Minggu, 3 Maret 2013 pukul 02.35
(kisah seorang Maestro Tari Topeng)
Pertemuan pertama (harusnya DUA, skip
SEKALI) saya pada matakuliah Penulisan Naskah Radio dan TV bareng Pak Sayful
beberapa hari yang lalu cukup seru. Kenapa? Karena beberapa dari kami ditunjuk
untuk menceritakan apa yang telah kami kerjakan dalam blog masing-masing.
Menurut saya si mubazir, toh kita ditugaskan menulis untuk apa disampaikan
kembali. Tinggal buka blog teman lain, selesai. Tapi lebih dari itu. Ternyata
Pak Sayful menyuruh kami menganalisis blog mahasiswa yang ditunjuk maju
kedepan. Melihat desain blog, membaca warna yang mereka tampilkan dalam blog
hingga ke cara penulisan kisahnya. Wow, that was a great idea.
Saya sendiri beberapa kali mengacungkan
tangan saat-setelah salah satu mahasiswa lain menceritakan kembali apa yang
mereka tulis. Mencoba menjelaskan “pesan” yang saya tangkap dari apa yang
mereka tampilkan di blog. Ini seperti Teori Semiotika. Orang tidak akan
melakukan, menampilkan, memperlihatkan sesuatu hal secara sengaja. Ada sebuah
lambang atau simbol yang ingin mereka tunjukan. Right?
Oke, mari kita mengkerucut ke tugas yang
diberikan kepada kami. Termasuk saya. Diakhir mata kuliah, kami disuguhkan
sebuah video, entah feature atau
dokumenter (karena sampai sekarang saya belum bisa membedakan feature dan
dokumenter) tentang seorang pejuang budaya dan pewaris tradisi dari Indramayu.
Begini ceritanya...
Dalam video yang berjudul Selamanya
Mutiara dengan durasi tidak kurang dari 20 menit, mengisahkan seorang penari
topeng asal Indramayu, Mimi Rasinah. Tingga di sebuah desa terpencil, Desa Pekandangan, Mimi Rasinah mendirikan sebuah
sanggar Tari Topeng bersama sang suami dulunya. Selain aktif mengajar di
sanggar, Mimi Rasinah juga masih aktif menari di acara-acara penting seperti
kawinan, syukuran atau acara lain yang meminta jasanya untuk menari. Dengan
kondisi tubuh yang tidak sesehat diwaktu muda, dikarenakan usianya yang sudah
melebihi kepala tujuh, Mimi Rasinah tidak merasa terhalangi sedikit pun.
Justru, gerakan yang ia tampilkan sangat gemulai, halus bahkan terkandung nilai
magis yang mampu menyihir penonton.
Mimi Rasinah tidak hanya mengepakkan
kelihaiannya menari topeng di daerahnya, ia juga kerap mendapat undangan tampil
ke ibukota bahkan luar negeri. Dengan kemampuan tarinya yang luar biasa, Mimi
Rasinah pernah singgah di Paris (bahkan saya belum pernah kesana) dan beberapa
negara Eropa lainnya. Penghargaan ini tentu tidak main-main, hingga Mimi
Rasinah diangkat menjadi Seoarang Maestro Tari Topeng asal Indramayu. Menari
Tari Topeng dengan salah satu topeng favoritnya, yaitu Panji dengan luwes
tidaklah gampang. Ada beberapa prosesi yang ia jalani, disamping menekuni
latihan. Misalnya berpuasa selama beberapa hari, hingga menghaturkan sesajen.
Percaya atau tidak, inilah yang membuat aura Mimi Rasinah keluar ditiap
penampilannya.
Saya sendiri melihat beberapa nilai yang
ingin “pembuat video” sampaikan dengan mengangkat sosok Mimi Rasinah. Pertama,
budaya dan tradisi. Mimi Rasinah tidak semata-mata menarikan Tari Topeng untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, melainkan ada sebuah budaya dan tradisi yang ingin
ia lanjutkan kepada penerusnya. Sebuah budaya yang ingin ia tampilkan pada
masyarakat. Dan sebuah tradisi yang ada bukan hanya untuk dilupakan.
Kedua, keterbatasan dan perjuangan.
Ditengah ombang-ambing kehidupan yang ia hadapi, fisik yang sudah tidak
mumpuni, dan segala keterbatasan yang ia miliki, ia tetap melakukan perlawanan
atas hidup. Tepatnya, sebuah perjuangan. Bahkan Mimi Rasinah pernah berkata,
“saya akan berhenti menari kalau sudah mati”. Itu semakin memperjelas bahwa
fisik bukanlah hambatan Mimi Rasinah untuk terus menari.
Selanjutnya, tuntutan dan pengabdian.
Mimi Rasinah beranggapan bahwa Tari Topeng yang kerap ia bawakan bukan hanya
sebuah seni yang orang tuanya wariskan, lalu membiarkan hanya ia yang bisa.
Melainkan warisan yang juga harus ia turunkan kepada anak cucunya. Membedakan
dua nilai ini, memang agak saru.
Sutradara sangat berperan apik mengemas
kisah ini, sehingga terlihat dramatis. Dengan mengeyampingkan Genre, Mimi
Rasinah digambarkan sebagai wanita perkasa. Apalagi dengan kematian Mimi
Rasinah pada 7 Agustus 2010, membuat video ini bernilai tinggi. Mengingat
didalamnya terekam Seorang Maestro Tari Topeng.
Mimi Rasinah (1930-2010)
Cukup mengharukan. Tapi setelah saya
melakukan riset kecil-kecilan, saat ini cucu Mimi Rasinah telah berhasil
membangkitkan kembali sanggar tarinya hingga memiliki lebih dari 1000 orang
siswa. Boast of, isn't it?
(ditulis waktu malam menjelang pagi,
atau mungkin pagi buta. saat inspirasi mengucur drastis)
No comments:
Post a Comment