Rabu, 15 Mei 2013 pukul 01.24
Debur ombak laut senja itu. Dengan setia
seorang gadis duduk diatas tumpukan butir pasir putih. Sendiri. Masih dengan
mata berbinar, ia membuat sebuah lingkaran sedang disebelahnya. Bukan lingkar
sempurna. Sesekali ia meniup pasir yang tak sengaja jatuh hingga menyarukan
garis lingkarnya. Sendal miliknya, yg tadi ia duduki kini ditaruhnya di dalam
lingkaran itu. Kemudian, kembali sambil tersenyum ia meletakkan dua buah botol
minuman pada garis luar lingkaran. Belum jelas apa yg ia lakukan. Beberapa
menit kemudian, kembali ia menegaskan garis diatas sibakan pasir. Menggerakan
telunjuknya dengan halus.
Sesekali ia bangun lalu melemparkan
kerang kecil ke air pantai yg menggenang. Bahkan, ombak pun tidak memberi
perlawanan. Ia mengulang itu hingga beberapa kali. Seperti membuat kompetisi
pada diri sendiri. Seberapa jauh kerang dapat berlari diatas air. Seberapa kuat
kerang mampu menyibak hingga membuat percikan air. Kini ia memalingkan
kepalanya ke arah belakang. Bahkan ia tau, tak ada langkah kaki yg mendekati
posisinya.
Keceriannya mulai melemah. Ia akhirnya
duduk dan membersihkan kaki tangannya dari serpihan pasir. Tangan kanannya
meronggoh saku, mencari sebuah benda yg tersembunyi di sudut. Sebuah gelang
dengan hiasan kerang. Cantik. Ia memandangi itu dengan lekat. Bahkan ombak
nampak tak lagi punya pesona.
Masih sibuk dengan gelangnya, dari
kejauhan muncul laki-laki mengayuh sepeda. Makin lama makin lekat makin
terlihat jelas sosoknya. Dengan jarak yg kurang dari 50 meter ia meneriakan
nama gadis itu beberapa kali.
" Ve...vee...veraaaaaa"
Ia berhasil membuat gadis yang ternyata
bernama vera menoleh. Pria itu melempar sepedanya dan mendekat ke arah vera yg
telah berdiri.
"Ve masih ada sisa waktu untuk
menjawab?"
"Kapanpun"
"Aku menerima tawaranmu"
"Berubah pikiran?"
"Tidak"
"Lalu?"
"Ya, emang sejak dlu"
"Tapi kenapa baru sekarang?"
"Aku butuh waktu untuk memulainya
dengan benar"
Laki-laki itu mengangkat tangan kananya
di depan mata vera. Terlihat sebuah gelang melingkar di tangannya. Lalu mereka
akhirnya berpelukan. Erat. Kau tau? Walau cinta sering kali membuat mu
menunggu, ia juga membuka ruang lebar untuk kesabaran.
Sambil memandangi matahari yang hampir
terbenam, mereka duduk, bercerita menghadap laut. Hangat. Laut mungkin tau.
No comments:
Post a Comment