Monday, August 25, 2014

Panggil Bintang

Rabu, 20 Maret 2013 pukul 02.04

Disudut kamar petak berukuran sedang lengkap dengan sebuah jendela tanpa gorden, seorang lelaki dewasa berumur hampir 30 tahun bersender pada dipan yang merapat ke tembok biru. Ada sebuah lampu beralas meja yang sengaja diletakan dipinggir tempat tidur dengan cahaya menyorot objek pandangnya. Sebuah asbak serta ceceran puntung rokok juga meramaikan isi meja. Kebiasaan merokok, baru-baru ini mewabah pada pria ini. Sebuah buku Tetralogi Dangdut karya Putu Wijaya berjudul Nora, memfokuskan perhatiannya. Selain kebiasaan merokok, pria ini juga baru disengat demam buku absurdisme. Cerita yang mengedepankan imajinatif, alam bawah sadar dan tokoh-tokohnya teralienasi.

Menuju ke halaman 98, terdengar suara bocah berlari mendekati kamarnya. Tak butuh waktu lama, pintu terbuka. Terlihat seorang bocah laki-laki menengokkan kepalanya dibalik pintu sambil tersenyum lebar pada pria tadi. Seyumnya seperti mengisyaratkan permohonan ijin untuk masuk ke dalam kamar. Tanpa pikir panjang, pria tadi langsung membalas senyum sambil menganggukan kepalanya. Layaknya bocah yang masih berumur lima tahun, ia pun berlari kegirangan menghampiri pria tadi sambil membawa sebuah majalah anak-anak. Pria tadi meletakkan bukunya, dan menarik badan bocah laki-laki itu untuk duduk dipangkuannya.

 “kenapa belom tidur bang?” tanya pria itu.
“ia pa, aku kan ngga bisa tidur kalo lampunya mati” jawabnya cengegesan.
Ini berlanjut kesebuah percakapan antara ayah dan anak.
mbok Nah mana?”
“papa gimana si. Kan semenjak mbok kenal sama tukang kebun depan rumah tiap malem dia telpon-telponan pa. Aku di lupain deh” pengakuan bocah laki-laki itu.
“ Ya sudah, kalo gitu abang tidur sama papa ya” bujuk pria tadi.
“mauu. Oya pa, tadi disekolah aku uda diajarin baca tulisan yang ada di majalah lo. Terus aku dibilang pinter sama ibu guru. Aku bisa baca tanpa ngeja lagi. Hebat kan pa” cercanya.
“iya kan dulu uda belajar sama mama. Belajar nulis trus belajar baca. Ntar belajar hitungnya papa yang ajarin”.
“yah papa, berhitung mah aku uda jago. Hahhaha”
“kalo uda jago, masih tetep mau belajar kan?”
“mau dong. Pokoknya mau pinter kayak papa. Kayak mama. Oya pa, tadi ibu guru nyeritain aku tentang Bintang”
“apa kata bu guru?”
“bintang itu salah satu sumber cahaya bumi, trus bintang itu jumlahnya sangaaaat banyak ngga ada orang yang bisa ngitung. Terus bu guru juga bilang, bintang itu ibarat surga. Jadi kalo orang yang sudah mati trus masuk surga, tinggalnya di bintang. Makanya bintang makin hari makin banyak jumlahnya”. Cerocosnya dengan antusias.
“kecuali kalo ujan. Bintang ditutupi awan” katanya pria itu sambil mengusap rambut anaknya.
“kata papa, mama orang baik kan?”
“sangat baik”
“berarti mama masuk surga?”
“iya tentu”
“beraarti mama tinggal di bintang?”
“mungkin saja”
Bocah laki-laki itu berjalan mendekati jendela, kemudian menatap langit dari dalam kamar.
“aku rasa mama yang itu pa. Yang paling terang. Bisa papa merayunya untuk pulang?”


(ini ditulis saat gue didera kerinduan yang teramat pada mama dalam hubungan Long Distance Relationship, karena mama jauh di Bali)

No comments:

Post a Comment