditandai dengan lahirnya era industri yang menyisakan
kemiskinan. Seiring dengan meluasnya kemiskinan, maka bertumbuh subur pula
cara-cara mistik untuk meraih kekayaan, termasuk pesugihan kandang bubrah.
Artis sekaligus penari yang
bermain begitu apik di Setan Jawa adalah Asmara Abigail. Perempuan kelahiran
1992, ini mampu memberi nyawa peran Asih, tokoh utama Setan Jawa. Suksesnya
Setan Jawa tentu saja tidak terlepas dari pemain music gambelan, yang di komposeri
oleh Rahayu Supanggah dan suara merdu penembang, salah satunya Peni Candra
Rini.
(sumber: google.com)
Dari judulnya, mungkin kebanyakan
orang menyangka ini adalah film horror atau sesuatu hal yang begitu mistis. Menurut
gue iya, tapi tidak itu titik beratnya. Gue melihat Setan Jawa adalah sebuah
film perjuangan perempuan. Betapa tangguhnya seorang perempuan hidup dalam
tradisi sekaligus berjuang untuk orang yang ia cintai. Yang terkadang itu
justru menyakiti dirinya.
Walaupun tidak ada dialog sama
sekali, tidak ada naskah dalam film ini, Mas
Garin menggambarkan secara jelas melalui gerak, olah tubuh, dan mimik. Ditambah
cerita film dibagi dalam beberapa babak dengan sub judul.
Untuk kebutuhan program tv, gue
mewawancarai Garin Nugroho, sutradara sekaligus penulis naskah Setan Jawa,
serta Asmara Abigail yang berperan sebagai Asih dalam film ini. Karena Mas Garin sangat sibuk, gue cuma punya
waktu sedikit untuk wawancara. Nah berikut kutipan singkatnya.
Garin Nugroho (Sutradara Film Setan Jawa)
(foto oleh: Dedi Hutasoit)
Mengapa tercetus sebuah ide untuk memproduksi film Setan Jawa, sebuah
film bisu dengan latar hitam putih?
Pertama adalah mistisisme, hal-hal
mistis itu adalah bagian dari hidup bangsa ini yang luar biasa. Mau dari sosial,
ekonomi, politik, kalo ngga ada mistis ngga ada dukun-dukunnya itu bukan bangsa
ini. Dan itu tidak ada diberbagai tempat ya. Dalam kesenian mistisme itu paling
kaya, dimana pun itu, itu satu.
Kemudian hitam putih dan film
bisu. Sebetulnya film bisu adalah kultur film terbesar dan terindah menurut
saya. Dan sebetulnya wayang kulit itu juga film bisu, karena warna hitam putih
diiringi gambelan, persis dengan Setan Jawa. Ada film hitam putih, diiringi
gambelan, jadi sama kulturnya. Jadi Setan Jawa apa yang disebut dengan kerja
budaya, menggabungkan unsur-unsur terpenting dari mulai film bisu sebagai seni
tertinggi kemudian gambelan sebagai seni tertinggi, tari juga, bahkan sastra.
Ada misi khusus dalam film ini?
Misi khususnya untuk melihat
kembali, dengan dunia virtual sekarang justru menjadi kembali ke masa lampau
sebagai sumber penciptaan itu justru menjadi sangat penting. Dan itu akan
banyak memberi ilham bagi bangsa ini. Bagi sejarah politik, ekonomi, seni dan
sebagainya.
Proses pembuatannya sendiri, memakan waktu berapa lama?
Ya kalo proses cukup panjang ya,
sekitar 2 tahun, walaupun syuting hanya 6 hari. Ini proses kerja dengan musik,
dengan Mas Pranggah satu setengah
tahun dan sebagainya, lalu ada workshop-workshop, workshop memanggil setan. Haha
Pemutaran Setan Jawa lebih banyak di luar negeri, dibanding negeri
asalnya Indonesia yang super mistis ini. Kenapa?
Penyelenggaraannya mahal untuk
karya semacam ini. Maka kita akan pentas di Amsterdam, Singapore, dan London. Dan
saya harapkan setiap orang yang melihat karya ini di negeri ini menjadi jatuh
cinta, jika ada kesempatan lihat saja baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Kesulitannya dalam produksi film ini?
Tantangannya menggabungkan
kebudayaan unsur-unsur yang beragam, ada unsur tari, acting, vokal, sastra dan musik
itu.
Asmara Abigail (Pemeran Asih, dalam Film Setan Jawa)
(screen capture video wawancara)
Bagaimana peran seoarang Asih dalam film ini?
Asih itu sebagai sosok wanita,
lemah keliatannya tapi dia juga yang menyelesaikan masalah suaminya. Ini fenomena
biasa dalam rumah tangga, apalagi perempuan jawa, dimana menurut kepada suami,
mengabdi kepada suami, dimana kesalahan suami kita juga yang menanggung. Jadi menurut
saya, dalam kelemahan perempuan itulah sumber kekuatannya.
Kesulitan memerankan tokoh, tanpa dialog hanya dengan gerakan tari, apa
saja?
Kebetulan ini film pertama saya,
jadi saya tidak bisa membandingkan film dengan script dengan film bisu. Kebetulan
dalam film ini saat pengadegan kita menggunakan lagu, menurut saya itu sangat
membantu emosi, jadi segala macam gerakan
dan emosi itu mengalir begitu saja dengan lagu. Kesulitannya, karena ini
improvisasi jadi kita harus bisa membaca gerakan lawan main itu seperti apa.
Proses pembuatan film, semistis yang terlihat ngga sih?
Engga, dan saya yakin alam
persetanan ada disisi kita, syutingnya fun banget, nyaman banget, dan jauh dari
kesan horror ya.
Ada yang lucu menurut saya dari
pemutaran dan diskusi film ini. Beberapa pertanyaan dari wartawan dijawab
seperti tidak serius oleh Mas Garin,
padahal itu serius. Beliao mampu membuat penonton menertawakan hal yang sacral seperti
agama tanpa merusak esensi agama itu sendiri. Misalnya, “Saya membuat film
mistis karena, itu bebas. Hal-hal yang berbau mistis dan persetanan itu penuh
dengan kebebasan, tidak seperti agama”. “terimakasih kepada setan-setan yang
turut menyukseskan film ini,….” Ungkapan seperti itu simbolis menurut gue. Sesuatu
yang kaku, tapi bisa jadi guyonan.
Jangan terlalu serius gitu ah.
(foto tidak serius)
Sukses 35 tahun berkarya, dan
semoga karyane tetep istimewa ya Mas Garin.
No comments:
Post a Comment