Setelah melawan penjajahan bangsa asing pada era reformasi,
bangsa ini kini tengah disibukkan melawan tikus-tikus yang menggeroti kas
negara. Adalah mereka yang bertindak sebagai aparatur negara bahkan perwakilan
rakyat justru tergiur menikmati uang rakyat. Tahun 2014, Indonesia tercatat
menduduki peringkat ke 64 di dunia sebagai negara terkorup. Kondisi ini jauh
berbeda dengan peringkat dua negara tetangga. Singapura menduduki peringkat
173, dan berada pada posisi kelima negara paling bersih versi TI. Sedangkan
Malaysia menduduki peringkat 125 negara korup, dan berada pada posisi 52 di
jajaran negara paling bersih. Saat Indonesia justru fokus kepada pengklaiman
budaya oleh negara tetangga, mereka justru mampu menorehkan prestasi.
Setidaknya keadaan ini patut disyukuri, karena di tahun
sebelumnya Indonesia masuk kedalam 60 besar negara terkorup di dunia. Dibalik
itu semua, terdapat lembaga negara yang sangat berperan dalam memberantas
korupsi di Indonesia. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara
yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas
dari kekuasaan manapun. Inilah yang membantu jalan KPK dalam memberantas pelaku
korupsi di Indonesia.
Di tahun 2013, KPK berhasil mengamankan 1,196 triliun uang
negara dengan 59 pelaku korupsi sedangkan di tahun sebelumnya KPK hanya
menjerat 45 pelaku korupsi dengan kerugian uang negara sebesar 113,8 miliar.
Diukur dari kinerja, KPK seakan berhasil menumpas pelaku korupsi di Indonesia.
Namun bila dilihat dari sundut pandang berbeda, negeri ini justru memiliki
semakin banyak orang-orang rakus yang menggerogoti uang rakyat. Miris bukan?
Selain memberantas pelaku korupsi, KPK juga menggandeng
masyarakat dan mahasiswa untuk ikut mencengah tindakan korupsi dalam lingkungan
yang lebih sempit. Ini diwujudkan dengan pendidikan anti-korupsi yang
diselenggarakan di tiap-tiap lembaga pendidikan di Indonesia. Mahasiswa
misalnya, dalam lingkungan kampus mahasiswa diharapkan mampu mencengah tidakan
korupsi yang bisa dilakukan siapa saja. Karena saat ini mahasiswa turut aktif
turun ke jalan dengan menyuarakan perilaku anti-korupsi.
Untuk menumbuhkan tindakan anti-korupsi, sebenarnya dilakukan
dengan menanamkan sifat kejujuran dan budaya malu pada masing-masing individu.
Namun tidak hanya itu, lembaga pendidikan seperti kampus juga harus memberikan
dukungan penuh kepada kegiatan postif yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mencengah
korupsi. Misalnya saja pembentukan Badan Audit Kemahasiswaan (BAK) dalam
organisasi kampus. BAK ini memiliki fungsi yang hampir mirip dengan KPK dalam
lembaga pemerintahan. BAK melakukan tugasnya untuk memeriksa keuangan tiap-tiap
organisasi mahasiswa yang mendapat kucuran dana dari kampus. Namun disini, BAK
tidak mendapat wewenang untuk memberi sanksi apabila ditemukan ormawa melakukan
pelanggaran atas tindakan penyelewangan dana kampus. Ini yang membuat lemahnya
organisasi kampus ini dalam melakukan pemeriksaan keuangan organisasi. Inti
dari pemikiran ini adalah bukan kepada tudingan negatif yang diarahkan ke
mahasiswa namun membentuk kebiasaan untuk selalu jujur atas apa yang mereka
lakukan. Jadi mahasiswa tidak hanya mengembor-gemborkan untuk berperilaku jujur
dan bebas korupsi tapi mereka juga harus belajar menilai diri sudahkan mereka
melakukan itu atau hanya omong kosong semata.
Cara lain yang cukup ampuh untuk mencengah tindakan anti
korupsi dalam lingkungan kampus adalah menyertakan surat bebas ‘kriminal’
sebagai syarat untuk wisuda. Kenapa kriminal? Karena korupsi adalah salah satu
tindakan kriminal. Bedanya korupsi dengan maling yaitu, maling hanya beroperasi
pada malam hari namun korupsi bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, oleh
siapa saja. Jika begini, hukuman yang diberlakukan justru lebih berat dari
maling bukan? Maling hanya merugikan satu orang atau satu keluarga, tapi
korupsi dapat menyengsarakan kehidupan orang banyak. Surat ini dikeluarkan oleh
bagian kemahasiswaan yang berisikan catatan kriminal yang dilakukan oleh
mahasiswa selama menempuh pendidikan kampus. Seperti halnya TOEFL yang
digunakan sebagai syarat kelulusan. Tujuannya adalah agar perguruan tinggi
tidak hanya mencetak lulusan yang handal, fasih berbahasa Inggris dan memiliki skill yang mumpuni, namun lulusan yang
bersih dan tentunya bebas korupsi.
Jalan berikutnya adalah mempublikasikan mahasiswa yang
mencontek saat ujian dalam situs akademik kampus. Hal ini dilakukan untuk
menumbuhkan rasa malu atas ketidakjujurannya dalam melaksanakan ujian. Mereka
akan cukup malu, karena mereka berani mengkritik pemerintah atas tindakan
korupsi namun mereka sendiri melakukan tindakan tidak jujur pada diri mereka
sendiri. Setimpal bukan?
Bangsa ini sudah terlalu lama terpuruk, jika tidak mau jatuh
terlalu dalam marilah bersama-sama melakukan tindakan anti-korupsi. Walaupun
tidak dirasakan secara langsung, pendidikan dan gerakan anti-korupsi adalah
investasi masa depan untuk Indonesia hebat.
No comments:
Post a Comment