Monday, August 25, 2014

Si Goody Untuk Bumi


Plastik seakan sudah tidak bisa lagi dilepaskan dari kehidupan manusia di bumi. Setiap harinya, pengkonsumsi plastik terus meningkat. Penggunaannya pun beragam, mulai dari pengemas makanan, tempat menampung barang belanjaan bahkan digunakan juga untuk menampung tumpukan sampah di rumah-rumah. Plastik sendiri memerlukan waktu lebih dari 100 tahun hingga dapat diuraikan. Nah, kebayang kan apabila di Bumi kita ini penduduknya terus menerus menggunakan plastik.

Menurut Widyatmoko dan Sintorini (2002), Jakarta yang luasnya 655 km2 dan jumlah penduduk diperkirakan lebih dari 10.000.000 juta jiwa dapat dipakai sebagai contoh permasalahan sampah di Indonesia. Hanya sekitar 70% sampah yang ada di Jakarta dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir, sisanya tercecer di dalam kota, di jalan atau dibuang oleh pemiliknya  kesembarang tempat, misalnya ke sungai. Sepersepuluh dari sampah yang dibuang adalah plastik. Hampir semua sampah dikubur di bawah lapisan-lapisan tanah. Sebagaian besar plastik  tidak dapat membusuk atau hancur secara alami. Ini berarti sampah plastik akan tetap berada di planet kita untuk waktu yang lama. Sejak masa awal dikembangkannya plastik hingga saat ini, manusia tidak dapat lepas dari kebutuhannya akan plastik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Watts, 2003).

Pembuatan plastik dari minyak bumi, selain menguras sumber daya alam juga bedampak pada pencemaran lingkungan. Pemilihan penggunaan plastik sendiri karena pertimbangan ekonomis dan efesien. Jika dipikir secara bijak, manfaat plastik yang hanya sementara untuk manusia ternyata berdampak fatal bagi kelestarian lingkungan.

Si Goody Bag
Goody Bag atau tas jinjing adalah sebuah tas berbahan dasar kain atau kartoon dengan bentuk persegi panjang. Goody Bag banyak tersedia di supermarket atau minimarket bahkan tak jarang toko-toko menggunakan Goody Bag sebagai pengemas barang belanjaan. Hingga saat ini Goody Bag di desain dengan model yang beragam, jadi ngga perlu merasa kuno apabila berbelanja dengan membawa Goody Bag.

Mengapa Goody Bag?

Plastik yang biasanya diberikan secara cuma-cuma di warung-warung ternyata mengalami proses produksi yang sangat panjang sekaligus dapat merusak Bumi. Dan kini plastik menjadi musuh terbesar lingkungan, karena sulit terurai dan dapat mengganggu ekosistem dalam tanah. Fungsi Goody Bag tak hanya sebagai sebuah trend karena model dan desainnya bisa dirancang sendiri, melainkan gaya hidup ramah lingkungan dan aksi penyelamatan terhadap Bumi. Goody Bag tidak hanya digunakan sekali pakai, namun berkali-kali. Karena bahannya yang fleksibel, terutama dari kain yang bisa dicuci sehabis pakai. Bahkan kini Goody Bag telah tersedia dari bahan daur ulang sampah dengan harga yang terjangkau.

Aksi penyelamatan terhadap Bumi sebenarnya dapat dilakukan dalam bentuk apa dan dimana saja. Ini adalah sebagian kecil contoh aksi penyelamatan yang dampaknya luar biasa terhadap Bumi Tercinta. So, Let’s Save Our Earth!

Sumber:
Watts, Franklin. 2003. Plastik. London: Pakar Raya
Widyatmoko dan Sintorini. 2002. Menghindari, Mengolah, dan Menyingkirkan Sampah. Jakarta: PT Dinastindo Adiperkasa Internasional

Babel, Kisah Dramatis Tiga Benua

Minggu, 2 Juni 2013 pukul 23.18


Mengangkat empat kisah dramatis di tiga benua, Babel (2006) berhasil mengkoyak-koyak emosi penonton dengan film yang ber-genre drama. Alur yang maju mundur, serta keberanian sang sutradara memotong adegan demi adegan dengan setting yang sangat berbeda membuat film ini menjadi agak rancu. Namun, diakhir cerita dapat ditarik dengan jelas benang merahnya yang ternyata konflik-konflik yang terjadi pada film saling keterkaitan. Penasaran? Mari simak seklemit ceritanya.
                                                            
Adegan diawali dengan kisah dua orang kakak beradik di sebuah daerah tandus perbukitan gurun pasir, Maroko. Dengan polos Yossef (Boubker Ait El Caid) dan Ahmed (Said Tarchani) menunjukan kebolehan mereka menggunakan senjata api yang baru saja dihadiahi ayahnya, Abdullah (Mustapha Rachidi). Namanya saja anak-anak, setelah tidak puas menembaki karang bebatuan, mereka bertaruh siapa yang mampu menembak target dari kejauhan dan tepat sasaran. Hingga akhirnya, sebuah bus berhenti tak lama setelah saat salah satu dari mereka menembak bus dari arah bukit. Sesuatu hal yang tidak pernah terbayang pada bocah pengembala kambing terjadi.

Cerita berlanjut ke San Diego. Seorang pengasuh wanita asal Meksiko yang memberanikan diri  bekerja menjadi pengasuh anak di sebuah rumah. Kekhawatiran terjadi ketika majikannya yang sedang berlibur memberi kabar tidak bisa pulang hari itu, karena ada insiden di tempat mereka berlibur. Sedangkan keesokan harinya, Amelia (Adriana Barzza) harus pulang untuk menghadiri pernikahan putranya. Dan akhirnya, Amelia nekat membawa dua orang anak majikannya pergi ke Meksiko dengan menumpang mobil keponakannya, Santiago (Gael Garcial Bernal). Mereka sama sekali tidak terbayang resiko apa yang dihadapi setelah ini.

Di saat bersamaan, sepasang suami istri, Richard (Brad Pitt) dan Susan (Cate Blanchett) sedang berlibur guna memperbaiki hubungan mereka yang akhir-akhir ini renggang. Kepanikan muncul saat mereka dikejutkan dengan peluru nyasar yang menembus bahu Susan.

Jauh di Negeri Sakura, seorang gadis remaja Chieko (Rinko Kikuchi) dilengkapi ketidaksempurnaan pada dirinya, yakni bisu dan tuli. Sang Ayah, Yasujhiro (Koji Yakusho) sangat prihatin dengan sifat anaknya yang sensitif dan pemberontak. Saat kecil, Chieko telah dihadapkan dengan kematian tragis sang ibu. Kemudian sang ayah yang lebih sering di luar rumah ketimbang mengurusi putrinya. Chieko juga moody apabila disinggung masalah keperawanan dan merasa terkucilkan diantara teman-temannya.

Nah, alur cerita yang terputus-putus serta konfliknya yang komplek sesaat membinggungkan. Terutama bagi penonton yang menonton film ini sendirian, sebaiknya jangan. Karena kemungkinan, kamu akan didera kebosanan diawal-awal cerita.

Cerita pun berlanjut dan diketahui bahwa yang tertembak adalah Susan yang anak-anaknya sedang tersesat ditengah padang tandus. Kejadian ini dikarenakan Amelia dan keponakannya dicurigai oleh polisi, sehingga Santiago memilih kabur dan meninggalkan mereka di perbatasan. Pada adegan ini terasa sangat dramatis, karena Amelia harus melindungi kedua anak majikan yang telah dianggapnya anak sendiri. Bahkan Amelia sempat di borgol polisi saat mencari bantuan.

Chieko lebih gila lagi. Karena merasa dikucilkan oleh teman-temannya, Chieko membuka pakaiannya dihadapan seorang detektif bernama Kenji Mamiya (Satoshi Nikaido). Chieko bahkan memaksa Kenji menyentuh bagian tubuhnya. Namun Kenji berhasil menyadarkan Chieko untuk tidak terpengaruh pergaulan bebas dan persepsi teman-temannya. Diketahui akhirnya, ayah Chieko’lah yang menyelundupkan senjata api hingga sampai ke tangan penjual senjata di Moroko. Hingga akhirnya senjata itu jatuh ke tangan dua bocah tadi.

Walaupun mereka berada pada tempat yang jauh berbeda, namun mereka sama-sama dihadapkan pada masalah yang akhirnya menyatukan mereka. Konflik pararel yang dihidangkan sang sutradara (Alejandro Gonzalez Iñárritu) mampu menggiring penonton hingga akhir cerita.

menurut berbagai referensi, Barbel sendiri adalah sebuah menara bernama "Menara Barbel" yang dimana pembangunan menara tersebut diperkirakan tingginya mencapai surga. hingga akhirnya menara itu roboh dan memecah manusia ke dalam kelompok hidup yang berbeda bahasa dan budaya.

saya sendiri pertama kali melihat genre film drama seperti Babel. sutradara dengan apik mampu mengaitkan kisah satu tokoh di tempat berbeda dengan tokoh yang lainnya. pesan yang saya tangkap dari film ini, ya setiap manusia di berbagai belahan dunia sekalipun memiliki masalahnya sendiri, yang berbeda adalah penyelesaiannya.

Di Maroko polisi mungkin sering bertindak gegabah, dengan memukul lelaki tua hingga menyarangkan peluru pada anak kecil. tapi di negeri itu masih ada penduduk yang berbaik hari menolong orang asing yang belum dikenalnya. Atau mungkin di San Diego polisi sangat ketat memerikasa kendaraan yang masuk terutama bagi penduduk ilegal yang belum terdaftar. dan kebebasan seks di Jepang yang menjadikan seorang remaja minder apabila belum pernah melakukan hubungan seks.

Baiklah. Semua kejadian dalam hidup dan kehidupan sebenarnya berawal dari manusia itu sendiri. Beberapa hal yang dikatakan baik belum tentu benar dan sebaliknya.

Masa Menebar Mimpi

Minggu, 26 Mei 2013 pukul 15.38



Saat Menebar Mimpi adalah dokumenter yang mengisahkan bagaimana seseorang memiliki mimpi besar dan kemudian ia ingin merealisasikan mimpi itu yang notabene adalah mimpi-mimpi orang kecil. Menjalani hari dengan semangat, dengan asa yang besar adalah Bambang Warih Koesoma yang menjadi tokoh dalam dokumenter ini. Seorang mantan parlemen yang ingin mencalonkan diri menjadi anggota DPD tahun 2004.

 September 1955, Indonesia memulai era Demokrasi baru. Dimana rakyak memiliki andil dalam menentukan parlemen dan konstituante. 50 tahun kemudian, Rakyat dihadapkan langsung dengan pemilihan umum. Memilih Presiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).


Bambang adalah mantan anggota DPR dari kader Partai Golkar, hingga akhirnya memilih mundur dari Partai tersebut. Dan kini Bambang kembali tertarik untuk "memperjuangkan rakyat" di kursi DPD. Sama seperti aksi para politisi lainnya bila menghadapi pemilu, Bambang memdekati rakya-rakyat kecil di daerah-daerah kumuh di Jakarta. Untuk memenangkan pemilihan kali ini, Bambang harus meraih lebih dari 3000 suara dari Rakyat Jakarta.

Menarik memang, adegan demi adegan yang ditampilkan pada dokumenter ini. Memperlihatkan betapa gigihnya Bambang untuk dapat mengambil hati rakyatnya. Kampanye memang masa yang tepat untuk menebar mimpi. Di sisi lain, Rakyat seakan telah muak atas janji-janji manis oleh sang politikus. Sebagian besar dari mereka memilih untuk tidak bersuara di pemilu nanti, "golput aja" katanya.


Teknis pencoblosan yang dibuat semakin mudah justru dirumitkan dengan surat suara yang harusnya di sebut koran. Terpampang banyak anggota calon dari berpuluh partai yang harus kita coblos saat itu. Bertolak belakang dengan keadaan rakyat bangsa ini, ternyata masih ada yang buta huruf. Suara mereka hanya sekedar pemenuhan kewajiban dari seorang warga negara yang tidak tau harus menggantungkan nasibnya kemana.

Manusia terkadang memiliki ambisi yang terlampau besar untuk dapat menciptakan sebuah perubahan. Salah satunya jalan adalah masuk parlemen dan menjadi anggota legislatif. Padahal jika memang niatnya adalah untuk sebuah perubahan, mestinya ciptakan perubahan itu dulu. Sebutan pemimpin hanyalah penghargaan. Ini yang dilakukan kebanyakan calon legislatif bangsa ini. Mereka sibuk meninabobokan rakyat dengan mimpi. Hingga akhirnya saat rakyat terbangun, mereka akan kembali temui kehidupan yang sama.


Bambang Warih Koesoma adalah salah satu dari banyak politisi yang memiliki ambisi besar. Kecintaannya pada kekuasaan atau benar memperjuangkan hak rakyat menjadi saru.

Kosong

Sabtu, 18 Mei 2013 pukul 15.56

Sengaja tersedia sebuah meja dengan dua buah kursi dalam pojok ruang sebuah rumah kontrakan. Mereka menyebutnya itu dapur. Tapi, ngga ada kompor gas bahkan susunan piring disitu. Hanya ada sebuah keran air, dengan air yang sesekali masih menetes.
Kontrakan ini memiliki empat buah kamar yang semua penghuni sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka hanya bertemu waktu malam, itu juga kalo lagi mujur. Ternyata menjadi mahasiswa selain diharuskan menjadi orang mandiri yang harus meninggalkan keluarga, mereka juga dihadapkan pada proses kedewasaan. Mengatur alur emosi dan menghargai pilihan masing-masing. Kita memang ngga melulu harus berempat.
Seorang wanita, jelas salah satu diantara empat penghuni rumah kontrakan itu duduk bersila pada kursi meja makan tadi. Pandangannya setengah kosong. Ia meletakkan kepalanya di atas meja makan. Mengarah ke sebelah kanan. Tangan tetap dilipat diatas perut, dan matanya mengarah pada sebuah hp di depan matanya. Tak terhitung berapa lama. Hingga terdengar seorang wanita membuka pintu yang lalu mendekat kearahnya.
“boleh gue tau, hal apa yang membuat lo seperti ini?”
“seberapa peduli lo?”
“sebesar yang lo yakini”
“rumah ini kosong”
“memang. Lalu?”
“entah lah. Sampe kapan kita betah seperti ini”
“sampe kampus berhenti memaksakan sistem TAK pada mahasiswanya”, ucap wanita kedua sambil tertawa lalu ngeloyor pergi kekamarnya.
Wanita pertama tadi akhirnya memalingkan pandangan ke arah lawan bicaranya.

“ngga lucu!” 

Laut Mungkin Tau

Rabu, 15 Mei 2013 pukul 01.24

Debur ombak laut senja itu. Dengan setia seorang gadis duduk diatas tumpukan butir pasir putih. Sendiri. Masih dengan mata berbinar, ia membuat sebuah lingkaran sedang disebelahnya. Bukan lingkar sempurna. Sesekali ia meniup pasir yang tak sengaja jatuh hingga menyarukan garis lingkarnya. Sendal miliknya, yg tadi ia duduki kini ditaruhnya di dalam lingkaran itu. Kemudian, kembali sambil tersenyum ia meletakkan dua buah botol minuman pada garis luar lingkaran. Belum jelas apa yg ia lakukan. Beberapa menit kemudian, kembali ia menegaskan garis diatas sibakan pasir. Menggerakan telunjuknya dengan halus.

Sesekali ia bangun lalu melemparkan kerang kecil ke air pantai yg menggenang. Bahkan, ombak pun tidak memberi perlawanan. Ia mengulang itu hingga beberapa kali. Seperti membuat kompetisi pada diri sendiri. Seberapa jauh kerang dapat berlari diatas air. Seberapa kuat kerang mampu menyibak hingga membuat percikan air. Kini ia memalingkan kepalanya ke arah belakang. Bahkan ia tau, tak ada langkah kaki yg mendekati posisinya.

Keceriannya mulai melemah. Ia akhirnya duduk dan membersihkan kaki tangannya dari serpihan pasir. Tangan kanannya meronggoh saku, mencari sebuah benda yg tersembunyi di sudut. Sebuah gelang dengan hiasan kerang. Cantik. Ia memandangi itu dengan lekat. Bahkan ombak nampak tak lagi punya pesona.

Masih sibuk dengan gelangnya, dari kejauhan muncul laki-laki mengayuh sepeda. Makin lama makin lekat makin terlihat jelas sosoknya. Dengan jarak yg kurang dari 50 meter ia meneriakan nama gadis itu beberapa kali.
" Ve...vee...veraaaaaa"
Ia berhasil membuat gadis yang ternyata bernama vera menoleh. Pria itu melempar sepedanya dan mendekat ke arah vera yg telah berdiri.
"Ve masih ada sisa waktu untuk menjawab?"
"Kapanpun"
"Aku menerima tawaranmu"
"Berubah pikiran?"
"Tidak"
"Lalu?"
"Ya, emang sejak dlu"
"Tapi kenapa baru sekarang?"
"Aku butuh waktu untuk memulainya dengan benar"
Laki-laki itu mengangkat tangan kananya di depan mata vera. Terlihat sebuah gelang melingkar di tangannya. Lalu mereka akhirnya berpelukan. Erat. Kau tau? Walau cinta sering kali membuat mu menunggu, ia juga membuka ruang lebar untuk kesabaran.


Sambil memandangi matahari yang hampir terbenam, mereka duduk, bercerita menghadap laut. Hangat. Laut mungkin tau.

Membaca Gambar Bergerak

Sabtu, 4 Mei 2013 pukul 16.05

Terlahir sebagai gadis dengan paras cantik, Madonna Louise Ciccone atau yang akrab disapa Madonna adalah seorang penyanyi sekaligus  aktris yang merupakan salah satu figur paling besar dalam sejarah musik populer dunia. Madonna mendapat julukan “Ratu Pop” dan masuk dalam Guiness World Records sebagai penyanyi wanita tersukses sepanjang massa. Madonna memulai debutnya sebagai penyanyi solo dengan merilis single yang menjadi hits di tahun 80an, “Everybody”.  Kesuksesan single beraliran musik dance itu membuat Madonna terinspirasi untuk merilis debut album pada tahun 1983, "Madonna". 


 Sebenernya saya kurang paham mengenai siapa Madonna dan jarang sekali mengikuti tiap albumnya, tapi dari video klip milik Madonna yang diperlihatkan oleh Dosen Penulisan Naskah seminggu yang lalu, saya melihat sebuah ideologi yang ingin Madonna tampilkan. Dalam balutan kain minim yang menutupi tubuhnya, Madonna terlihat “mendominasi” kaum pria. Walau Madonna tidak memiliki suara yang sebanding dengan penyanyi papan atas dunia seperti Adele dan Beyonce, Madonna tetap bisa tampil kharismatik dengan menonjolkan kemampuan tari serta keseksiannya. Saya sendiri kurang setuju atas tindakannya di tiap video klip yang terlalu menggumbar keindahan tumbuh. Bernilai jual, memang.


Madonna berhasil mempelopori video klip sebagai bentuk rekaman promosi yang tak sekedar memperlihatkan artis yang berputar-putar diatas panggung, tetapi memiliki skenario dan storyboard dengan adegan simenatik yang mengagumkan. Berlatar belakang kehidupan yang berliku, Madonna pernah menjadi pelayan restoran cepat saji hingga menjadi model foto telanjang ia kerap menerapkan ini dalam semua video klipnya. Yaitu sebuah kebebasan dan pengakuan. Tak jarang, beberapa videonya dicekal dan tidak layak di unggah di youtube ataupun disiarkan dalam media.
(Contohnya, video klip dari lagu Girl Gone Wild)
(Disadur dari berbagai sumber)

Madonna dengan sederet sensasi dalam video klip-nya memang tak akan habis untuk dibahas. Mari lanjut ke tugas berikutnya. Siapa yang ngga kenal Petra Sihombing? Cowok ganteng asal Jakarta ini terkenal dengan lagu pertamanya Cinta Takkan Kemana-Mana. Sebenernya saya sendiri tidak terlalu suka konsep video klip yang rumit dan me-reka beberapa adegan panjang. Beda jauh dengan beberapa video klip Madonna tadi.
Petra sendiri, beberapa video klipnya di album pertama dan kedua yang lagunya manyoritas adalah kisah percintaan ditampilkan ringan dan apa adanya. Mengingat Petra baru berusia 21 tahun. Di album keduanya yang berjudul Pilih Saja Aku, dengan hits lagu berjudul sama menceritakan seorang wanita yang ternyata tidak nyaman dengan hubungannya. Lalu seorang laki-laki datang untuk menawarkan sebuah pelarian. Setidaknya itu yang saya tangkap dari video yang ditampilkan pada link yotube.


Namun jika saya menjadi seorang sutradara dan konseptor video klipnya, dengan tidak merubah sosok petra yang beranjak dewasa saya akan membuat video ini lebih simple. Terinspirasi dari dua orang saudara kembar  Jenice dan Sonia atau yang akrab disapa Jayesslee dalam lagu Payphone milik Maroon 5 yang mereka nyanyikan lalu video diunggah ke youtube. Jadi secara garis besar konsep, diceritakan Petra yang sedang bermain gitar duduk di pintu mobil PW Combi. Suasana diambil menjelang sore diatas bukit yang pemandangan bawahnya adalah pantai. Diawal, kamera melakukan long shoot dengan memperlihatkan pemandangan. Lalu close up pada bagian tertentu, misal petikan tangannya di gitar dan ekspresi wajah. Petra memakai celana pendek lengkap dengan kaos.


Hingga diakhir, seorang wanita datang tergopoh-gopoh menaiki bukit hingga sampai ke puncak, lalu ia memandang lirih ke arah Petra. Diakhir, mereka lalu berpelukan dalam suasana langit senja. Simple bukan? 

Review Sonny DV Cam PD 177

Senin, 25 Maret 2013 pukul 00.46

Sonny DV Cam PD 177 yang dluncurkan sekitar tahun 2009, mengikuti kesuksesan profesional camcorder Sony seperti pendahulunya yaitu DSR-PD170p. Sony pro DV cam 177, masuk kedalam kategori kamera profesional yang masih menggunakan mini-DV. Kamera ini dibagi atas 2 bagian, yaitu lensa dan body.


A.   Lensa
  1. Lens Hood, berfungsi untuk melindungi lensa dari cahaya yang berlebihan.
  2. Focusing Ring, berfungsi untuk mengatur fokus subjek pada france manual.
  3. Zoom Ring, terletak tepat dibagian fokus ring yang digunakan untuk memperbesar subjek yang terlihat dalam lensa.
  4. Iris Ring, berfungsi untuk mengatur bukaan lensa, bisa dibuka dan di tutup.
  5. Steady Shot Button, berfungsi untuk mengaktifkan mode steady shot.
  6. Macro Focus Switch, berfungsi untuk mengaktifkan mode fokus yang lebih akurat untuk jarak yang sangat dekat.
  7. Focus Switch, berfungsi untuk memilih mode fokus yang akan digunakan.
  8. Zoom Servo Button, berfungsi sebagai pengatur zoom-ing melalui tombol servo.
  9. Record Button, berfungsi untuk merekam video ke dalam media penyimpanan.
  10. Expanded Focus, berfungsi sebagai zoom digital.

B. Body
  1. Shutter Switch, terletak dibagian depan body kamera yang berfungsi mengaktifkan shutter.
  2. White Balance Button, yaitu berfungsi untuk mengatur white balance dengan kondisi pengambilan gambar.
  3. ND Filter Switch, berfungsi mereduksi cahaya yang masuk menggunkan ND Filter yang terintegrasi dengan body kamera.
  4. Status Button, berfungsi untuk menampilkan status kamera yang sedang aktif di LCD panel.
  5. Menu Button, berfungsi untuk menampilkan menu di LCD Panel. Menu pada kamera digunakan untuk mengatur tools kamera sesuai dengan yang kita inginkan.
  6. Set Scroll Button, berfungsi untuk navigasi di dalam menu dan LCD Panel.
  7. Full Auto Button, digunakan untuk mengaktifkan mode otomatis penuh.
  8. White Balance Preset Switch, digunakan untuk memilih preset White Balance yang akan digunakan.
  9. Slot Select Button, berfungsi untuk memilih slot mana yang akan dipakai untuk perekaman dan playback media.
  10. Audio Level Dial, berfungsi untuk mengatur level audio yang masuk ke kamera.

Selain fitur tadi, Sony DV Cam pd177 memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan, yaitu:
            A. Kelemahan
  1. Harganya yang mahal, mengingat fitur lengkap dengan hasil gambar yang memuaskan.
  2. Lensa kamera Sony tidak dapat dibongkar pasang, ini agak menyulitkan karena membatasi variasi hasil pengambilan gambar dalam pembuatan film.
  3. Bentuknya yang besar sehingga tidak praktis, dan cukup berat untuk dibawa kemana-mana.

B. Kelebihan
  1. Kualitas gambar, kehandalan dan mobilitas adalah kelebihan utama.
  2. DSR-PD177 membuat alur kerja berbasis file lebih mudah.
  3. Dengan tata letak ergonomis fokus, zoom dan kontrol iris cincin, dapat digunakan untuk mengoperasikan fungsi-fungsi ini sendirian.

(saduran dari berbagai sumber)

Panggil Bintang

Rabu, 20 Maret 2013 pukul 02.04

Disudut kamar petak berukuran sedang lengkap dengan sebuah jendela tanpa gorden, seorang lelaki dewasa berumur hampir 30 tahun bersender pada dipan yang merapat ke tembok biru. Ada sebuah lampu beralas meja yang sengaja diletakan dipinggir tempat tidur dengan cahaya menyorot objek pandangnya. Sebuah asbak serta ceceran puntung rokok juga meramaikan isi meja. Kebiasaan merokok, baru-baru ini mewabah pada pria ini. Sebuah buku Tetralogi Dangdut karya Putu Wijaya berjudul Nora, memfokuskan perhatiannya. Selain kebiasaan merokok, pria ini juga baru disengat demam buku absurdisme. Cerita yang mengedepankan imajinatif, alam bawah sadar dan tokoh-tokohnya teralienasi.

Menuju ke halaman 98, terdengar suara bocah berlari mendekati kamarnya. Tak butuh waktu lama, pintu terbuka. Terlihat seorang bocah laki-laki menengokkan kepalanya dibalik pintu sambil tersenyum lebar pada pria tadi. Seyumnya seperti mengisyaratkan permohonan ijin untuk masuk ke dalam kamar. Tanpa pikir panjang, pria tadi langsung membalas senyum sambil menganggukan kepalanya. Layaknya bocah yang masih berumur lima tahun, ia pun berlari kegirangan menghampiri pria tadi sambil membawa sebuah majalah anak-anak. Pria tadi meletakkan bukunya, dan menarik badan bocah laki-laki itu untuk duduk dipangkuannya.

 “kenapa belom tidur bang?” tanya pria itu.
“ia pa, aku kan ngga bisa tidur kalo lampunya mati” jawabnya cengegesan.
Ini berlanjut kesebuah percakapan antara ayah dan anak.
mbok Nah mana?”
“papa gimana si. Kan semenjak mbok kenal sama tukang kebun depan rumah tiap malem dia telpon-telponan pa. Aku di lupain deh” pengakuan bocah laki-laki itu.
“ Ya sudah, kalo gitu abang tidur sama papa ya” bujuk pria tadi.
“mauu. Oya pa, tadi disekolah aku uda diajarin baca tulisan yang ada di majalah lo. Terus aku dibilang pinter sama ibu guru. Aku bisa baca tanpa ngeja lagi. Hebat kan pa” cercanya.
“iya kan dulu uda belajar sama mama. Belajar nulis trus belajar baca. Ntar belajar hitungnya papa yang ajarin”.
“yah papa, berhitung mah aku uda jago. Hahhaha”
“kalo uda jago, masih tetep mau belajar kan?”
“mau dong. Pokoknya mau pinter kayak papa. Kayak mama. Oya pa, tadi ibu guru nyeritain aku tentang Bintang”
“apa kata bu guru?”
“bintang itu salah satu sumber cahaya bumi, trus bintang itu jumlahnya sangaaaat banyak ngga ada orang yang bisa ngitung. Terus bu guru juga bilang, bintang itu ibarat surga. Jadi kalo orang yang sudah mati trus masuk surga, tinggalnya di bintang. Makanya bintang makin hari makin banyak jumlahnya”. Cerocosnya dengan antusias.
“kecuali kalo ujan. Bintang ditutupi awan” katanya pria itu sambil mengusap rambut anaknya.
“kata papa, mama orang baik kan?”
“sangat baik”
“berarti mama masuk surga?”
“iya tentu”
“beraarti mama tinggal di bintang?”
“mungkin saja”
Bocah laki-laki itu berjalan mendekati jendela, kemudian menatap langit dari dalam kamar.
“aku rasa mama yang itu pa. Yang paling terang. Bisa papa merayunya untuk pulang?”


(ini ditulis saat gue didera kerinduan yang teramat pada mama dalam hubungan Long Distance Relationship, karena mama jauh di Bali)

Cerminan hidup, Suket

Senin, 18 Maret 2013 pukul 11.12

Embun tidak pernah memilih tumbuhan mana yang akan ia basahi
Sekalipun rumput


Suket. Ini kata baru pertama kali mampir di telinga gue. Kata Pak Ipul itu bahasa jawa, yang artinya rumput atau tanaman liar. Kenapa terlalu banyak bahasa yang membuat kita berbeda. Entahlah.


Cerita dimulai dari seorang seniman wayang, Slamet Gundono asal Surakarta. Sejak tahun 1999 Gundono mengembangkan Sanggar Wayang Suket, yang telah lama tenggelam. Dengan menonton Wayang Suket yang ditampilkan Gundono, ia seakan memadukan seni wayang dan teater. Kreativitas memang menuntut untuk berkarya beda dari biasa. Menabjubkan.


Walaupun dengan ukuran badan yang bisa dibilang sangat besar, Gundono mampu dengan lihai memainkan “suketnya”. Selama sanggarnya didirikan, Gundono telah tampil dari panggung ke panggung yang kini menjadi sumber utama mata pencahariannya.

Menarik, suket atau rumput yang tak bernilai disulapnya menyerupai wayang kulit. Disetiap penampilannya, ia membawakan cerita daerah hingga tokoh pewayangan seperti Bambang Ekalaya. Walau terkesan banyolan, banyak amanat yang ia sampikan dalam lakon wayang yang ditampilkan. Ia mampu memadukan budaya tradisional dengan peradaban dunia modern.

Terlepas dari itu semua, suket dalam Budaya Jawa sangat filosofis. Suket dikenal tanaman yang mandiri karena bisa hidup dimana saja. Suket yang berwarna hijau mampu memperlihatkan lingkungan yang asri dan sejuk. Walaupun image kumuh melekat dalam dirinya, Suket masih bertahan dalam kondisi panas, dingin dan dengan kondisi yang selalu terinjak.

Jika dikaitkan dengan kehidupan, suket adalah kesabaran, rendah hati dan mudah beradaptasi. Manusia yang diibaratkan seperti suket, mampu menahan dirinya dari godaan duniawi, iri dan dengki walaupun banyak orang yang merendahkannya.


Gundono dan “suket” memiliki ceritanya masing-masing. Mereka sama-sama bagian dari kehidupan yang pernah lepas dari roda perputaran. Maknai hidup seperti suket, selanjutnya perjuangkan layaknya lakon pewayangan Gundono.

Titik Balik

Rabu, 13 Maret 2014 pukul 02.52


“.....
Lenyaplah tawa
Raiblah canda
Oh nestapa Aceh dalam nyeri dan perih kami
Jangan kalian cari lagi dimana Meulaboh
Jangan kalian tanya dimana Banda Aceh
Dimana Calang, Teunom, Lamno, Lhokseumawe, Bireun, Sigli..
Peta-peta telah koyak terlipat dalam gulungan laut...”
(Puisi  dikutip dari Film Aceh Lon Sayang)


26 Desember 2004
Gempa tektonik 8.5 SR mengguncang  Banda Aceh disusul dengan Gelombang laut menyasar daratan setinggi 30 meter. Ribuan penduduk berlarian mencari tempat aman, tak sedikit yang bertahan di atas atap rumah mereka. Seketika, tsunamai mampu memporakporandakan Banda aceh, Lamno, Lhokseumawe dan sekitarnya. Gempa dan Tsunamai ini merupakan bencana yang paling dahsyat dialami Bangsa Indonesia.



Menurut Tengku Reza Indria (Seorang Seniman dalam Film Aceh Lon Sayang), Aceh memang tak pernah sepi dari konflik. Tidak hanya dengan Indonesia, bahkan dengan suku-sukunya sendiri selalu ada kesenjangan. Mereka yang tak pernah luput dari rasa takut, permusuhan dan pertentangan. Hingga akhirnya tsunami datang yang membuat warga aceh benar-benar tenggelam dalam trauma berkepanjangan.


Beruntung, banyak pihak yang juga merasa iba melihat banyaknya korban tsunami Aceh ditambah penanganan dalam negeri yang lamban. Negara di Eropa termasuk badan PBB langsung turun untuk memberi bantuan bahkan tim relawan. Perlahan, Aceh akan mampu memulihkan diri dan membangun kembali daerahnya.

Senyuman anak-anak Aceh kembali terlihat, Munawar salah satu bocah beruntung yang selamat dari bencana. Walau mereka mungkin tak akan pernah lupa apa yang telah mereka alami, menghilangkan anggota keluarga mereka, tempat tinggal bahkan masa depan untuk bisa bersekolah.

Tengku Abdul Razak (Pengasuh Dayah dalam Film Aceh Lon Sayang) sangat menyadari bahwa ujian yang Tuhan berikan adalah semata-mata untuk menguatkan hamba-Nya. Keinginannya hanya agar anak-anak asuhannya dapat tumbuh, mengeyam pendidikan, dan hidup dengan layak.

Saat pengambilan gambar film ini kira-kira dua bulan setelah bencana, Aceh masih terlihat seperti Kota Mati. Hanya ada beberapa Posko Bantuan yang letaknya berjauhan. Bangunan masih luluh lantak dan banyak korban yang masih berada dibawah reruntuhan.

Tapi kini, Banda Aceh telah tumbuh menjadi Kota besar. Pembangunan dan perbaikan semakin menata kota yang pernah dihantam bencana dahsyat.

Sutradara berhasil mengoyak emosi penonton dalam film garapannya. Memunculkan video amatir bagaimana peristiwa itu terjadi. Mengkombinasikan dengan budaya Aceh yang lekat dengan nilai religi. Memperlihatkan anak-anak korban tsunami yang telah mampu menyingkirkan trauma kehilangan keluarga.

Menurut gue sendiri, film ini adalah sebuah cerminan. Titik balik dari bagian suram kehidupan. Karena tak selamnya hidup berjalan mulus tanpa cobaan, tanpa penderitaan. Disinilah manusia mulai belajar. Belajar mengingat Sang Pencipta. Belajar sebuah keikhlasan. Mungkin bila gue ada disitu dan menjadi salah satu korban, gue ngga tau akan gue apakan hidup gue esok.


Tapi mereka berhasil. Membalikan bagian suram hingga terlihat terangnya. Tak peduli apa yang pernah terjadi dulu. Kini, mereka dan Aceh sudah tumbuh menampaki hidup yang baru.

Sunday, August 24, 2014

Beda, Kalo Tempat Nongkrong

Kamis, 7 Maret 2013
Hujan turun rintik, waktu itu.

Dengan menanggalkan semua schedule gue yang uda tertata rapi, tanpa pikir panjang bersama seorang teman, gue berangkat menuju “pemutaran film indie”. Jauh banget si engga, cuma konotasi perjalanan gue ini biasa disebut dengan “mau ke kota”. Secara mahasiswa Telkom menganggap Dayeuh Kolot sebuah desa pinggiran, sudah ngga asing memang.

Jam tujuh empat puluh lima menit, kami sampai di sebuah tempat tongkrongan “Anak Bandung” tepatnya di Jalan Sumatra. Kenapa disebut tempat tongkrongan ya, banyak event berbau anak muda dilakukan disini. Selain yang tempatnya emang dikemas anak muda banget. Tapi, ada tapinya. Makanan ataupun minuman yang di jual disini harganya menjulang, ngga sampe nyekek leher si. Tau lah ya, anak kos pelitnya kek mana. Sama satu lagi, parkirnya itu lo. Mobil di parkir di dalem area parkir tempat ini, tapi motor di pinggiran jalan. Mana dempet-dempet, becek. Keliatan aja, ada diskriminasi pengentara roda dua.

Dari luar, Bober uda keliatan ramenya. Ngaca dulu di spion, kesempatan ngeceng ini mah. Hahhaa. Sebelum menampaki pintu masuk, uda ada seorang dengan baju hitam dan kalung name tag menggantung dilehernya nyuruh gue langsung masuk (heran, gue dikira mau buka lapak dulu kali ya depan bober ampe disuruh “langsung masuk aja”).

Kalo gue gambarin, jalan masuknya seperti lorong tanpa dinding. Hanya ada penyangga kayu, dengan lantai etnik keramik. Tepat disebuah jalan dengan arah agak membelok, tersedia dua meja panitia. Ya, kewajiban gue sebagai “peserta” harus registrasi dulu. Di area utama, uda rame sama manusia-manusia penyuka Film Indie. Sama aja, sinergi dari penonton dan panitia mereka sama-sama ingin menikmati tayangan yang disiarkan pada Layar besar diatas panggung. Tapi kalo yang make kesempatan ini buat pacaran, mah cuma menuhin tempat kalo kata gue. Soalnya, ternyata dibelakang masih banyak penonton yang berdiri ngga dapet tempat.


 Gue sendiri, duduk bareng temen-temen “baru” gue. Kita ngga pernah kenalan secara resmi, tapi kita saling menyaut bila salah satu sedang ngobrol. Lucu juga, kedewasaan ternyata meningkatkan kepekaan berteman walau tanpa “berjabat tangan”.

Selain kursi kayu lengkap dengan meja, yang disediakan panitia berjejer di bagian taman juga tersedia kursi dan meja kayu dengan payung diatasnya. Dan tepat di depan pandangan gue, ada tulisan tertempel di batang pohon “dilarang menginjakak rumput”. Itu bukan gue salah ketik, tapi si abang Bobernya salah tulis. Pantes masih banyak yang nginjak rumput. Hahahha.

Walau, temen gue sibuk ngobrol yang gue engga tau arahnya kemana, gue masih anteng dengan tayangan film pendek yang di puter di layar. Salah satu film yang menyedot perhatian gue “mepet pacar” dari anak ITB. Seingat gue, warnanya yang mendominasi disitu warna item. Banyak banget panitia yang lalu lalang pake baju warna item, termasuk gue.

Seru juga ada tempat kayak gini. Ngga perlu terlihat kaku dengan ruang-ruang yang bersekat tembok. Tapi, kayu, bambu dan pepohonan juga mampu membuat kita ngga beranjak untuk berkumpul. Ini seperti harmonisasi alam, ruang yang nyaman ngga hanya terbentuk dari sekat beton dan semen.


 (spesial, menulis kali ini ditemani pertandingan MU vs Chelsea dengan kemenangan MU 2-0 di babak pertama. Sebagai pendukung setia Chelsea gue kecewa.)

Modus

Senin, 4 Maret 2013 pukul 14.32

Misi gue ke kantin kali ini bukan cuma ngisi perut yang lagi laper, TAPI gue ada misi rahasia dari dosen penulisan naskah seminggu yang lalu untuk ngamatin orang. GREAT! Ini sejalan dengan hobby gue cuci mata kalo uda liat sekumpulan cowo-cowo kece.
Gimana ceritanya? Cekidottt.

Kantin Politeknik Telkom, saat matahari tepat berada di atas ubun-ubun.
Setelah mengantre panjang di kasir (uda kayak orang lagi mainan ular naga panjang) gue langsung mampir ke stan Nasi Padang buat ngambil makanan yang uda gue pesen. Tadinya si mau gue batalin pesen Nasi Padang. Masa ya, Cuma sayur plus tempe plus tahu DELAPAN RIBU. Diulang ya, DELAPAN RIBU. Setara sama soto ayam stan sebelah, uda lengkap pake nasi lagi.
Ngomongin duit udahan dulu, kita lanjut ke seseorang yang jadi objek pengamatan gue. Jeng..jeng..jengg... Doi adalah mahasiswa Poltek angkatan 2010 (kalo gue belum lupa ingatan). Gue panggil abang aja kalo gitu ya. Bang Frits tepatnya. Doi adalah salah satu ketua komunitas anak Makasar di Poltek. Kenapa gue kenal dia? Sederhana aja. Dulu gue sempet dapet tugas liputan dari MAGAZ.INC (media kampus IM) dalam acara Roadshow 5Cm di Poltek. Dan ngga kebayang bintang tamu waktu itu woww banget mamen. Hahhaha. Jadi, si Bang Frits ini juga jadi ketua acaranya. Ya, jelas aja gue jadi kenal doi ampe sekarang. Uda ngerti sampe sini? Hahha. Lanjut.
Walau hasil pengamatan gue cuma sekilas, tapi gue masih inget tadi si Abang Frits pake baju Putih berpadu dengan celana bahan item (standar nak poltek lah ya). Rambutnya masih pendek, kalo gue kira-kiran sekitar 2cm lah. Kulitnya juga masih putih, ditambah ngga ada brewok-brewok gitu di wajahnya. Pas lah. Aura pemimpin masih terpancar dari pembawaanya.
Walaupun si Bang Frits anak Poltek, melihat dari gimana doi jawab pertanyaan gue pas wawancara (dulu) dan ngomong sama temennya, gue rasa Bang Frits mampu me-manajemen komunikasinya dengan baik. Kata-kata yang doi keluarin terstruktur, singat dan ngena.
Belajar bareng doi boleh kali ya? Haha


(Maap yak, jangan dimasukin dalam ati. Cuma tugas bray)

Menjaga Tradisi, Melawan Keterbatasan

Minggu, 3 Maret 2013 pukul 02.35

(kisah seorang Maestro Tari Topeng)




Pertemuan pertama (harusnya DUA, skip SEKALI) saya pada matakuliah Penulisan Naskah Radio dan TV bareng Pak Sayful beberapa hari yang lalu cukup seru. Kenapa? Karena beberapa dari kami ditunjuk untuk menceritakan apa yang telah kami kerjakan dalam blog masing-masing. Menurut saya si mubazir, toh kita ditugaskan menulis untuk apa disampaikan kembali. Tinggal buka blog teman lain, selesai. Tapi lebih dari itu. Ternyata Pak Sayful menyuruh kami menganalisis blog mahasiswa yang ditunjuk maju kedepan. Melihat desain blog, membaca warna yang mereka tampilkan dalam blog hingga ke cara penulisan kisahnya. Wow, that was a great idea.
Saya sendiri beberapa kali mengacungkan tangan saat-setelah salah satu mahasiswa lain menceritakan kembali apa yang mereka tulis. Mencoba menjelaskan “pesan” yang saya tangkap dari apa yang mereka tampilkan di blog. Ini seperti Teori Semiotika. Orang tidak akan melakukan, menampilkan, memperlihatkan sesuatu hal secara sengaja. Ada sebuah lambang atau simbol yang ingin mereka tunjukan. Right?
Oke, mari kita mengkerucut ke tugas yang diberikan kepada kami. Termasuk saya. Diakhir mata kuliah, kami disuguhkan sebuah video, entah  feature atau dokumenter (karena sampai sekarang saya belum bisa membedakan feature dan dokumenter) tentang seorang pejuang budaya dan pewaris tradisi dari Indramayu.
Begini ceritanya...

Dalam video yang berjudul Selamanya Mutiara dengan durasi tidak kurang dari 20 menit, mengisahkan seorang penari topeng asal Indramayu, Mimi Rasinah. Tingga di sebuah desa terpencil, Desa  Pekandangan, Mimi Rasinah mendirikan sebuah sanggar Tari Topeng bersama sang suami dulunya. Selain aktif mengajar di sanggar, Mimi Rasinah juga masih aktif menari di acara-acara penting seperti kawinan, syukuran atau acara lain yang meminta jasanya untuk menari. Dengan kondisi tubuh yang tidak sesehat diwaktu muda, dikarenakan usianya yang sudah melebihi kepala tujuh, Mimi Rasinah tidak merasa terhalangi sedikit pun. Justru, gerakan yang ia tampilkan sangat gemulai, halus bahkan terkandung nilai magis yang mampu menyihir penonton.






 Mimi Rasinah tidak hanya mengepakkan kelihaiannya menari topeng di daerahnya, ia juga kerap mendapat undangan tampil ke ibukota bahkan luar negeri. Dengan kemampuan tarinya yang luar biasa, Mimi Rasinah pernah singgah di Paris (bahkan saya belum pernah kesana) dan beberapa negara Eropa lainnya. Penghargaan ini tentu tidak main-main, hingga Mimi Rasinah diangkat menjadi Seoarang Maestro Tari Topeng asal Indramayu. Menari Tari Topeng dengan salah satu topeng favoritnya, yaitu Panji dengan luwes tidaklah gampang. Ada beberapa prosesi yang ia jalani, disamping menekuni latihan. Misalnya berpuasa selama beberapa hari, hingga menghaturkan sesajen. Percaya atau tidak, inilah yang membuat aura Mimi Rasinah keluar ditiap penampilannya.




 Saya sendiri melihat beberapa nilai yang ingin “pembuat video” sampaikan dengan mengangkat sosok Mimi Rasinah. Pertama, budaya dan tradisi. Mimi Rasinah tidak semata-mata menarikan Tari Topeng untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, melainkan ada sebuah budaya dan tradisi yang ingin ia lanjutkan kepada penerusnya. Sebuah budaya yang ingin ia tampilkan pada masyarakat. Dan sebuah tradisi yang ada bukan hanya untuk dilupakan.
Kedua, keterbatasan dan perjuangan. Ditengah ombang-ambing kehidupan yang ia hadapi, fisik yang sudah tidak mumpuni, dan segala keterbatasan yang ia miliki, ia tetap melakukan perlawanan atas hidup. Tepatnya, sebuah perjuangan. Bahkan Mimi Rasinah pernah berkata, “saya akan berhenti menari kalau sudah mati”. Itu semakin memperjelas bahwa fisik bukanlah hambatan Mimi Rasinah untuk terus menari.
Selanjutnya, tuntutan dan pengabdian. Mimi Rasinah beranggapan bahwa Tari Topeng yang kerap ia bawakan bukan hanya sebuah seni yang orang tuanya wariskan, lalu membiarkan hanya ia yang bisa. Melainkan warisan yang juga harus ia turunkan kepada anak cucunya. Membedakan dua nilai ini, memang agak saru.
Sutradara sangat berperan apik mengemas kisah ini, sehingga terlihat dramatis. Dengan mengeyampingkan Genre, Mimi Rasinah digambarkan sebagai wanita perkasa. Apalagi dengan kematian Mimi Rasinah pada 7 Agustus 2010, membuat video ini bernilai tinggi. Mengingat didalamnya terekam Seorang Maestro Tari Topeng.



 Mimi Rasinah (1930-2010)

Cukup mengharukan. Tapi setelah saya melakukan riset kecil-kecilan, saat ini cucu Mimi Rasinah telah berhasil membangkitkan kembali sanggar tarinya hingga memiliki lebih dari 1000 orang siswa. Boast of, isn't it?


(ditulis waktu malam menjelang pagi, atau mungkin pagi buta. saat inspirasi mengucur drastis)