Munculnya
berbagai lembaga penyiaran lokal merupakan dampak tak langsung dari perpindahan
era penyiaran analog ke era digital. Eksistensinya mulai dirasakan setelah menjamurnya
TV lokal yang menunjukkan persaingan dengan TV nasional. Apalagi dengan
munculnya Undang-undang nomer 32 tahun 2002 tentang penyiaran, keberadaan TV
lokal seakan mendapat restunya.
Jika menengok
kembali perjalanan stasiun TV swasta, pada awal berdirinya RCTI tahun 1989
misalnya, jangkauannya hanya terbatas di Jakarta dan sekitarnya. Sementara SCTV
dengan jangkauan Surabaya dan sekitarnya. Dan ANteve untuk kawasan Lampung dan
Bengkulu. Ini berarti awal tumbuhnya TV swasta jangkauannya memang terbatas dan
di kota besar hanya diperbolehkan satu stasiun TV saja. Seiring berjalannya
waktu, satu persatu stasiun TV swasta menambah jangkauannya. Hingga akhirnya
mulai bersiaran dengan jangkauan nasional.
Namun dalam
perjalanannya UU tersebut belum mendapat kejelasan yang pasti. Terutama yang mengatur
mengenai batas wilayah siaran yang mengisyaratkan bahwa TV nasional untuk
mengurangi kapasitas dan wilayah jangkauannya. Banyak pihak yang menentang
keputusan ini, terutama mereka yang telah berinvestasi di stasiun TV swasta,
karena dianggap membatasi ruang bisnis mereka.
Terlepas dari konflik kepentingan antara pemerintah dan
kapitalisme industri pertelevisian yang ada, TV lokal kemudian lahir dengan
gairah otonomi daerah yang ada. Dengan semangat untuk memfasilitasi potensi
daerah masing-masing baik dari informasi ataupun hiburan, TV lokal seakan
membawa jiwa baru dalam kemajuan media Indonesia. Dan hingga saat ini
diberbagai wilayah Indonesia diwarnai dengan lahirnya TV lokal dengan berbagai
variasi.
Walaupun popularitas TV lokal ditengah masyarakat yang kalah jauh
dibanding TV nasional menjadi faktor bagi minimnya sponsor dan investasi
pengiklan untuk ikut menghidupi TV lokal. Namun, sebagaimana kedudukannya
sebagai media daerah TV lokal dianggap berhasil menampilkan dan mengedepankan
permasalahan daerahnya. Perbaikan yang berkesinambungan tentunya harus terus
dilakukan pada TV lokal. Mengingat format acara yang cenderung sama, daya
kreatif yang diharapkan belum mampu dipenuhi secara inovatif.
Terlepas dari itu semua, perkembangan TV lokal telah memberikan
kabar baik. Untuk kualitas siaran memang butuh jam terbang dan perjalanan waktu
yang panjang. Ditambah dukungan dari para donatur sehingga keterbatasan
investasi dan lemahnya daya saing terhadap TV nasional mampu diatasi. Karena pada
dasarnya TV lokal merupakan media pertahanan budaya lokal yang akan memperkaya
siaran TV nasional.
No comments:
Post a Comment