Sunday, August 24, 2014

Menjaga Tradisi, Melawan Keterbatasan

Minggu, 3 Maret 2013 pukul 02.35

(kisah seorang Maestro Tari Topeng)




Pertemuan pertama (harusnya DUA, skip SEKALI) saya pada matakuliah Penulisan Naskah Radio dan TV bareng Pak Sayful beberapa hari yang lalu cukup seru. Kenapa? Karena beberapa dari kami ditunjuk untuk menceritakan apa yang telah kami kerjakan dalam blog masing-masing. Menurut saya si mubazir, toh kita ditugaskan menulis untuk apa disampaikan kembali. Tinggal buka blog teman lain, selesai. Tapi lebih dari itu. Ternyata Pak Sayful menyuruh kami menganalisis blog mahasiswa yang ditunjuk maju kedepan. Melihat desain blog, membaca warna yang mereka tampilkan dalam blog hingga ke cara penulisan kisahnya. Wow, that was a great idea.
Saya sendiri beberapa kali mengacungkan tangan saat-setelah salah satu mahasiswa lain menceritakan kembali apa yang mereka tulis. Mencoba menjelaskan “pesan” yang saya tangkap dari apa yang mereka tampilkan di blog. Ini seperti Teori Semiotika. Orang tidak akan melakukan, menampilkan, memperlihatkan sesuatu hal secara sengaja. Ada sebuah lambang atau simbol yang ingin mereka tunjukan. Right?
Oke, mari kita mengkerucut ke tugas yang diberikan kepada kami. Termasuk saya. Diakhir mata kuliah, kami disuguhkan sebuah video, entah  feature atau dokumenter (karena sampai sekarang saya belum bisa membedakan feature dan dokumenter) tentang seorang pejuang budaya dan pewaris tradisi dari Indramayu.
Begini ceritanya...

Dalam video yang berjudul Selamanya Mutiara dengan durasi tidak kurang dari 20 menit, mengisahkan seorang penari topeng asal Indramayu, Mimi Rasinah. Tingga di sebuah desa terpencil, Desa  Pekandangan, Mimi Rasinah mendirikan sebuah sanggar Tari Topeng bersama sang suami dulunya. Selain aktif mengajar di sanggar, Mimi Rasinah juga masih aktif menari di acara-acara penting seperti kawinan, syukuran atau acara lain yang meminta jasanya untuk menari. Dengan kondisi tubuh yang tidak sesehat diwaktu muda, dikarenakan usianya yang sudah melebihi kepala tujuh, Mimi Rasinah tidak merasa terhalangi sedikit pun. Justru, gerakan yang ia tampilkan sangat gemulai, halus bahkan terkandung nilai magis yang mampu menyihir penonton.






 Mimi Rasinah tidak hanya mengepakkan kelihaiannya menari topeng di daerahnya, ia juga kerap mendapat undangan tampil ke ibukota bahkan luar negeri. Dengan kemampuan tarinya yang luar biasa, Mimi Rasinah pernah singgah di Paris (bahkan saya belum pernah kesana) dan beberapa negara Eropa lainnya. Penghargaan ini tentu tidak main-main, hingga Mimi Rasinah diangkat menjadi Seoarang Maestro Tari Topeng asal Indramayu. Menari Tari Topeng dengan salah satu topeng favoritnya, yaitu Panji dengan luwes tidaklah gampang. Ada beberapa prosesi yang ia jalani, disamping menekuni latihan. Misalnya berpuasa selama beberapa hari, hingga menghaturkan sesajen. Percaya atau tidak, inilah yang membuat aura Mimi Rasinah keluar ditiap penampilannya.




 Saya sendiri melihat beberapa nilai yang ingin “pembuat video” sampaikan dengan mengangkat sosok Mimi Rasinah. Pertama, budaya dan tradisi. Mimi Rasinah tidak semata-mata menarikan Tari Topeng untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, melainkan ada sebuah budaya dan tradisi yang ingin ia lanjutkan kepada penerusnya. Sebuah budaya yang ingin ia tampilkan pada masyarakat. Dan sebuah tradisi yang ada bukan hanya untuk dilupakan.
Kedua, keterbatasan dan perjuangan. Ditengah ombang-ambing kehidupan yang ia hadapi, fisik yang sudah tidak mumpuni, dan segala keterbatasan yang ia miliki, ia tetap melakukan perlawanan atas hidup. Tepatnya, sebuah perjuangan. Bahkan Mimi Rasinah pernah berkata, “saya akan berhenti menari kalau sudah mati”. Itu semakin memperjelas bahwa fisik bukanlah hambatan Mimi Rasinah untuk terus menari.
Selanjutnya, tuntutan dan pengabdian. Mimi Rasinah beranggapan bahwa Tari Topeng yang kerap ia bawakan bukan hanya sebuah seni yang orang tuanya wariskan, lalu membiarkan hanya ia yang bisa. Melainkan warisan yang juga harus ia turunkan kepada anak cucunya. Membedakan dua nilai ini, memang agak saru.
Sutradara sangat berperan apik mengemas kisah ini, sehingga terlihat dramatis. Dengan mengeyampingkan Genre, Mimi Rasinah digambarkan sebagai wanita perkasa. Apalagi dengan kematian Mimi Rasinah pada 7 Agustus 2010, membuat video ini bernilai tinggi. Mengingat didalamnya terekam Seorang Maestro Tari Topeng.



 Mimi Rasinah (1930-2010)

Cukup mengharukan. Tapi setelah saya melakukan riset kecil-kecilan, saat ini cucu Mimi Rasinah telah berhasil membangkitkan kembali sanggar tarinya hingga memiliki lebih dari 1000 orang siswa. Boast of, isn't it?


(ditulis waktu malam menjelang pagi, atau mungkin pagi buta. saat inspirasi mengucur drastis)

No comments:

Post a Comment